Dia

770 67 0
                                    

Roy masih saja duduk ditempat yang sama, dipojok kamar dengan kegelapan, dengan keheningan yang yang mengaut-autkan fikirannya tentang masa lalu, dia termenung menyesali setiap tindak-lakunya pada seorang wanita yang sesungguhnya dia puja. Sosok Wanita yang sesungguhnya diharapkan semua pria, wanita sederhana, bersahaja dan sabar... dia tinggalkan dengan satu perkataan yang meruntuhkan suatu hubungan "Cerai". Malam berganti pagi, pagi berganti siang, siang berganti malam... dia hanya duduk dengan posisi yang sama hingga suara bell meleburkan segala lamunannya. Roy yang kusut berusaha bangkit, harapannya memuncak ketika ia berfikir mungkinkah itu Will? Segera ia bangkit menguatkan tubuhnya yang mulai melemah, berlari menuju arah suara itu.

Pintu terbuka lebar, Roy tertegun dengan wajah kecewa. Betapa tidak karena kehadiran Ranti tidak sesuai dengan harapannya.

"Roy..." Ranti merangkul tubuh Roy erat, memeluk leher Roy hingga tubuhnya berjinjit karena tubuh Roy yang tinggi. Roy tak membalas pelukan Ranti, dia menghela nafas dan perlahan melepas pelukan Ranti yang sempat ia sambut sebelumnya. Ranti memandang Roy heran, karena tak biasanya Roy menolak mentah-mentah tindakannya.

"Kamu ngapain kesini?"

"Ngapain? Did u know? Aku udah berapa puluh kali nelpon kamu? WA? BBM? Aku gak tau harus nyari kamu kemana...kamu tau aku berapa jam bolak-balik tanyain kamu sampe akhirnya aku bisa tau kamu ada disini...? Dan sekarang kamu tanya mau ngapain aku kesini?" Omelnya, Roy merunduk lelah.

"Aku butuh sendiri Ran...tolong fahami itu!" Jawab Roy.

"Apa yang harus aku fahami? Bukannya ini yang kamu mau? Perpisahan ini kamu yang mau... dan sekarang kamu nyuruh aku buat kasih kamu waktu lagi?" Air mata Ranti terjatuh. "Aku khawatir Roy..."

"Dulu aku fikir perpisahan ini adalah yang terbaik... aku fikir dengan aku kehilangan dia aku akan bahagia... aku fikir dengan adanya kamu lagi dalam hidup aku, aku bisa bahagia dan lepas dari masalah-masalah dan kebosananku padanya..." teriak Roy. "Aku salah Ran..." suara Roy melemah seiring jatuhnya air matanya. "Aku rindu Dia... lebih..." Ranti terpaku memandangi Roy yang sungguh-sungguh kusut dan tampak tak karuan. "Aku baru sadar betapa cantiknya ia... betapa baiknya ia... betapa luar biasa pengorbanannya... betapa hebatnya ia untukku... aku rindu semua tentang dia... aku rindu tawanya... candanya... sabarnya... omelannya... aku rindu semuanya..." Roy menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Ini waktunya kamu move on Roy... semudah kamu move on dari aku..." Ranti pelan, seolah putus asa, seolah ia terbayang apa yang dikatakan Will saat mereka bertemu. Bahwa, hubungan haram tak akan pernah bisa mengalahkan hubungan halal. Roy menurunkan tangannya dan kembali menatap Ranti.

"Kisah aku dan Will... kisah aku dan kamu... itu totally berbeda Ran... selama apapun hubungan yang tidak pernah dihalalkan akan kalah dengan hubungan halal yang hanya berapa tahun saja." Roy melemah. "Sebaiknya kamu gak usah lagi repot-repot khawatirin aku Ran... karena aku rasa aku gak bisa jadi Roy yang dulu."

Plakkkk

Ranti menampar Roy dengan hati yang penuh kekesalan.

"Jadi ini balasan buat aku yang rela nungguin kamu... Roy..." air matanya mengalir begitu saja. "Aku udah nunggu kamu lama... dan sekarang semua udah baik-baik aja kamu suruh aku lupain kamu... Lagi." Roy teridam, seolah dia tak bisa fokus mencerna segala ucapan yang keluar dari mulut Ranti.

"Aku mencintai Will... itulah kenyataannya Ran..." jawab Roy pelan.

"Seharusnya kalimat itu yang kamu tegaskan sama aku sebelum kamu berpisah dengan dia!!! Seharusnya kamu gak memberi aku harapan apapun, janji apapun! Aku masih ingat beberapa bulan yang lalu kamu bilang kalau kamu gak cinta lagi sama Will, dan sekarang dengan enteng kamu bilang kamu mencintai dia!" Teriak Ranti.

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang