DIA (Masa Lalu)

653 67 2
                                    

Mereka masih tertegun, terpaku ditempat yang sama. Will dengan tatapan kuatnya, dan Roy dengan tatapan lemah. Lama mereka terdiam ditempat itu. Hingga Will memutuskan untuk mengalah saja, ia mulai melangkahkan kakinya mendekati pintu masuk. Will mengembangkan sedikit senyumnya, senyum yang biasa dia berikan pada orang asing yang baru pertama ia kenal, senyum yang tak berarti apapun. Will berlalu begitu saja, meskipun raganya cukup lemas menahan perasaannya, perasaan yang tak Will pahami, perasaan yang sepertinya bukan cinta...namun bukan juga benci. Aroma wangi khas Will merebak menusuk hidung Roy, tak bisa ia pungkiri Will memang cantik, lebih cantik dengan balutan hijab syar'i, lebih cantik setelah mereka berpisah.

"Will..." seru Roy yang tak bisa lagi mengontrol fikirannya, tak bisa lagi menahan mulutnya untuk memanggil nama itu. Will terhenti, Roy memutar tubuhnya hingga menatap punggung Will, Will menoleh dan turut memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan dalam jarak 1 meter. "Kenzo... apa kabar?" Will mengangguk pelan.

"Alhamdulillah... Ken baik." Jawabnya dengan ekspresi datar.

"Aku pengen ketemu..."

"Aku gak pernah larang! Silahkan datang ke rumah." Tegasnya. Will kembali melihat jam tangannya. "Aku udah telat... Asslamu'alaikum!" Will berlalu begitu saja mengakhiri seketika perbincangan singkat itu. Will bergegas memasuki lift, dan memijat tombol 7 karena ruang kerjanya ada dilantai 7. Setelah pintu lift tertutup dan perlahan menutupi sosok Roy, Will yang lemas segera menyender ke dinding kaca lift. Melepaskan segala perasaan yang tak ia pahami, bukan perasaan cinta apalagi benci Will tak paham apa itu, melepaskan ketegangan yang ia tahan dihadapan Roy. Will menatap muram wajahnya di pintu lift, menatap dirinya yang masih lemah dalam menghadapi Roy, ia tutup segala prasangka itu dengan tarikan nafas berulang-ulang hingga pintu lift terbuka dan dia dapati Tiara tengah berdiri didepannya. Tiara menyambut hangat Will dengan teriakan khasnya. Will tak bisa lagi berdiam diri, ia berlari memeluk Tiara.

"Wellcome to our office Will!!!" Will tersenyum dan melepas pelukannya. "Ayo keruangan kita!" Seperti biasa genggaman tangan Tiara sangat hangat hingga membuat Will yang dikagetkan dengan sambutan Roy bisa lebih lega.

Mereka masuk ke sebuah ruangan yang cukup besar dengan tim yang sudah mulai bekerja. Aroma apel yang segar menyambut kehadiran Will yang masih berada digenggaman Tiara. Aroma yang Will suka saat masih bekerja disana, Tiara tau betul itu. Tiara tersenyum melihat Will yang memejamkan mata menikmati aroma yang ia suka.

"Lo masih suka aroma ini kan?" Will mengguk.

"Thanks my pumpkin!!!" Tiara tersenyum dan mengangguk.

"Anything for u!!!" Tiara menarik tangan Will dan memperkenalkan Will pada teman setimnya, mereka menyambut hangat Will, karena mereka sudah cukup kenal Will, bagaimana tidak meskipun singkat Will pernah tampil di televisi sebagai presenter berita yang cukup terkenal. Selain itu, karakter Will yang friendly, supel dan humble membuat Will judah berbaur dengan yang lain. Tak cukup waktu lama suasana kantor mulai hangat dan akrab.

Hari demi hari, Will mulai tebiasa dengan ritme kerjanya, dengan jadwal quality time dengan anak dan orang tuanya, dengan kesendiriannya. Hubungannya dengan Roy masih canggung, namun Roy mulai berani untuk menghampiri Ken ke Bogor. Orang tua Will sangat bijak sana, mereka mengesampingkan rasa sakit hatinya karena mereka tau ada Ken, ada Ken yang butuh orang tuanya, ada Ken yang bisa saja menjadi korban keegoisan mereka. Begitupun dengan Will, ketika dihadapan Ken ia bertingkah biasa saja pada Roy, tak ada lagi tatapan kuat, tatapannya melembut karena Will tau Ken adalah orang yang pertama akan merasakan kecanggungan orang tuanya. Will berusaha tertawa disaat ia harus tertawa dihadapan Ken dan Roy. Hingga 1 tahun berlalu begitu cepat.

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang