Chapter nine (mine)

9 0 0
                                    

Rosella POV

Tak berapa lama kemudian, kami sampai dipusat pengobatan klan hitam. Claudy telah diperiksa dan sekarang terbaring diatas ranjang putih dengan perban hampir mengelilingi seluruh tubuhnya.

"A, anu..." kulihat Laura berusaha mengucapkan sesuatu. "Ehem, te,terima kasih," ucapnya dengan gugup.

"Kenapa?" Tanyaku dengan singkat. Dapat kulihat kerutan kecil didahinya. Aku sedikit menghela napas sebentar. "Kenapa menyembunyikan hal itu?"

Tepat disaat aku mengatakannya, manik itu langsung memancarkan lara yang begitu mendalam. Air mata mengalir dipipi mulusnya. "Dia tak menginginkanku," ada nada getir yang berusaha ia samarkan.

"Dia merejecmu?"

"Tidak!" Bantahnya cepat, "Tapi..." Laura terdiam cukup lama. "Dia... mengabaikanku."

Clek, tepat saat itu Natha muncul. Senyum licik langsung tercetak diwajahku bersamaan dengan ide liar diotakku. "Nanti malam ikut dengan ku ke Mega's Club!" Ajakku atau lebih tepatnya perintahku pada Laura. Laura hanya terdiam bingung. Mega's Club merupakan salah satu club malam yang terkenal akan keliarannya. Disini banyak unmate male maupun female dengan paras yang menggoda. Banyak orang yang diabaikan maupun direjec matenya datang kemari mencari pasangan lain.

Disiai lain, Natha seperti makan cuka meskipun raut wajahnya tidak berubah aku bisa melihat dari sinar matanya. Aku menahan tawaku sekuat tenaga. Setelah hening beberapa saat, aku menarik Natha keluar dan melambaikan tangan kearah Laura tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Natha terus mengikutiku hingga kami tiba ditempat sepi dan hanya kami berdua. "Batalkan janjimu!" Desak Natha to the point dengan raut wajah seperti memakan segalon cuka. Sementara aku hanya tertawa tanpa henti. "Silla, tolong batalkan yaa! Atau bagaimana jika Natha memberimu satu permintaan terserah Silla mau minta apa." Mohonnya semakin membuatku geli. Aku masih terdiam sambil mengetuk-ketukan jariku didagu. "Baiklah bagaimana dengan dua permintaan," tawarnya lagi namun aku masih terdiam. "Kalau begitu tiga," Natha tak menyerah.

Aku memandangnya dengan sebuah pandangan putus asa. "Kak Laura itu cantik tapi sayang punya mate seperti..." kataku terputus masih menatapnya dengan pandangan tersirat dan wajah Natha semakin buruk. "Huh, kalau Natha ga mau sama kak Laura, Silla carikan aja kak Laura pasangan lain," jawabku dengan nada polos. "Lagi pula Silla dengar unmate di Mega's Club berkualitas! uhhh.. Silla tak sabar mengajak kak Laura. Silla pergi dulu, bye bye Natha!" sambungku dengan wajah penuh senyum.

End Rosella POV
*****
Nathanial POV

Matahari baru saja terbenam mempersilahkan kegelapan untuk menguasai langit. Didalam ruang kerjaku aku berusaha untuk terus fokus, tetapi aku tak bisa berkosentrasi pada dokumen didepanku. Perkataan Silla terngiang-ngiang diotakku. Sial, upat batinku.

"Kenapa kau masih diam! Jangan biarkan mateku pergi!"amuk Brave dikepalaku. Hati dan logikaku terus bertarung dibenakku. Ada pro dan kontra yang harus kupertimbangkan matang-matang. "Dasar bodoh! Aku tak mau menjadi unmate, oh.. mateku tersayang!" Brave semakin berisik membuat kepalaku semakin pening. Satu sisi aku tak mau kehilangan mateku dan satu sisi lain aku ingin menjaga keamanannya. "Apa kau begitu lemah hingga tak bisa menjaga mate kita huh?"tantang Brave semakin berani.

"KAU!" Aku menggeram marah tak terima hinaan Brave. Setelah terdiam beberapa lama akhirnya hatiku mengalahkan logikaku. Aku berjalan dengan setengah sadar dan kini aku telah tiba didepan kamar Laura. Dapat kucium aroma Laura yang kental dari sekitarku. Tanganku mengangkat ingin mengetuk tapi tertahan dan kembali turun. Aku hanya mondar-mandir didepan kamarnya selama lebih dari satu jam. "Dasar bodoh! Biar aku saja!" gertak Brave berusaha mengambil kendali diri.

"DIAM!" Bentakku padanya memblokir usahanya. Setelah menghela nafas beberapa kali aku mengetuk pintu kamar. Jantungku berdetak dengan kencang setiap detiknya. Mungkinkah aku terlambat, batinku menyesal. Tapi tepat saat itu kulihat pintu mulai terbuka. Seiring terbukanya pintu harum vanila dan coklat yang memabukkanku semakin kuat. Kulihat Laura menundukkan kepala entah karena malu atau takut padaku.

"Leader.." ucapnya dengan suara halus semakin membuat jantungku berdebar. Aku mulai memfokuskan pikiranku yang sempat hilang ketika dia memanggilku.

"Kau tak membiarkanku masuk," tanyaku atau lebih tepatnya sindiranku.

"Eh tentu silahkan masuk Leader," jawabnya mempersilahkanku masuk. Kamarnya cukup luas dengan warna hitam mendominasi.

"Kamar yang bagus," puji Brave.

"Ya.." balasku pada Brave tapi kataku terputus ketika aku tersadar melihat gaun semitransparan yang sedang dipakai Laura. "Kau.." ucapku dengan segudang emosi kepada Laura.

"A, aku.." Laura tergagap tak tahu harus berkata apa.

Tiba-tiba bayangan Laura memakai gaun ini dilihat oleh puluhan unmate male hinggap dikepalaku membuat hatiku terasa panas. Tanpa aba-aba aku langsung memeluk Laura dengan erat. "Jangan pergi," mohonku dengan suara serak. Dapat kurasakan Laura terdiam tak bergerak dipelukkanku, tak menolak maupun membalas pelukanku. Semakin lama emosiku semakin tak terkendali, kuangkat Laura dan kuletakkan diranjangannya dengan aku diatasnya. Kubiarkan naluriku mengambil alih dan malam ini aku menandainya, menyatakan pada dunia bahwa wanita dipelukkanku hanya milikku, mine.

End Nathanial POV
*****
Author POV

Disebuah pulau yang tersembunyi berdiri istana tepat ditengah-tengah pulau itu. Istana yang didominasi kegelapan dan nuansa yang begitu mencengkam. Awan gelap memenuhi langit seakan tak mengijinkan cahaya Matahari untuk menembusnya. Diatas sebuah singgasana duduk seorang pria paruh baya dengan aura kegelapan yang mengelilinginnya. Dia menatap lurus pada seorang pemuda yang berlutut dihadapannya. Keheningan serta suasana menegangkan telah menguasai aula itu."Dimana gadis itu?" Tanyanya dengan suara penuh ancaman.

Pemuda itu menatap lurus mata pria paruh baya tersebut dan menjawab "Dia telah mati."

Sepintas kata-katanya seorang tidak ada kebohongan, tetapi pria paruh baya tersebut telah memiliki segudang pengalaman yang dapat mengidentifikasi kebohongannya. "Buat dia bicara!" Tintahnya dengan leader voice. Dua prajurit dibelakang pemuda itu langsung menyeret pemuda tersebut keruang introgasi dengan kasar.

"Ayah serahkan tugas ini padaku," tiba-tiba pemuda lain disamping pria paruh baya bersuara memecah keheningan.

Pria paruh baya itu menatap lekat putranya. Putranya telah tumbuh dengan pesona yang bahkan bisa memutuskan ikatan sepasang mate. Ia memakai pakaian hitam yang menambah keagungan dari aura hitamnya. Tetapi aura yang ia keluarkan tak sekuat pemilik aura hitam kebanyakan, kemungkinan besar karna ia telah kehilangan separuh jiwa kegelapannya. Meskipun begitu kekuatannya bisa dianggap seorang genius. Pria paruh baya tersebut menatap lebih tajam lagi dan kembali teringat akan peristiwa ketika separuh jiwa putranya menghilang. "Tak perlu, fokus saja pada peningkatan kekuatanmu," ucapnya setelah mengakhiri tatapannya pada putra kesayangannya.

"Tapi ayah.."

"QWE!" Pria paruh baya tersebut meninggikan suaranya penuh peringatan.

"Baik ayah." Meskipun Qwe mengiyakan perintah ayahnya, dalam tatapan matanya terlihat sekelebat rencana rumit yang mulai ia susun.

End Author POV

My adventure in academyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang