10 | Imunitas

1.5K 225 61
                                    

Note:
Luka, kepedihan, nyeri, akan membuatmu sadar bahwa kau punya kekuatan melawan.
Bernama imunitas.


Kei membuka matanya lamat-lamat, terlalu lemas bahkan untuk menggerakkan kelopak mata. Samar-samar dia ingat telah jatuh pingsan, dia juga ingat saat Vee menggendongnya, tetapi Kei merasa masih sangat pusing untuk memastikan itu apalagi ketika plafon putih, kerai putih, dan aroma rumah sakit yang kemudian didapatinya. Membuatnya mual.

"Makasih ya Om, maaf Vee lagi-lagi ngerepotin."

Suara itu begitu dikenali Kei, tetapi gaya pengucapan dan intonasinya berbeda, sehingga ia berusaha keras menoleh dan melihat sosok tinggi V berdiri di ujung pembaringan Kei, membelakanginya.

"No Problem, ini kewajiban Om, sekaligus cara Om membalas segala kebaikan Kakek kamu." Seorang lain menyahuti Vee.

Sepertinya kedua orang itu sedang berbincang, tetapi Kei tidak bisa melihat siapa lawan bicara Vee. Kepalanya masih terlalu pening untuk bangun dan duduk.

"Kamu sendiri, mau sampai kapan begini? Kamu harus segera berhenti Veedyatama. Kembali ke kehidupan kamu!"

Telinga Kei seketika menajam.

"Sebentar lagi Om, setelah Vee selesaikan wasiat Kakek dan Papa yang sebenarnya, baru Vee berhenti."

"Tapi nggak harus begini juga kan, Om khawatir psikis kamu--"

"Tenang aja Om, Vee nggak pernah lupa minum obat yang Om kasih kok."

"Oke, tapi Om hanya akan kasih kamu resep obat itu cuma sampai akhir tahun ini. Setelah itu kamu harus berhenti, kembali ke kehidupan kamu. Kamu berhak hidup normal Vee, kamu masih muda."

"Iya Om, sekali lagi makasih ya Om. Untuk semua bantuan Om, tanpa itu Vee nggak tau gimana caranya menyembunyikan--"

Kei masih berusaha mencuri dengar tetapi percakapan itu tak berlanjut lagi. Alih-alih begitu, seorang perawat muncul dan mengecek kondisi Kei.

Buru-buru Kei menutup matanya. Berlagak masih tak sadarkan diri.

"Kondisi pasien sudah membaik Dok." Suster itu terdengar bicara setelah lewat beberapa menit pemeriksaan.

"Bagus, kalau gitu nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia bisa pulang hari ini juga." Suara yang barusan bercakap dengan Vee menyahut.

Ah jadi dari tadi Vee bicara sama dokter? Kei membatin. Kecurigaan dan penasaran segera menderanya. Tapi kenapa Vee panggil dia Om? Terus maksud segala rupa berhenti, obat, dan wasiat yang sebenarnya itu apa?!

Kei yakin. Jauh lebih yakin daripada setelah insiden pelukan dan bisikan samar Vee sesaat sebelum Kei tak sadarkan diri di Ruang Presdir; Vee menyembunyikan sesuatu.

***


"Den Vee kan emang nyembunyiin sesuatu." Esih, yang saat itu sedang sibuk memotek akar tauge menjawab pertanyaan Kei sambil lalu. Tak antusias sama sekali.

"Kamu tau Sih?" Mata Kei seketika membulat.

Sejak kepulangannya dari rumah sakit, tak sedetikpun Kei melupakan rasa penasarannya. Karena itu pula Kei merasa sehat dan bugar lebih cepat.

"Iya, sering malahan mah. Nyembunyiin tongkat satpamnya Pas Surya, nyembunyiin cangkulnya Pak Pri, pernah juga nyembunyiin kalung mutiaranya Nyonya Sarah. Sampe marah-marah waktu itu Si Nyonyanya, dipikir ada yang nyolong, nggak taunya disembunyiin Den Vee, katanya mau dikasih kucing."

Bumblevee (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang