(5) Naya & Sakit Perut-nya

22 1 1
                                    

------

Naya menoleh ke sekeliling ruangan mencari keberadaan Neina untuk meminta kunci mobil dan keluar dari gedung ini. Lagian kalo harus menunggu Neina mengobrol dengan teman-temannya pasti akan sampai larut malam. Naya tidak akan kuat menahan malu setelah kejadian di atas pelaminan pengantin barusan. Dan mood nya sudah rusak malam ini berkat Devan.

Ah dia benci kakak tirinya itu. Selain kaku ternyata dia juga suka mempermalukan orang lain. Oke, Naya akan selalu ingat itu! Tampang ganteng dan keren tidak akan pernah mengalahkan sikap angkuh dan sadisnya. Dasar psikopat!!

Naya berjalan ke arah Neina setelah menemukan keberadaan si Mama yg masih asik mengobrol cekikikan tampak sangat bahagia.

Gak tau apa anaknya abis permalukan..

"Ma minta kunci mobil, aku pulang ya? Mama sama Devan aja tadi aku liat dia. Aku sakit perut Ma," Naya mulai beraksi. Neina yang awal nya asik mengobrol dengan temannya langsung berdiri memegang lengan Naya dengan tampang khawatir.

"Kamu makan berapa banyak sih? Kan Mama bilang jangan makan terlalu banyak."

Mendengar ucapan Neina Naya langsung menundukkan kepalanya merasa malu bahwa faktanya teman-teman Neina mendengar pembicaraan mereka.

"Aku lagi dapet Ma, makanya sakit perut. Aduh Ma aku udah lemes banget, minta kunci nya." Ucap Naya berbohong sambil memegang perutnya dengan tampang di lemah-lemahkan. Ah padahal Naya tidak haid sama sekali. Hanya sengaja memasang taktik agar Neina percaya.

"Aduh Naya kamu jangan pulang sendiri ya, sama Devan aja. Mama nanti sama Papa ko, kan Papa juga mau kesini."

"Tapi Ma, Naya bisa sendiri ko."

"No no, jangan sosoan. Bahaya! Biar Devan bawa kamu pulang ya." Jawab Neina tidak perduli, kemudian ia segera mengambil handphone nya dan menelfon seseorang yang sudah diyakini Naya bahwa orang itu ialah Devan.

*****

Naya lupa jika sekarang hari sabtu. Malam minggu, dan sudah pukul setengah 11 malam.
Pantas saja jalanan diluar macet.

Naya memajukan pandangannya ke depan, memperhatikan jalanan yang benar-benar padat dengan kendaraan roda 4 yang mendominasi. Ia terlihat membuang nafas tidak sabar.

Mungkin kalau Naya sedang mengendarai mobilnya sendiri, ia tidak akan sekesal ini. Naya bisa bebas menikmati kemacetan sambil mendengar musik kesukaannya dan bernyanyi sepuasnya. Tapi, kondisi yang sedang ia hadapi sekarang sungguh membuatnya jengah. Ia harus melewati kemacetan bersama lelaki kaku itu. Oh Sungguh membosankan.

Dan mengapa disaat Naya berusaha menghindar dari psiko itu, ia malah terjerumus dalam keadaan yang semakin membuatnya kesal?

Dari awal, Naya memang tidak suka ketika mengetahui bahwa ia akan memiliki kakak tiri. Dan apesnya kakak tirinya itu lelaki. Naya sudah membayangkan bahwa mereka pasti tidak akan pernah akur.

Dan benar dugaan nya.
Sekarang ia 100% yakin bahwa kakak tirinya yang bernama Devan itu tidak akan pernah menjadi 'kakak' dalam arti sesungguhnya untuknya.
Naya berjanji, tidak akan pernah menganggap Devan sebagai seorang kakak. Tolong dicatat!

"Ngapin sih lo pake acara mau segala disuruh Mama?" Ucap Naya kesal saat ia dan Devan sudah berada diperjalanan pulang.

Devan yang duduk di depan kemudi tampak tak bergeming dan fokus dengan jalan di depan.
Lagu milik Ed Sharen - Perfect terdengar mengalun pelan dan menjadi backsound dari kekesalan hati Naya sekarang, benar-benar tidak sesuai dengan suasana hatinya.

"Yang katanya 'Arsitek' sukses di Indonesia bahkan udah dikenal diluar negeri tapi kok budek ya.." Naya bergumam dengan suara yang sengaja di kuatkan dengan maksud agar Devan terpancing.
Tapi Devan tetap tak peduli, ia malah menambah laju mobilnya agar segera sampai dirumah.
Sebenarnya Devan sudah jengah dengan ucapan Naya yang kelewat lemes dan membuat kepalanya pusing. Tapi Devan memilih untuk diam karna ia yakin sedikit saja merespon maka masalah akan bertambah. Devan tidak akan kuat mendengar ocehan Naya di dalam mobil selama perjalanan pulang.
Dan jangan sampai ia menurunkan Naya dimanapun jika hal itu terjadi.

"Oh ternyata emang budek. ckck kasian.."

Devan tetap diam. Mencoba tidak perduli dan tetap fokus dengan jalan di depan.

"Sabar Devan, sabar! Bentar lagi nyampe kok."

Devan berbicara dalam hati, berusaha tetap tenang dengan sikap Naya disampingnya.

"Pantes ya ga ada yang mau.."

Devan membuang nafas, lagi. Sepertinya, ia memang harus membuat Naya diam jika tidak mau telinga dan otaknya mengalami gangguan.

"Kamu bisa diem ga sih? Dari tadi ngomel" Devan yang sudah jengah mulai angkat suara namun tetap dalam nada yang masih tenang.

"Biarin kali, mulut mulut gue, yang ngomong gue. Kok repot ya.." Naya membalas dengan suara yang sengaja dibuat seolah-olah ia sedang berbicara sendiri. Padahal ucapannya tersebut memang persis untuk membalas ucapan Devan.

Devan lagi-lagi menghembus nafas kasar. Berada dalam satu situasi bersama Naya untuk beberapa jam saja ternyata benar-benar berhasil membuat ia frustasi.

Please, Devan ingin sekali menurunkan Naya segera. Tapi, mengingat bahwa Naya dalam keadaan darurat, mungkin Devan akan terlihat benar-benar kejam.

Oh, Devan baru ingat sesuatu...

"Bukannya kamu lagi sakit perut?"

Naya yang sedang asik memandang jalanan didepan sontak melirik kearah Devan dengan tampang shock. Uh, berada di dekat Devan memang sering membuatnya shock.

"Atau jangan jangan kamu bohong sakit perutnya? Cuma pura-pura?"

Naya yang dituduh secara langsung oleh Devan refleks memegang perutnya dengan tampang memelas, ternyata ia lupa jika tadi ia sedang berpura pura sakit perut didepan Neina dan Devan.

"Duh, iya sakit. Udah cepetan bawa mobilnya gue gakuat..."

*****

YES : You Can Hold My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang