HoD 1

628 74 15
                                    

"HAHAHAHAHAHA...."

Tawa Kaisar Qin menggelegar. Dia tak mempedulikan senyum masam putranya yang duduk bersila dengan rikuh. Permaisuri Baoyu juga berusaha menyembunyikan tawa dibalik lengan hanfunya yang lebar.

"Itulah akibatnya jika terlalu lama tidak mengunjungi keluargamu sendiri, Zhang Tongmu."

Pria yang disebut namanya justru menyeringai kearah Xinlong yang melihatnya waspada.

"Tapi anda membesarkan dan mendidik Huangtaizi dengan benar, Bixia. Dia sangat mawas diri dan tangkas." Zhang Tongmu mendorong jubah kebesaran Qin milik Pangeran Xinlong kehadapan Kaisar Qin.

"Ah..." Sisa-sisa tawa kaisar Qin masih terdengar. "Putramu Yongjin telah berhasil melatihnya kalau begitu."

Xinlong melongo. Dia tidak menduga kepala pengawalnya adalah putra dari pria nyentrik ini.

"Putra Mahkota, perkenalkan, ini adalah paman Zhang Tongmu, kakak ibumu. Dia sebenarnya mewarisi Kerajaan Zhu tapi lebih memilih menjadi penyair. Jarang sekali ada orang seperti dirinya. Kau pasti terkejut karena baru kali ini kalian bertemu setelah bertahun-tahun."

"Dia sudah lupa betapa sering aku menggendongnya saat masih bayi."

Kaisar Qin kembali tertawa mendengar itu.

"Putraku terlalu waspada kadang-kadang, kakak. Maafkan sikapnya," ungkap Permaisuri.

"Waspada itu bagus." Tongmu menoleh lagi pada Xinlong. Matanya berkilat tajam. "Sudah seharusnya dia bersikap begitu."

"Aku masih penasaran bagaimana kau mengenalinya."

"Hanya orang bodoh saja yang tidak mengenali jubah kebesaran serta hiasan dikepalanya. Anak ini tidak seharusnya keluar tanpa pengawalan seperti tadi dengan pakaian yang mencolok."

"Ehem...." Permaisuri Baoyu menatap putranya. "Kau dengar itu, Pangeran? Beruntung tadi hanya pamanmu, bagaimana jika orang yang berniat jahat padamu?"

"Aku minta maaf."

"Boleh aku bicara dengannya? Hanya berdua."

***

Xinlong merasa canggung dipandangi sedemikian rupa. Selama ini hanya huangdi, huanghou, huangtaihou dan Yongjin saja yang diperbolehkan menatapnya secara langsung dan terang-terangan. Para saudara dan selir ayahnya lebih sering menunduk, menjaga pandangan mereka. Tapi pria ini menatapnya seolah menyeliki pendosa yang mungkin saja akan dijatuhi hukuman mati.

"Kunyah."

Dia memberikan bunga berwarna putih dari kantong kain yang tergantung dipinggangnya. Xinlong bergeming.

"Kunyah saja, Pangeran."

Dengan ragu Xinlong menerima bunga itu. Kelopaknya kecil, bunganya pun ternyata sudah kering. Xinlong mengunyahnya, terasa seperti manisan. Tidak ada yang aneh.

"Hem..."

Tongmu mengusap janggutnya. Alisnya berkedut dan hampir menyatu. Bekas luka dipelipisnya membuat Xinlong bertanya-tanya apa yang dulu terjadi pada pria ini. Dia masih tidak percaya Yongjin anak dari orang ini.

"Tubuhmu kebal racun ternyata. Pertahanan yang bagus. Siapa saja yang tahu soal ini?"

"Aku dan ayahanda. Lalu.... Anda."

"Aku akan merahasiakannya demi pertemanan kita."

Sejak kapan mereka berteman? Xinlong mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Sejak kau lahir kita sudah berteman."

Xinlong terkejut. Darimana orang ini bisa membaca pikirannya?

"Dari wajahmu," kekeh Tongmu. "Belajarlah mengontrol mimik wajahmu, Yang Mulia. Orang akan mudah membaca anda. Melihat raut anda tadi, tanpa perlu keahlian membaca pikiran pun orang akan tahu apa yang anda pikirkan."

"Paman... Benarkah paman ayah Yongjin gege?"

"Kenapa? Apa ketampananku tidak menurun padanya?" Pria itu tertawa geli.

Menurut Xinlong dia tidak tampan. Terlebih janggut lebat dan bekas lukanya itu membuatnya tampak mengerikan.

"Zhang Yongjin mewarisi wajah ibunya." Pria itu mengenang masa silam. "Aku merasa berdosa sudah membuat hidupnya menderita. Istriku dibunuh saat berusaha menyelamatkannya, dan pengawalku berhasil membawanya kesini."

Xinlong akhirnya mengerti kenapa kasim Tao terlihat begitu hormat pada Yongjin melebihi yang seharusnya dilakukan kasim pada kepala pengawal. Pria itu sudah bekerja di Istana Dalam jauh sebelum Xinlong lahir. Dia pasti tahu siapa Yongjin sebenarnya.

"Aku merasa gagal karena tidak berhasil melindungi mereka. Kuletakkan takhtaku demi dia dan ibunya. Istri yang paling kucintai telah tiada, untuk siapa aku bertahan disana?"

"Apakah Yongjin gege tidak ingin merebut kembali Zhu dari mereka?"

Tongmu berlutut, menyamai tinggi badan Xinlong. Dia mencengkeram kedua pundak pangeran kecil itu dan berkata, "Orang yang membalas dendam harus menggali dua lubang kubur."

Aaahahahahaa.... Alohaaa.... Bonus nih, aku update awalnya. 😆
Nih Zhang Yongjin buat kalian cemuuaa 😂

Heart of The Dragon《Qianxi-Shinhye》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang