Semilir angin membelai wajah Wulan yang baru saja keluar dari dalam kost an. Nampaknya pagi hari ini langit sedang bersedih, karena awan berwarna abu menutupi warna biru mudanya.
Wulan menunggu Lia dan Clara di teras sembari memainkan ponselnya.
"Hujan ga sih?" Tanya Clara sembari mengeluarkan payung dari dalam tas nya.
"Lia mana?" Tanya balik Wulan pada Clara.
Clara menggelengkan kepalanya sambil berkata "Gatau, gue kira dia udah di luar. Dia juga ga sarapan bareng gue."
"Apa jangan-jangan masih tidur." Tebak Wulan dengan raut wajah khawatir.
"Gue di sini." Kata Lia yang kini berada di belakang Clara.
Sontak Clara dan Wulan menoleh ke arah Lia berada. "Ngagetin aja. Lo ga sarapan?"
"Gue lagi ga nafsu makan." Jawab Lia dengan ekspresi wajah murungnya.
"Ntar lo sakit lagi." Omel Wulan namun tak dihiraukan oleh Lia.
"Ohya, katanya nyokap lo udah balik dari rumah sakit. Terus besok lusa kita bakalan pindah ke perumahan." Jelas Wulan pada Lia.
Clara berjalan di paling depan, mendahului Lia dan Wulan. Hal yang tak diinginkan kemudian terjadi, dimana ada sebuah odong-odong (Mainan yang biasa dinaiki anak-anak) di arah berlawanan yang tak sengaja menambrak Clara sampai terjatuh.
"Awwww.." Rintih Clara dengan wajah yang terlihat kesal.
"Astagfirullah neng." Kata tukang odong-odong.
"Damn!" Umpat Clara.
Wulan dan Lia membantu Clara berdiri. Setelah berdiri, Clara langsung membersihkan dan membenarkan posisi roknya.
Tukang odong-odong menghampiri Clara seraya memegang kecil yang hendak diberikannya pada Clara. "Neng, gapapa?"
"Hati-hati dong mang." Keluh Clara.
"Maaf neng, saya kira ga ada orang."
"Yaudah lain kali hati-hati yah." Kata Clara sembari berlalu.
Wulan menganggukan kepalanya dan ikut berlalu menyusul Clara dan Lia yang sudah berjalan mendahuluinya. Wulan memang seperti itu, dia sangat sopan dan ramah. Dia sangat menghormati orang yang lebih tua darinya.
****
Sepulang sekolah, Lia, Clara, dan Wulan tidak langsung pulang melainkan kumpul organisasi remaja masjid dulu. Mereka sedang sibuk di organisasi yang mereka ikuti karena sebentar lagi akan masuk kepengurusan.
Lia sedang dilantik dalam bidang kaligrafi, Clara sedang dilantik dalam bidang marawis, dan Wulan dalam bidang MTQ. Mereka memiliki bidangnya masing-masing.
"Lia!" Panggil Clara sembari berjalan menghampirinya.
"Oy." Sahut Lia tanpa melirik ke arah Clara.
"Lo mah ngurusin kaligrafi terus. Kalo ada yang ngajak ngomong tuh perhatiin orangnya." Kesal Clara.
"Yaelah maunya di perhatiin aja. Kalo mau ngomong, tinggal ngomong aja, gue lagi ajarin mereka kaligrafi nih." Kata Lia sembari mengedarkan pandangannya pada adik-adik kelasnya.
Setengah berbisik Clara berkata "Mau titip salam gak?"
"Salam buat siapa?"
"Buat, Kak Fadhil? Hehe.." Jawab Clara diakhiri dengan kekehan kecilnya.
"Ga usah ah, emang nya gue cewek apaan titip salam duluan." Lia memang sudah sejak lama mengagumi Kak Fadhil, ketua rohis.
Raut wajah Clara nampak sedikit kecewa. "Yaah,, lagian kan sekarang jaman emansipasi. Jadi gak apa-apa kali kalo cewek mulai duluan."
"Oke kalo gue mulai duluan, nanti bakal direspond kagak? Lagian dia tuh islami banget kan. Pasti bakal jaga jarak sama cewek." Tutur Lia.
"Gini aja deh, gue mau titip buku gambar gue buat Kak Fadhil. Soalnya minggu lalu dia minta gue buat bikin desain jaket rohis." Lia menyerahkan buku gambarnya pada Clara.
"Sekedar informasi, Kak Fadhil hari ini bakal ikut kegiatan marawis. Dia mau ikutan main soalnya."
"Gue kesana dulu yah." Lanjut Clara sembari berlalu.
Semua terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Canda kadang terselip di antara obrolan mereka. Bergabung di sebuah organisasi adalah hal yang sebenarnya harus kita coba, karena dengan itu kita akan belajar membagi waktu, menghargai orang lain, belajar bertanggung jawab, dan masih banyak hal lain yang tentunya kita dapat dalam sebuah organisasi.
"Kak Fadhil, ini ada titipan dari Lia. Katanya itu desain buat jaket rohis." Clara memberikan buku gambar yang tadi Lia titipkan padanya.
"Oke makasih." Kata Fadhil seraya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Eh sini-sini gue liat." Celetuk Dadan yang ada di sebelahnya.
Buku gambar itu diambil Kak Dadan dengan tidak sabaran. Lembar demi lembar sudah terbuka, namun belum menemukan gambar desain jaket. Sampai tak sengaja, lembar yang bergambarkan nama Fadhil dalam tulisan arab terlihat. Dadan dan Fadhil terkejut, bahkan Clara yang masih duduk di dekat mereka juga sangat terkejut.
Jelas Clara tahu kenapa ada nama Fadhil yang digambar dengan huruf arab, karena saat membuat gambar itu Clara ada di sebelah Lia.
"Kayanya, Lia suka sama lo deh. Ciee ciee ada yang suka juga ternyata sama lo, dhil.." Celoteh Dadan.
Tak disangka sebuah senyuman kini mengembang di wajah Fadhil. "Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Nama Fadhil banyak. Biar nanti gue tanya sama dia." Kata Fadhil.
'Deg..'
Entah kenapa ucapan Fadhil tadi justru malah membuat jantung Clara seperti akan terjatuh dari tempat peraduannya. Bagaimana dengan Lia jika Fadhil menanyakannya tentang ini.
Tanpa membuat yang melihatnya curiga, Clara segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Lia.
Tujuannya ingin memberitahu Lia apa yang terjadi. Tetapi sepertinya Lia masih sibuk dengan kegiatannya. Terpaksalah Clara menunggu sampai Lia selesai berkegiatan.
"Lia, gue mau ngomong." Clara menarik lengan Lia dan membawanya ke tempat yang agak sepi.
"Apaan?" Tanya Lia heran.
Belum sempat Clara menjelaskan apa yang terjadi, Fadhil datang menghampiri mereka.
"Lia, bicara sebentar yuk." Ajak Fadhil.
Lia memegang tangan Clara sebelum pergi hendak bicara dengan Fadhil.
"Ada apa kak?" Tanya Lia canggung.
"Emm,, mau nanya aja. Gak sengaja saya liat gambar-gambar kamu di sini, karena kebetulan si Dadan yang ngebuka-bukanya. Terus ada nama Fadhil yang dibuat kaligrafi. Takut ada fitnah, itu bukan Fadhil saya kan? Saya juga sebenernya yakin kalo itu bukan Fadhil saya. Tapi si Dadan pikirannya ngawur. Hehehe.." Entah mengapa Fadhil merasa kikuk saat itu.
Berbeda dengan Lia yang sangat gemetar saat itu, jantungnya berdebar tidak seperti biasanya. Lia sungguh lupa kalau di buku gambarnya yang itu ada kaligrafi yang mengukir indah nama Fadhil.
"Yaudah kalau gitu." Fadhil kemudian berlalu.
"Tunggu kak!"
"Katanya nanya, saya belum jawab kakaknya sendiri malah pergi."
"Eh maaf-maaf." Kata Fadhil sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.
"Itu nama Fadhil keponakan saya kak. Kakak tenang aja, jangan gelisah kaya gitu. Keliatan loh gelisahnya. Kalau gitu saya tinggal yah. Assalamualaikum." Lia tersenyum lalu berjalan berbalik arah.
"Waalaikumsalam."
"Lia makasih..." Teriak Fadhil membuat Lia menengok ke belakang.
"Desain jaketnya bagus." Lanjut Fadhil dan kini mereka sama-sama mengukir senyuman di wajah mereka.
Segera Lia memegang dadanya, merasakan degup jantungnya yang sangat terasa.
****
Bersambung,
Voment jangan lupa..
Tetep stay yah 😊
Makasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul of Lia, Clara, Wulan
Teen FictionTentang persahabatan yang dipenuhi cerita cinta. Tentang jiwa dan rasa yang selalu disembunyikan. Tentang tiga tokoh wanita yang selalu kompak dalam menyusun perasaan mereka masing-masing. Tentang pertemuan, kagum, cinta, harapan, berhenti, dan mel...