Emma mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja sambil menyeruput jus alpukat yang ada di hadapannya. Pandangannya tidak lepas dari seorang laki-laki yang saat ini sedang duduk di depannya. Rambut hitam, tinggi, kulit putih, senyumnnya manis, tipe laki-laki yang akan ditaksir oleh banyak perempuan. Entah Orion, Bima Sakti, atau apalah namanya tadi, yang pasti sesuatu yang berhubungan dengan nama galaxy. Mungkin juga Galaxy Grand? Jika mereka bertemu dalam waktu, tempat, dan skenario berbeda, bisa jadi dia akan menaruh hati pada laki-laki di depannya ini. Sayangnya kehidupan nyata tidak pernah seperti apa yang dibayangkan.
Sudah hampir setengah jam mereka duduk di dalam cafe ini dan sudah hampir lima belas menir sejak laki-laki ini selesai menceritakan semua hal tentangnya. Tentangnya, garis bawahi itu. Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh laki-laki aneh ini, kedua orang tua mereka, tidak, coret bagian itu. Lebih tepatnya Bundanya dan kedua orang tua laki-laki itu menjodohkan mereka berdua sebagai bentuk persahabatan mereka yang telah berlangsung hampir dua puluh tahun, mungkin lebih, Emma tidak begitu peduli.
Dulu mereka adalah teman sekolah semasa kuliah. Dia bilang mereka berdua pernah bertemu saat mereka masih kecil. Sayangnya, otak Emma tidak mengingat kejadian itu. Tidak terlalu penting. Dan akhirnya, di sinilah dia, duduk di dalam sebuah cafe bersama dengan laki-laki-galaxy. Jika bukan karena Mas Dimas dan Mas Ditto yang memaksanya untuk datang kemari dan jika bukan karena acaman Bunda akan menutup semua jatah uang makan siang Emma selama tiga bulan, dia tidak akan pernah duduk di sini bersana dengan laki-laki aneh ini.
"Jadi katakan lagi kenapa kita berada di sini..," kata Emma sambil memainkan sedotan di depannya.
"Karena kita akan bertunangan?" tanya laki-laki itu.
"Bukan. Yang lain lagi,"
Dia memiringkan kepalanya sejenak, "Ahh.. karena kedua orang tua kita ingin mempererat persahabatan mereka!"
Damn! Apakah kehidupannya tidak akan bisa lebih gila lagi dari ini? Pertunangan? Pertunangan? Bahkan Mas Dimas dan Mas Ditto saja belum memiliki pasangan mereka masing-masing. Kenapa harus dia?
Emma menghembuskan napas berat dan kemudian beranjak dari kursi.
"Sepertinya Bunda salah menyurun anak perempuannya," kata Emma sambil memberikan penekanan pada kata anak perempuan, "Seharusnya kamu menemui Nana, bukan aku," kata Emma sebelum dia beranjak meninggalkan tempat itu.
"Tunggu,"
Langkahnya terhenti saat tangan laki-laki itu tiba-tiba saja telah melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Tidak mungkin salah. Kamu Emma, kan?"
Emma menoleh ke arahnya, "Lalu?"
"Mama bilang calon tunanganku bernama Emma dan kamu yang ada di cafe ini hari ini. Jadi tidak mungkin salah orang, kan?" tanya laki-laki itu sambil mengembangkan senyumnya.
"Mungkin tidak," jawab Emma sambil melepaskan tangan laki-laki itu, "Kecuali kami mau bertungan dengan seorang lesbi. That's your choise," kata Emma sebelum melangkah keluar meninggalkan cafe itu.
**
Emma Tsalasa Wijayadinata atau biasanya lebih suka dipanggil dengan Em. Saat ini dia duduk di depan seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah Bundanya. Hampir dua jam Bunda menceramahinya karena tindakan yang telah dia lakukan pada seorang laki-laki yang Bunda jodohkan padanya siang tadi. Dia tidak mengira berita ini akan cepat sampai ke telinga Bunda. Meski dia tahu bahwa Bunda selalu memiliki sumbernya di mana saja. Well, yang kali ini lebih cepat dari mantan-calon-tunangan-nya terakhir kali yang membutuhkan waktu tiga hari sebelum Bundanya tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Today, Yesterday, and Tomorrow
JugendliteraturDimas, kakakku yang tercinta, bilang kalau semua cerita cinta yang ada di semua novel cinta itu hanya fiksi. Tidak pernah ada sebuah cerita cinta mengharukan seperti Romeo and Juliet yang menurut kebanyakan orang sangat romantis, cerita cinta yang s...