3 | Dia, dia

1.7K 243 48
                                    


Note:
Pahatan patung saja lebih kelihatan ramah dibanding senyummu yang langka.

Dari luar, rumah bergaya Victorian itu lengang. Memang selalu begitu sejak lama.

Sekalipun terjadi keseruan, hanya jika Veedyatama Regan, anak tunggal dari putra tertua rumah itu sedang berulah. Hal yang belakangan ini sering dia lakukan.

Seperti kali ini, ketika dua ART, satu tukang kebun, dua security, dan satu suster pengasuh dibuat panik karena Vee dengan riang gembira memindahkan lukisan-lukisan dari ruang tamu ke kolam renang.

"Cuci cuci cuci cuci cuci cuci..." Mulutnya mengerucut berlebihan setiap mengatakan dua huruf pertama. Sepenuhnya mengabaikan orang-orang yang panik, dengan sibuk menggosok permukaan salah satu lukisan bergaya retro yang mengapung di atas kolam bersama lukisan-lukisan lain yang menunggu giliran di'cuci'.

"Aadeeen... Ya ampuuun, piye iki? Habis semua!!!" Mbok Irah tetua para pelayan melengking panik.

Dua security sibuk mengamankan beberapa figura yang belum sempat dicemplungkan Vee ke kolam. Pak Pri tukang kebun sudah masuk ke kolam membujuk si tuan muda naik ke darat. Esih sudah hampir menangis, dan Kei, gadis itu shock untuk beberapa detik.

Takjub bagaimana bisa ide gila mencuci lukisan terlintas di pikiran Vee.

Namun dia tak bisa berlama-lama di sana. Adalah percuma berteriak dan membujuk pria dewasa berjiwa kekanakan itu untuk berhenti.

Perhatiannya harus dialihkan, harus ada sesuatu yang seru yang bikin dia tertarik. Kei berpikir cepat.

Tepat ketika matanya tertumbuk ke arah detergen dan sabun pembersih di pojokan.

Sebuah ide terbersit di kepalanya.

"Pak Pri, punya kawat kecil nggak Pak?" Kei agak berteriak menanyai tukang kebun yang masih berkutat membujuk Vee di dalam kolam.

"Ada Neng, di gudang belakang, di box merah." Pak Pri menjawab cepat meski tak terlalu hirau.

Kei bergegas ke tempat yang disebutkan Pak Pri, segera mendapatkan apa yang dicarinya. Kawat dan tang. Lalu seraya terburu-buru berjalan kembali ke kolam renang, dipelintirnya kawat itu sedemikian rupa. Tak lupa menyambar wadah gula pasir, baskom dan botol plastik di dapur lalu dengan cepat dan tanpa memedulikan tatapan tanya Esih, membuat ramuan sabun dari detergen.

Ini tidak sulit. Saat kecil Kei sering membuat ramuan ini untuk dijual ke teman-teman sekolahnya demi mendapat sekeping uang jajan. Hanya perlu mencampur detergen dengan air, mengaduknya sebentar lalu tambahkan sedikit gula pasir agar gelembung yang dihasilkan lebih tebal dan tidak mudah pecah. Kei bahkan bisa membuatnya dengan mata tertutup namun tak pernah menyangka keterampilan ini akan membantunya dalam proses penyelamatan beragam karya seni tingkat tinggi yang sekarang terancam luntur digosok Vee dengan semangat membara.

Tak butuh waktu lama, ramuan itu jadi. Beserta beberapa kawat yang ujungnya dibuat bulat berbagai ukuran.

"Sih sini bantuin!" Kei memanggil Esih yang masih terpaku, "sini bantuin bikin balon-balon sabun!"

Esih yang sudah mendekat tampak bingung. Tetapi Kei tak ada waktu untuk menjelaskan. Dijejalkannya salah satu kawat ke tangan Esih, lalu memprakarsai mencelupkan kawat berujung lingkaran itu ke dalam cairan sabun dan menggerak-gerakannya di udara, menciptakan gelembung-gelembung sabun.

Esih mengerti dan menirunya. Segera balon-balon sabun menambah meriah suasana. Security, Mbok Irah, dan Pak Pri tertegun beberapa detik.

Sebelum kemudian, sasaran utama mulai goyah. Vee menoleh dan melihat aktivitas membuat gelembung ternyata lebih seru dibandingkan mencuci lukisan.

Bumblevee (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang