Part 3

830 65 10
                                    


"Gue tahu Bas lo suka sama Ruth.Itu yang selalu menahan perasaan gue sama Ruth bertahun-tahun.Gue gak mau ngeliat saudara-saudara gue kecewa.Gue pengen ngeliat lo bahagia."Devin bergumam pelan.

Ia lalu berjalan pelan menuruni tangga kemeja makan.

Disana sudah ada Bastian, Ridwan dan hal yang jarang ia lihat.Kedua orang tuanya duduk bersama di meja makan.

Devin kemudian duduk di kursi sebelah Ridwan dan matanya terus fokus pada makanannya.

"Gimana sekolah kalian??"Tanya Ayahnya agar suasana diruang makan itu mencair.

"Baik."Jawab ketiganya bersamaan seperti sudah dikomando terlebih dahulu.

"Oh ya Vin.Gimana,Apa kamu sudah berhenti tawuran??"Tanya Ayahnya lagi yang mengarahkan omongannya ke Devin.

"Seperti yang anda mau,bukan.Saya akan berhenti melakukan itu agar anda tak mengirim saya keluar negeri."Jawab Devin yang membuat Ridwan dan Bastian kaget.

"Luar negeri??."Tanya Bastian.

"Jadi ancaman Ayah efektif.Kalau begini,sejak dulu saja saya lakukan."Ucapan Ayahnya benar-benar membuat Bastian tak habis pikir dengan Ayahnya.

"Saya sudah kenyang.Terima kasih atas makananya."Ucap Devin yang segera bangkit dari duduknya.Bastian mengikutinya dari belakang.

****
Devin berhenti dipinggir kolam renang luas rumahnya,ia lalu duduk dibangku disana.

"Apa ini Vin.Luar negeri apa maksudnya??"Tanya Bastian yang baru saja datang.

"Apa ini alasanmu menghentikan semua aksi konyolmu??"Lanjut Bastian mendekati Devin.

Devin mengganguk.

"Aku senang jika kau berhenti.Tapi bukan karena ancaman dari ayah Vin."Ucapan Bastian membuat Devin menoleh.

"Aku harus apa.Aku melakukan itu semua agar mereka memperhatikan kita bukan sibuk dengan karir mereka.Namun,semua sia-sia."Ucap Devin dengan penekanan nada tak beraturan.

"Itu salah Vin.Mereka selalu perhatian dengan kita."

"Bukan kita tapi kakak dan Ridwan.Aku,siapakah aku??"Bahkan ketika aku sudah mempunyai impian sebagai Dokter.Ayah bilang aku harus belajar ekonomi-ekonomi dan ekonomi.Tapi,Kenapa dia biarkan kamu dan Ridwan meraih impian kalian.Aku cemburu."Ucap Devin mengebu-gebu.

"Karena dia ingin engkau menuruti maunya.Karena ayah tahu kalau kamu keras kepala."Lanjut Bastian dengan memperjelas semua ucapannya.

"Sudahlah."Ucap Devin, kemudian mengambil sebuah benda kotak dari saku celananya dan mengeluarkan sebatang rokok dari dalamnya.Ia kemudian menyalakannya dengan korek yang ia ambil dari saku yang sama.

"Lo cemas."Tanya Bastian yang masih berdiri diambang kolam renang itu.

"Lo selalu tahu bukan.Gue begini karena apa."

Bastian menoleh ia selalu kaget melihat orang di sampingnya ini.
Ketika Devin sudah menghisap asap dari batang tembakau itu pelan.Devin terlihat begitu kejam, inilah wajah yang Bastian lihat ketika Devin sedang pulang dari tawuran,Wajah saat Devin sedang menancap gas saat kebut-kebutan di jalan.

"Jangan jadikan semua ini pelarian."

"Apa lo pikir semua ini pelarian.Bukan."Sergah Devin akan peryataan saudaranya itu.

"Kau bisa menipu orang lain.Tapi bukan aku.Ini bukan Devin yang gue kenal.Devin manja dan keras kepala.Bukan pelanggar peraturan.Sudah lah hentikan akting mu itu.Aku telah, muak.Melihat mu babak belur,melihatmu terluka."Ucap Bastian agak prontal membayangkan sikap adiknya itu beberapa tahun belakang.

"Tidak,Ini belum selesai."

"Kau ingin apa??.

Devin telah meletakkan batang tembakau itu pelan.Ia melihat bayangannya sendiri di air kolam.

"Benar,ini bukan Devin."lirihnya pelan.

"Sudah lah semua usaha mu menarik perhatian mereka.Hanya membuat mu semakin jauh dari mereka."

Bastian berdiri dan berjalan pelan meninggalkan Devin.Devin hanya menatap dari belakang.

"Andaikan gue bisa kayak lo Kak.Gue pasti bahagia.Tapi semua ego gue gak bisa diam melihat mereka seperti itu.Gue pengen hidup kita kayak dulu Kak.Saat ayah selalu pulang bawain makanan buat kita dan mama selalu tersenyum manis menyambutnya."

****
Bastian sejak tadi hanya melamun di depan wastafel kamarnya menatap bayangannya sendiri dari cermin.

"Dasar munafik.Lo sendiri muna.Lo liat adik lo menangis pun lo hanya bisa diem."

"Arkkkk."Teriak Bastian sambil menahan amarahnya.

Bastian lalu masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Ia mengambil sebuah figura, dalam figura itu ada sebuah foto usang bertahun-tahun lalu.

"Aku bahagia disini.Devin Bahagia dan Ridwan juga bahagia."Lirihnya melihat tiga anak kecil dalam foto berbackround pantai itu.

"Sekarang.Hancur....."

Pyarrrrrrrr

Suara kaca pecah dari pigura itu.

"Aku lelah.Aku harus gimana?"Ucap Bastian meremas rambutnya keras.

****
N/A
Haaaaaiiiii readers....

Iam come back,Udah lama yah kagak dinext.

Maklum lah ya masih anak sekolah,kebanyakan tugas.Karena lagi liburan USBN kakel.So,langsung di Next deh.

Don't forget to comment and vote.

Melodius Voice(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang