Soul 6

13 6 0
                                    

Ketika mulut memilih untuk diam, bagaimana dengan hati yang terus memberontak untuk sebuah pengungkapan.

***

Clara mempersiapkan jadwal pelajaran untuk hari Senin. Sekitar pukul 21.00 WIB, Clara masih berkutat dengan bukunya. Setelah mempersiapkan kepulangan ayahnya kembali ke Jakarta, dia langsung terjun pada pelajaran yang harus dia siapkan untuk esok hari. Pelajaran untuk besok adalah matematika dan fisika, dimana ada tugas mandiri di kedua pelajaran itu.

Lagu yang diputar di ponsel milik Clara mengusir keheningan yang tercipta. Suara itu juga melenyapkan suara denting jam setiap detiknya.

Desir pasir di padang tandus
Segersang pemikiran hati
Terkisah ku di antara
Cinta yang rumit

Bila keyakinanku datang
Kasih bukan sekedar cinta
Pengorbanan cinta yang agung
Kupertaruhkan

Ayat-ayat cinta (Rossa)

Bibir Clara ikut bergerak sesuai dengan lirik dari lagu itu. Menghayati setiap kata dalam lirik itu, seakan ikut tenggelam ke dalamnya. Sedangkan matanya masih menelusuri angka-angka yang terbangun dalam sebuah rumus matematika. Rumus yang pasti namun sulit dimengerti.

"Kenapa sih, padahal kan matematika itu rumus yang pasti, tapi sulit dimengerti. Bagaimana kabarnya dengan perasaan? Sesuatu yang belum pasti, tapi selalu hinggap di pikiran dan hati." Gerutu Clara di tengah kegiatan belajarnya.

Hanya satu lagu yang terus diputar, sampai Clara selesai belajar.

'Drrrttttttt..'

Ada beberapa pesan whatsap yang belum terbaca olehnya.

Clara membalas satu per satu pesan itu, sampai pesan terakhir yang dibukanya adalah pesan dari Gina teman SMA nya yang dulu pernah satu SMP dengannya.

Gina:
Ra, gue mau jujur sama lo. Karena gue ga tau mau cerita ke siapa lagi soal ini.

Clara:
Kenapa?

Tanpa menunggu lama, Gina sudah membalasnya.

Gina:
Gue suka sama Ardit, dan kemaren gue minta buat ketemuan sama dia. Kebetulan dia lagi ada di Bandung, di rumah tantenya. Gue cuman mau jalan berdua sama dia.

Clara mengurungkan niatnya untuk mematikan ponselnya, dan kembali membalas pesan dari Gina.

Clara:
Serius lo suka sama dia?

Clara tak percaya bahwa Gina menyukai Ardit sama seperti dirinya.

Ada perasaan tak enak saat mengetahui hal itu. Bagaimana bisa Gina dan dirinya sama-sama menyukai Ardit, padahal sebelumnya Gina juga sudah mengetahui bahwa Clara menyukai Ardit.

Ardit, teman SMP nya dulu, dia sosok yang ramah dan tentunya selalu bersikap baik pada siapapun. Wajahnya yang hitam manis menambah pesonanya. Jadi tak heran kalau banyak yang menyukainya, termasuk Clara dan bahkan sekarang Gina pun juga menyukainya.

Gina:
Serius, ngapain gue bohong. Ohya, kalau gak salah lo juga pernah suka kan sama Ardit? Mungkin sekarang rasa itu udah hilang. Sekalipun belum hilang, lo bisa kan jaga perasaan gue?

Clara:
Oke, anggap aja gue udah gak suka sama Ardit. Lantas buat apa lo cerita ke gue?

Clara mulai kesal dengan tingkah temannya itu.

Gina:
Gue mau minta pendapat lo, misal kalo gue ngungkapin rasa ke dia gimana? Apa itu ga berlebihan?

Clara:
Menurut lo? Gini ya.. Kalo lo ngungkapin rasa itu, dan dia ga ngerasa hal yang sama, apa lo ga malu? Secara dia tuh cowok, dan kalau dia emang suka sama lo dia bakal langsung bilang tanpa perlu lo yang duluan ungkapin itu.

Setelah pesan itu terkirim, tak ada lagi balasan yang Gina kirimkan untuk Clara.

***

Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Clara, Lia, dan Wulan sedang menyantap sarapannya. Belum ada obrolan yang tercipta di meja makan itu, selain suara dentingan sendok yang mengenai piring berulang-ulang. Sebelum akhirnya Lia yang membuka obrolan di antara mereka.

"Nanti sore gue ga pulang bareng kalian yah.. Soalnya gue pulang lebih awal dan bakalan pergi ke kolam renang dulu." Kata Lia santai.

"Mau ngapain?" Tanya Clara dengan polosnya.

"Mau renang lah, lo kira gue mau ngapain ke kolam renang? Mau mancing, gitu?"

Clara terkekeh pelan. "Hehehe, iya sih."

Sarapan mereka berakhir dengan satu gelas susu putih. Mereka segera berangkat sekolah dengan menaiki angkutan umum seperti biasanya.

Perjalanan mereka kini lebih singkat, karena jarak rumah baru mereka dengan sekolah tidak sejauh tempat tinggal mereka dulu.

"Ra, kok lo bengong aja sih dari tadi?" Tanya Wulan yang peka akan kondisi sahabatnya itu.

Clara lantas menoleh ke arah Wulan sembari menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Cerita aja kali, jangan menyimpannya sendiri." Celetuk Lia sembari mengangkat kedua alisnya yang tipis itu.

Clara malah tertawa ketika melihat wajah Lia. "Gue gak apa-apa, Li." Bantah Clara.

"So, kalau lo emang gak apa-apa.  Kenapa sikap lo beda dari biasanya. Bukannya lo itu paling bawel yah?" Ujar Lia namun tak ditanggapi oleh Clara.

"Tuh kan, lo diem." Tambah Lia.

Wulan kemudian menyentuh tangan Lia yang ada di hadapannya. Mengisyaratkan untuk diam. Untungnya, Lia faham dengan maksud Wulan yang menyuruhnya untuk diam itu.

Seperti biasanya mereka melakukan rutinitas mereka selama di sekolah. Namun bedanya, kali ini Clara lebih banyak melamun. Berbeda dengan biasanya yang selalu terlihat ceria.

Jari Clara mulai bergerak di atas layar ponselnya yang menyala itu. Mencari sebuah nama yang ingin dia hubungi. Entah mengapa, dia kini khawatir soal Gina. Apa mungkin dia cemburu?

Dia kini sangat penasaran akan apa yang sedang dilakukan Gina, apa rencana bertemunya dengan Ardit terlaksana?

Clara menuliskan pesan singkat untuk Gina. Namun dia merasa ragu, jika dia mengirimnya sama saja dia mencampuri urusan orang lain, tapi jika tidak,  rasa penasarannya akan membunuhnya perlahan.

Clara:
Gina lo lagi apa? Jadi ketemu sama Ardit nya?

Satu pesan terkirim pada Gina. Clara menggigit jari telunjuknya, dia sangat ragu kali ini.

Gina:
Gue lagi di sekolah, nanti malem gue ketemuannya.

Benar-benar, kali ini Clara tak bisa berfikir jernih. Sudah jelas sekarang masih sekolah, kenapa dia bertanya hal semacam itu pada Gina.

Clara sampai menertawai dirinya sendiri. Beginikah dirinya jika berurusan dengan cinta? Cinta pertamanya yang masih menjadi cinta sampai saat ini.

Sesuatu yang terpendam sangat dalam di lubuk hatinya. Ingin rasanya dia mengungkapkan itu semua, tetapi dia hanyalah seorang perempuan yang memilih untuk diam. Dia tak tahu apa yang dirasakan lelaki itu, yang jelas cinta itu hadir tanpa harus memastikan hadirnya rasa yang sama pada seseorang yang kita cintai.

****

Bersambung,
Tunggu chapter selanjutnya yahh..

Tetep stay dan jangan lupa tinggalkan jejak di sini guys.. 😄

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Soul of Lia, Clara, WulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang