“Jangan biarkan orang ketiga masuk ke dalam hubungan kalian!”
Sehabis sekolah, Beckham dan kedua sahabatnya tengah berada di salah satu kafe yang tidak jauh dari sekolahnya. Ya, kafe tersebut adalah milik Gilang. Lebih tepatnya milik mamanya Gilang. Maka tak jarang mereka bertiga berada di sana walau sekedar untuk nongkrong tanpa memesan apa pun. Namun, mama Gilang terlalu baik sehingga mereka dengan tak tahu malunya makan gratis di kafe bernuansa retro itu.
Mereka bertiga duduk di pojokan, tempat yang sudah mereka klaim menjadi hak milik. Sejak mereka masuk ke dalam kafe tersebut, mereka sudah menjadi sorotan beberapa anak gadis yang juga masih memakai seragam sekolah. Ya, kafe tante Marisa ini memang banyak disukai oleh anak-anak remaja. Jadi tak heran jika pengunjungnya adalah anak sekolahan semua.
Beckham menjadi risih sendiri dengan tatapan beberapa anak gadis di sana. Jujur saja, Beckham tidak suka jika harus diperhatikan seperti itu.
“Risih gue dilihatin kayak gitu. Emang gue dikira pancoran apa?” Beckham menyadarkan punggungnya di sandaran kursi.
Ando dan Gilang hanya tertawa melihat ekspresi beberapa anak gadis yang tengah memperhatikan ke arahnya. Tatapan mereka seola-olah sedang memuja cowok tampan yang baru saja turun dari langit. Mereka akui memang diantara ketiganya, Beckhamlah, yang paling tampan. Badannya yang bagus, kulitnya yang putih bersih, rahangnya yang kokoh, Alis tebal, hidug mancung, manik mata berwarna coklat dan rambut yang sedikit panjang namun, tertata rapi. Benar-benar terlihat memukau.
“Mbak, bawain makanan dan minuman yang biasa, ya!” teriak Gilang pada salah satu karyawan mamanya.
Mata Ando berbinar menatap wajah Gilang. “Wah..., tumben lo baik banget?” tanya Ando tidak percaya. Biasanya Gilang selalu marah kalau kedua anak ini makan gratis di kafenya. Katanya, takut rugi.
“Eh, monyong! Ini bukan tumben namanya. Biasanya lo juga makan gratis di sini. Nggak tahu malu banget lo.” Cerocos Gilang tak terima.
Memang Gilang dan Ando selalu berseteruh tidak jelas. Bahkan sampai ke hal yang tidak penting pun harus diperdebatkan. Contohnya, warna kolor yang harus dipakai hari ini adalah warna merah muda tapi, Ando malah memakai warna kuning dan Beckham memakai warna hitam. Maka, terjadilah hal yang tidak di inginkan. Seperti yang terjadi tadi siang di toilet sekolah.
“Wah..., lo gimana, sih? Kan udah sepakat pakai kolor warna merah muda. Kenapa lo berdua malah make warna yang lain, sih?” Gilang memperhatikan kedua sahabatnya yang bersandar di tembok toilet dengan tangan yang diselipkan dalam saku celana.
“Kan gue udah bilang warna kuning. Lo kenapa make warna merah muda?” Ando menyahut tak mau disalahkan.
“Semalam kan gue bilang merah muda, Ndo. Lo malah buat kesimpulan sendiri.” Gilang berkacak pinggang. Kemudian menatap Ando dengan sebal.
“Salah lo dong yang nggak nanggapin usulan gue.” Ucap Ando membela diri.
Gilang tak mau kalah. Ia beralih bersedakap dada. “Salah lo juga dong yang nggak nanggapin gue.”
“Lo yang salah!” tuding Ando dengan nada malas.
“Lo yang salah!” Gilang membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side
Teen FictionThe other side, Ini bukan konflik protagonis dengan antagonis. Tapi ini tentang konflik hati yang tak tahu siapa pemiliknya. Dimana tiga hati terpaut dalam satu rasa. Meski tahu akan berakhir menyakitkan. Ini kisah Beckham Milano Megantara, cowok ya...