(3) Julian dan Sarah

31 1 1
                                    


------

Naya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin kampus. Mencari Sarah, orang yang sudah beberapa tahun belakangan ini ia akui sebagai sahabatnya.

Sebenarnya, Naya bukan tipe orang yang punya banyak teman dekat. Ia cuma punya beberapa saat disekolah nya dulu, tapi itu juga tidak berlangsung lama. Entah memang Naya tipe orang yang cepat melupakan teman atau mungkin temannya lah yang tidak membutuhkan nya.

Naya membuang nafas lemah ketika dilihatnya Sarah melambaikan tangan kearahnya sambil sesekali melemparkan flying kiss kearahnya. Kelakuan sahabatnya itu tidak pernah normal, batinnya.

"Haiiii Kana," Sapa Sarah yang berjalan kearah Naya dengan cengiran khas nya. Sambil merentangkan tangan ingin memeluk.

"Stop ya panggil gue Kana, please!" Naya berjalan ke arah meja kosong di kantin itu, meninggalkan Sarah yang ingin memeluknya dan malah menyusul di belakang. Mendudukkan diri di bangku hadapan Naya.

"Oh iya, gimana tadi bimbingan nya?"

"Kena semprot lagi gue, gatau deh kapan lulus nya." Jawab Naya malas.

Sarah terkekeh, "Sabar ya, gue doain lo cepet cepet di acc deh ya shay" Sarah menepuk nepuk pundak Naya, masih sambil tertawa.

Sarah memang sudah duluan sidang seminggu yang lalu, sedangkan Naya boro boro di Acc, setiap bimbingan sudah 3 minggu berturut-turut selalu di semprot habis habisan oleh Pak Reno-- pembimbingnya yang super cerewet dan banyak maunya.

"Tau ah, males bahas." Naya mendengus malas. Ia segera berdiri ke arah kulkas minuman yang berada di ujung. Mengambil dua buah minuman manis lalu membayarnya.

"Trus itu si Tengil mana?" Naya kembali duduk di bangkunya, menyerahkan satu botol kearah Sarah, dan meneguk botol satunya lagi.

"Tau ah males gue sama si dungu, mau bimbingan aja kecut. Anjir lo bayangin dia dateng paling awal tapi malah kasi yang lain buat bimbingan duluan. Tau gitu kan ngapain dateng awal." Jawab Sarah kesal.
Sekarang malah gantian Naya yang tertawa.

Satu lagi sahabat Naya, namanya Julian. Cowo berkaca mata, punya kepribadian yang rada aneh menurut Naya tapi sangat ramah dan friendly, dia juga murah senyum tapi sayangnya kelewat pede. Untung ganteng.

Naya ga pernah nyangka Julian bakal terang terangan ngajakin Naya kenalan yang saat itu belum punya temen dikelas. Naya malah terjebak dengan tingkah Julian yang sok akrab padanya dan menawarkan diri untuk duduk dibangku sebelahnya sekitar 4 tahun yang lalu. Dan hampir disetiap kelas Julian selalu duduk di samping Naya, bersikap seolah olah mereka memang sudah kenal sangat lama.

-Flashback on-

"Boleh gue duduk disini?"

Naya mendongakkan kepala nya ke asal suara. Seorang lelaki berkaca mata, tersenyum manis dengan lesung pipi di wajahnya. Menunggu jawaban Naya. Namun, ia tidak melihat tanda tanda Naya akan menyahut, dengan sesegera mungkin ia duduk disamping Naya. Tidak peduli jika Naya mengizinkan atau bahkan tidak.

Naya sedikit menggeserkan bangkunya agar tidak terlalu dekat dekan lelaki itu. Sedetik kemudian, sebuah tangan kanan terulur kehadapan Naya.
Lagi-lagi Naya melihat lesung pipi lelaki itu, menambah kesan ramah dan cukup tampan untuk lelaki berkaca mata.

"Julian."

Lama lelaki itu mengulurkan tangannya, menunggu Naya membalas.

Dan, masih dengan senyuman 'khas' nya.

Naya menghela napas malas.
"Kanaya."

Dan, semenjak hari itu setiap perkuliahan yang Naya ikuti selalu ada Julian yang duduk di sampingnya. Julian selalu bercerita tentang hal-hal konyol yang awalnya dipandang garing oleh Naya dan lama kelamaan ia malah menikmatinya.

YES : You Can Hold My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang