2019
Sarah menghela napas sambil merenggangkan otot-otot lengannya, berharap penatnya sedikit saja dapat berkurang, sampai tiba-tiba saja ia mengantuk berat. Untung saja ketiga pekerjaannya hari ini telah selesai. Setiap hari ia bekerja di tiga tempat sekaligus, pagi-pagi sekali dia menjadi OG disalah satu perusahaan besar di Jakarta, mengepel, menyapu, membersihkan kaca, dan lain-lain yang menjerumus pada pekerjaan bersih-bersih. Siang hari ia bekerja di salah satu kedai kopi ugly mug coffee. Menjelang malam Sarah berkerja menjadi sopir taksi.
Sekali lagi, Sarah menghela napasnya dengan berat dibalik kemudi, sambil memandangi poto yang tersemat pada liontin kalungnya, poto keluarga saat semuanya masih baik-baik saja. Ada Ayah dan Mama nya yang cantik dan tampan disana, dengan Sarah kecil yang begitu cantik berada diantara keduanya. Tapi sayang, sekarang semua tidak sama lagi, semuanya benar-benar berubah.
Sarah bergerak turun dari taksi dengan warna dominan biru itu, dan berdiri kaku didepan jendela sebuah kedai penjual televisi yang telah tutup. Pantulan bayangannya di kaca jendela mau tak mau membuatnya merendah diri lagi.
Sarah memperhatikan, dari mulai Rambutnya, yang benar-benar kacau balau, bujur kaku tak terurus berwarna kuning mencolok mengerikan. Kemudian, ia meraba wajahnya yang bertekstur kasar, dan di beberapa tempat terdapat benjolan kecil, jerawat. Sarah juga mengakui wajahnya benar-benar kusam karena tak pernah memakai krim untuk sekedar melembapkan wajah, dan bahkan terdapat freckless disana yang membuat beberapa orang memancarkan sorot kebingungan saat melihatnya, karena kenapa orang berkulit kusam seperti dirinya memiliki freckless? Jawabannya jelas sekali, karena sebenarnya Sarah orang kulit putih. Hanya saja, akibat berjemur, tak terurus, dan selalu bekerja tanpa henti, wajahnya jadi terbakar sinar matahari, berubah merah dan lama-kelamaan menjadi kusam.
Dua belas tahun yang lalu, ia tinggal bersama bibi Jessy, hidupnya layak, sampai tiba-tiba Jessy menikah, dan tak begitu perduli lagi padanya. Sarah harus bersikap dewasa untuk tidak selalu merepotkan Jessy dan akhirnya dia memilih tinggal sendiri dirumahnya saat sudah berumur tujuh belas tahun.
Sarah mengusap wajahnya dengan frustasi, dia tak boleh lagi bersikap cengeng. Dia menoleh jam ditangan kanannya, jam baru menunjukkan pukul sembilan malam, tapi ia tidak berminat lagi untuk melanjutkan pekerjaannya mencari penumpang.
Dengan langkah lemah Sarah masuk kedalam taxi, berniat langsung ke terminal untuk menghakhiri pekerjaannya hari ini.
***
2019, Kediaman Keluarga Johnshon.
"Daddy.. Daddy." rengek gadis kecil berumur lima tahun itu
"Iya, kenapa?" balas Damian malas, putri kecilnya itu selalu saja mengganggunya jika sedang bekerja. Damian menoleh sebentar, dan mendapati Aira berjalan kearahnya sambil menyeret boneka beruang berukuran besar miliknya.
"Daddy tahu tidak, tadi disekolah ada pertemuan orang tua. Teman-teman Aira semuanya ada Mommy dan Daddy. Tapi Aira..."
"Aira, kan Eugene sudah Daddy perintahkan datang ke sekolah Aira." ucap Damian berusaha sabar, dia beralih menatap putri semata wayangnya yang sekarang sedang mencebik menatapnya.
"Eugene itu pembunuh, Daddy!" teriak Aira "Tadi, Daddy-nya Elsa gendong Aira dan malah ditonjok sama Eugene!"
Damian melongo mendengar penuturan Aira, memang seharusnya dia tidak menyuruh Eugene untuk hadir ke pertemuan sekolah TK Aira, karena Eugene sebenarnya hanya cocok menjadi tukang pukul. Tapi, Damian benar-benar dibuat pusing dengan Aira kemarin, karena meminta 'Mommy' hanya karena pertemuan sekolah.
"Ah.. iya maafkan Daddy. Seharusnya Daddy yang datang tadi " ucap Damian merasa bersalah, dia bergerak menggapai Aira bertubuh mungil itu, baru saja ia akan memeluk Aira, sampai derap langkah mengacaukan fokusnya.
"Damian.. Damian.." suara berat itu menampakkan wujud, lelaki bertubuh besar dengan setelan jas hitam, berdiri diambang pintu.
"Tadi saya tidak sengaja meninju salah satu wali murid." ucapnya tegas,
"Kenapa Eugene gak minta maaf!" ucap Aira kesal, Eugene yang baru sadar akan kehadiran Aira terlihat sedikit syok, dia membungkuk sedikit, berusah berbalik meninggalkan ruangan.
"Ahh.. Sa-saya permisi sa..."
Bluk
Brak
Damian menghela napasnya, Eugene sekarang dibuat kelimpungan harus menghindar dari lemparan Aira. Aira melempar apapun yang ada dihadapannya, boneka, vas bunga Damian, pulpen.
"Jangan menghindar Eugene, biarkan dia puas mengenaimu, maka dia akan berhenti." ucap Damian menggunakan bahasa yang tidak dipahami Aira. Eugene mengangguk dan dengan sengaja mengenai dirirnya dengan barang yang melayang dari tangan Aira.
Srek
"Bodoh! Kenapa kau sengaja ketika dia melempar penggaris besi!" geram Damian menatap Eugene yang sekarang memegangi dahinya yang berdarah.
"Ah.. Saya refleks mengikuti perintah mu, Damian." balas Eugene, setidaknya dia dapat bernapas lega karena Aira sudah berhenti melemparinya.
"Keluarlah."
Eugene mengangguk, kemudian menghilang dari ambang pintu "Sayang, jangan berlaku kasar begitu, perempuan harus anggun, dong."
"Itu masih tidak sepadan dengan tangisan Elsa tadi!" teriak Aira tak terima
"Okey, baiklah. Jadi kamu marah sama Daddy sekarang?" tanya Damian menggendong tubuh Aira dan menududukannya di sofa.
"Marah!" ucap Aira cemberut, menyilangkan kedua lengannya didepan dada, menunjukkan bahwa dia sedang marah, yang malah terlihat sangat menggemaskan.
"Okey, Daddy akan lakukan apapun biar kamu gak marah lagi"
"Beneran Daddy?!" tanya Aira dengan wajah berseri-seri
"Benar." angguk Damian yakin "Daddy akan turuti kemauan kamu."
"Aira mau Mommy!" pinta Aira tegas dengan sorot mata memohon
"Mo-mommy?!" mata Damian terbelalak kaget, dia lupa keinginan terbesar anak perempuannya itu adalah memiliki ibu "Ah.. ya-yang itu tidak bisa, sayang" ucap Damian salah tingkah, sesekali menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Aira dengan wajah sendu "Semua teman Aira punya Mommy, kenapa hanya Aira yang tidak punya?"
Damian mengsuap wajahnya frustasi "Kamu punya sayang, hanya saja.. hanya saja..." kepala Daminan berputar tujuh keliling mencari-cari alasan yang masuk akal untuk diberikannya pada Aira.
"Sudahlah, Daddy pasti tidak mau mengatakannya." balas Aira "Tapi, Aira mau tahu Mommy Aira seperti apa?"
Pikiran Damian berputar ke enam tahun silam, dimana gadis berambut coklat yang ia cintai dan berniat akan menikah ketika melahirkan anaknya, malah meninggalkannya tanpa sepatah katapun, dan lebih parahnya perempuan itu selingkuh!
"Mommy mu itu..." dada Damian naik turun berusaha sabar walau emosi telah memuncak sampai keubun-ubunnya mengingat Carla, Mommy Aira yang telah mengkhianati mereka berdua "Dia itu jelek, kulitnya tidak terurus, rambutnya kacau, pakaiannya lusuh, dan.. dan..." perkatannya benar-benar berbanding terbalik dengan penampilan Carla, Damian mendesah pelan, bayang-bayang Carla tak pernah terlupakan di memori otaknya, gadis tercantik diuniversitasnya dulu.
"Mommy Aira jelek?" tanya Aira dengan mata melotot
"I-iya..."
"Kalau Aira ketemu Mommy, Mommy ingat tidak sama Aira?" tanya Aira lagi, Damian menggeram dalam hati, kepalanya sudah cukup pening mencari-cari jawaban dari pertanyaan Aira.
"Yah... Umumnya sih..."
"Pasti ingat dan akan kasi Aira lollipop kan, Daddy!" balas Aira dengan tersenyum lebar dan mata berbinar.
"Cukup Aira Johnson! Jangan terlalu banyak berharap, Mommy mu tidak akan kembali, tidak akan pernah!" desis Damian kesal.
♕♕♕
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs.Johnson
RomanceSarah Evans, perempuan yang biasa-biasa saja, jauh dari kata cantik apalagi kaya, banting tulang kerja sana-sini demi sesuap nasi, yang selalu saja mengeluh ketika berkaca, dan mengumpat kesal karena penampilannya, tapi? siapa sangka, karena penamp...