"A-Adam?! Pak Adam?" Aku mengulang nama itu lagi. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku saksikan.
Tidak! Apa-apaan ini?!
Lidahku kelu. Merasakan lemas yang berada di kedua lututku. Laki-laki itu..? Kenapa tiba-tiba dia berada di sana? Bahkan duduk di atas meja dengan tulisan direktur. Ah tidak―apa yang perempuan tadi katakan?!―pemilik perusahaan ini?!
Tidak. Tidak mungkin!
Bagaimana bisa?!
Seluruh pemikiran mulai berkecamuk di dalam otakku. Merasakan kepingan-kepingan puzzle yang secara acak bahkan sulit untuk disatukan. Melihat Adam di sini, sama saja dengan menambah daftar tentang kebetulan-kebetulan yang tidak lazim―di antara kami yang nyaris belum bisa kupecahkan.
"Senang bertemu denganmu di sini, Sia." Dan ucapannya berhasil membuat jantungku berdetak lebih cepat. Menambah kengerian yang entah kenapa selalu menyebar jika aku bersamanya.
Adam memandangku, sedangkan aku masih belum bisa berkata-kata lagi. Mataku terbelalak, masih syok dengan apa yang baru saja aku saksikan. Melihat Adam yang tersenyum tapi entah kenapa selalu membuatku ketakutan. Aku mundur ke belakang seirama dengan dia yang terus mendekat ke arahku.
"Maaf. Aku harus pergi." Baru saja aku meraih knop pintu untuk pergi dari ruangan ini, tiba-tiba Adam langsung meraih lenganku. Secepat kilat menutup pintu itu kemudian menarik keras tubuhku.
Tunggu. Apa yang dia lakukan!
Cepat-cepat aku menepis tangan itu. Niatku ingin mundur satu langkah untuk menghindarinya, tetapi punggungku terbentur oleh dinding.
Sial! Aku nyaris tidak percaya. Satu-satunya kesalahan yang ada di dalam hidupku saat ini adalah―aku berdiri kurang dari satu meter dari hadapannya.
"Kau tidak boleh pergi, Sia. Kau sudah menandatangani―"
"Tidak!" Aku menyela ucapannya. "Itu sebelum aku tahu kalau―"
"Kalau aku adalah Adam." Dan tiba-tiba dia ikut menyela ucapanku. Membuatku semakin merasakan kengerian yang luar biasa ketika sorot mata cokelat itu menatapku dengan begitu tajam. Cepat-cepat aku menunduk, berusaha menenangkan jantungku yang berdegup dengan sangat keras.
Tubuh Adam benar-benar tinggi. Membuatku semakin terhimpit ketika dia mengunciku. Menghalangiku ketika aku berniat untuk pergi dari sisinya.
"Apa yang kau lakukan, Pak Adam?"
"Menghalangimu untuk pergi dari sini." Dan jawabannya berhasil membuatku tidak habis pikir. Bagaimana mungkin dia bisa jujur untuk menyuarakan apa yang ada di dalam otaknya dengan mudahnya? Dia yang berdiri di sini, berpakaian setelah jas hitam resmi seperti apa yang ia kenakan tadi pagi. Memancarkan aura percaya diri yang dipadukan dengan keangkuhan yang ia miliki. Membuat paru-paruku terasa sesak tidak bisa untuk bernapas.
Betapa bodohnya aku, karena aku selalu tidak mau tahu dengan apa yang selama ini ia kerjakan. Bahkan selama satu tahun aku selalu melihatnya dengan pakaian formal seperti ini setiap pagi.
"Seharusnya aku tidak pernah menginjakkan kakiku di sini. Lepaskan saya Mr. George." Aku masih berusaha menyingkirkan lengannya yang menghalangiku untuk pergi.
"Sudah terlambat. Kau sudah menandatangani dokumen itu."
"Tidak! Aku membatalkan diri untuk menjadi asistenmu."
Hingga tanpa sadar Adam tertawa dengan begitu keras. Menarik diri lalu mundur satu langkah. "Kalau begitu aku bisa menuntutmu," dan pernyataannya berhasil membuat dahiku mengerut. "Bahkan aku bisa menuntutku seratus kali lebih banyak dari apa yang kau sangka-sangka sebelumnya. Sekali kau menandatangani dokumen itu, kau tidak bisa pergi. Kecuali kau mau membayar ganti rugi yang sudah kau sepakati." Hingga tanpa sadar mataku membulat sempurna. Mengutuk tanganku kenapa aku mau menandatangani dokumen itu tanpa berpikir dua kali.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy Next Door (TAMAT)
RomanceNamanya Adam Dia, dua belas tahun lebih tua dariku. Aku dengar, dia seorang duda. Istrinya kabur bersama dengan laki-laki lain dan hanya menginginkan hartanya. Tapi, ada yang bilang bahwa istrinya sudah meninggal. Ada juga yang mengatakan bahwa istr...