Chapter six (jangan takut)

96 6 0
                                    

Aku mendekati pohon itu perlahan-lahan. Tak ada daun satupun dari pohon ini tapi meskipun begitu pohon ini tidak membusuk ia bahkan masih berdiri dengan kokoh. Aku mulai menyentuh pohon itu.

"Tolonglah, aku takut"

Tubuhku mulai mengigil ketika mendengar suara itu. "King!"

"Dia ketakutan," ucap King dengan wajah mendung.

Aku mengusap-usap batang pohon itu sambil berucap "Jangan takut, tak akan ada lagi yang menyakitimu."

"Sella, apa otakmu mulai bergeser," Karen mengerutkan dahinya mendengarku berbicara sendiri.

Aku mengabaikan Karen dan tetap mengusap-usap batang pohon ini berusaha untuk menenangkannya. Perlahan tapi pasti daun-daun hijau mulai tumbuh dari ranting-ranting pohon itu dan tak butuh waktu lama pohon itu terlihat hidup seperti pohon yang lainnya.

Kulihat semua orang disekitarku menatap kearahku atau lebih tepatnya kearah pohon yang baru saja aku tenangkan. Tak terkecuali Karen, ia mundur beberapa langkah lalu terduduk lemas. "Bagaimana kau melakukannya," ucapnya yang malah terdengar seperti penyataan bukan pertanyaan.

Aku merasa ada sesuatu yang menyentuh bahuku. Ketika aku menengok tampak sebuah apel berwarna merah dari salah satu ranting. "Untukku? Terima kasih," setelah aku mengambil apel tersebut, ranting itu langsung kembali keposisinya. Muka datar masih setia hinggap diwajahku saat aku menjauh dari pohon itu. Aku melempar-lemparkan ke udara apel pemberian tadi dengan sikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Mengabaikan tatapan untukku dan tetap berjalan santai.

End Rosella POV
*****
Karen POV

Sulit dipercaya pohon kehidupan telah kembali. Doa seluruh klan hijau selama sepuluh tahun kini terkabulkan dengan cara tak terduga. Kalau tahu seperti ini, sudah kubawa Sella kesini dari dulu. Senyuman terus mengembang diwajahku, bukan cuma aku saja tapi semua orang diklan hijau. Aku merasa seolah kehidupan baru akan muncul.

Kreakkk, kudengar suara kursi disebelahku. Masih dengan wajah tanpa ekspresinya Sella duduk seolah-olah tak terjadi apapun.

"Berhenti melihatku seperti itu, aku lapar." Nada dingin memang tak pernah lepas darinya.

"Oh selamat pagi nona Giovani," leader klan hijau atau paman Sam menyapa Sella yang tengah memakan sarapannya.

"Pagi Leader klan hijau," Sella mengucapkannya dengan sangat formal. Setelah Sella mengucapkan itu, suasa kembali hening. Bahkan aku yang biasanya cerewet ikut diam. Bukan karena suasana tegang tapi berbicara ketika sedang makan adalah hal yang tidak sopan dalam keluargaku.

"Kami klan hijau sangat berhutang budi padamu. Bagaimana kami dapat membalasnya. Katakan apa kau menginginkan sesuatu. Aku akan mengabulkannya," paman Sam mengucapkan itu dengan ketulusan yang teramat jelas.

Senyum tipis terlihat samar diwajah Sella tapi aku dapat melihatnya. "Taruh batu ini didekat pohon kehidupan, itu keinginan saya. Saya ijin permisi saya sudah selesai sarapan," setelah memberikan batu itu pada paman Sam, Sella pergi menjauh dari ruangan ini. Saat Sella tak terlihat lagi, aku mengalihkan pandanganku kearah pamanku yang terlihat terkejut.

"Paman, ada apa?" Aku sedikit khawatir dengan ekspresinya itu.

"Kau tahu batu apa ini?" Aku menggeleng menjawab pertanyaan paman Sam. "Ini batu pelindung. Bukan, ini bukan batu pelindung biasa. Ini mustahil."

"Apa maksud paman?" Aku masih terlalu bingung untuk memahami pikiran paman Sam.

Paman Sam menghembuskan napas dengan kasar lalu menjawab "Batu vega, batu yang dianggap sebagai mitos. Batu ini terkenal akan kekuatan pelindungnya. Tak ada satu kekuatanpun yang dapat menerobos pelindung ini." Aku mendengarkan penjelasan Paman dengan mulut terbuka. Bukan hanya terkejut oleh fakta didepanku tapi kini timbul sebuah pertanyaan siapa Sella sebenarnya.

End Karen POV
*****
Death Angel POV

Petikan lyra dari jemariku mengalun lembut dibawah sinar rembulan. Suara gemericik mata air didekatku menambah kesan tenang disana. Sreakk, sreakk aku mendengar langkah kaki berat menghampiriku.

"Ada apa?" Tanya seseorang berjubah coklat tua dengan lambang naga emas.

"Bagaimana keadaan disana?" Aku masih memainkan lyraku saat bertanya.

"Semuanya baik," kulihat ia akan mengatakan sesuatu lagi namun diurungkannya. Aku menatap mata goldnya dengan tajam seolah berkata cepat katakan apa yang kau pikirkan. Hembusan napas terdengar jelas darinya. "Rakyatku ingin anda kembali, Putri." Ia berkata dengan hati-hati. Hening langsung menghinggapi kami. Aku bahkan telah menghentikan permainan lyraku

"Kau boleh pergi," kataku setelah beberapa saat. Pria berjubah coklat tua itu pergi dengan rasa kecewa. Ia berubah menjadi naga bersisik emas sebelum pergi meninggalkanku.

Aku meletakan lyraku disampingku dan berjalan ditepi bukit. Pemandangan indah langsung menyapaku. Rasa sesak hinggap dipunggungku, tak mau merasakan sesak lebih lama aku melepaskan beban yang membuatku sesak. Setelah itu muncul sepasang sayap dipunggungku. Aku merenggangkan sayapku dengan aura penuh intimidasi diatas bukit Vela. Jubah hitamku bergoyang-goyang tertiup angin malam. Dibawah langit kelam ini, aku masih bisa mendengarnya. Suara jeriran penuh dengan derita. Setetes air mata mengalir dipipiku. Semuanya belum selesai, justru permainan sebenarnya belum dimulai.

End Death Angel POV
*****
Rosella POV

Akhirnya selesai juga. Aku baru saja mengekstrasi sari apel pemberian pohon kehidupan kedalam botol kaca bening. Sudah kuduga apel ini bukan apel biasa, lihatlah sari apel ini berwarna spring green. Aku tersenyum puas dan memasukan botol itu ketempatnya semula.

"Rupanya kau disini," senyumku langsung hilang begitu terdengar suara Karen masuk keruangan ini. Seperti biasa aku langsung memasang muka datarku kembali. "Sebentar lagi makan siang, aku akan mengenalkanmu pada sepupuku. Dia dari klan biru. Kau tahu sendirikan ibuku dari klan biru. Ya bisa dibilang aku ini pencampuran dua klan..."

"Kapan gadis ini bisa diam," King mengatakannya dengan nada penuh putus asa.

"Andai aku bisa membungkamnya," jawabku datar.

"Sudahlah lupakan itu. Aku masih tak mengerti jalan pikiranmu. Ini semua terlalu terburu-buru. Giov jika mereka sampai mencium keberadaanmu semua rencana kita akan hancur." Jarang sekali King mau berbicara panjang lebar seperti ini. "Dan astaga! Bisakan kau menjauh dulu dari para leader! Aku tak peduli itu leader yang memimpin sekarang atau leader penerus kau harus menghindarinya! Aku yakin mereka mulai mencurigaimu. Terutama matemu."

"Aidan?" Aku tak mengerti jalan pikiran King. "Apa maksudmu?"

"Apa kau lupa, kau sempat menyebut qwe dihadapan Aidan." Deg, astaga bodoh bagaimana aku sampai melupakannya. Rasa khawatir mulai menjalar keseluruh tubuhku.

"Sella," Karen mengguncang tubuhku membuatku memutuskan mindlink dengan King. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat."

"Aku baik-baik saja," ucapku setelah dapat mengendalikan diri. "Ayo kita makan aku lapar." Aku bangkit dari kursiku dan berjalan keluar meninggalkan Karen dengan mulut terbukanya.

"Eh tunggu!" Teriak Karen menggema disepanjang koridor ini. Aku mengabaikannya dan terus berjalan menuju ruang makan.

Sepanjang perjalanan Karen masih sibuk mengoceh tak penting. Aku mengabaikannya dan memilih untuk melihat tanaman-tanaman hias disepanjang dinding yang ku lakui. Dinding disebelah kananku terbuat dari kaca sehingga membuat sinar matahari dapat masuk. Selain itu jendela-jendela besar nampak terbuka, mengirim hawa sejuk kedalam rumah. Tiba-tiba, buk...

My adventure in academyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang