#Day4 : Tied Together

490 8 2
                                    

Emma menarik napas dalam dan kemudian menghembuskannya. Sudah enam hari ini dia hidup di asrama sebagai mahasiswa kedokteran dan itu artinya sekarang adalah akhir minggu. Setiap akhir minggu setiap mahasiswa dibebaskan dari asrama. Mereka boleh kembali ke rumah masing-masing atau tetap di asrama dan begitu pula dengan Emma. Saat ini dia sedang duduk di kursi belakang Porsche kuning milik Betha bersama dengan Nana yang duduk di depan bersama dengan kakaknya. 

Emma menyandarkan kepalanya ke belakang sambil memejamkan kedua matanya. Beberapa hari terakhir ini dia pikir dia telah berhasil membuat Andro membatalkan pertunangan mereka. Namun, ternyata Andro masih membiarkan pertunangan ini berjalan. Meski Emma telah melalukan berbagai macam hal yang dia pikir mampu membuat Andro membencinya. Sayangnya laki-laki itu tetap tidak bergeming. Dia masing saja memiliki label 'tunangan' di kepalanya. 

"Kemaren kamu bilang kalau kamu nggak bakal pulang lagi?" kata Betha. Dia menoleh ke kaca sekilas dan kemudian kembali memandang ke depan. 

Emma hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Betha. 

"Kenapa? Makan ludah sendiri ya?" tanya Betha saat dia tidak mendapatkan jawaban dari Emma. 

"Kakak..," kata Nana di samping Betha, mencoba memperingatkan kakaknya agar tidak bertengkar dengan Emma. 

Emma membuka matanya dan dia menatap ke depan. Dari tempatnya duduk, Emma mendapati Betha sedang menatapnya tajam dari kaca depan. 

"Kalau aku bisa kabur, aku udah kabur dari kemaren," jawab Emma singkat. 

"Uwaaa~ Tuan Putri ternyata bisa menjawab pertanyaan rakyat jelata," kata Betha, "Kenapa? Kamu nggak berani ya? Takut nggak dapet uang saku selama tiga bulan? Kasian," 

"Kak..," kata Nana sekali lagi, "Jangan mulai aneh-aneh," 

"Aneh-aneh? Enggak kok. Aku cuma ngingetin Tuan Putri satu ini sama kata-katanya dia dulu gimana," jawab Betha. 

Emma menahan keinginannya untuk memutar kedua matanya dan dia hanya mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dari kaca samping itu, Emma bisa melihat sebuah pagar besar berdiri kokoh mengelilingi sebuah rumah besar berwarna putih dengan banyak bunga-bunga yang mengelilinginya. Mulai dari mawar, melati, anggrek, aster, hingga lili. 

Calla lilly, Emma melihat bunga itu di antara bunga-bunga lain yang tertanam di pekarangan rumah itu. Tumbuh di antara bunga-bunga lain yang mengelilinya. Entah kenapa Emma tiba-tiba saja ingat salah satu kejadian yang berhubungan dengan bunga itu. Sudah lama sekali ya? Emma langsung menggelengkan kepalanya dan mencoba menepis kenangan itu. Kenangan yang paling ingin dia lupakan. 

"Kita sudah sampai, Tuan Putri," kata Betha setelah dia menghentikan mobilnya di depan rumah besar itu.  

Emma keluar dari mobil itu secara perlahan sambil menata jarik yang dikenakannya. Perlahan-lahan dia keluar dari Porsche kuning itu. Salahkan semua ini pada Bundanya. Jika bukan karena Bunda dan adat Jawa-nya, saat ini Emma pasti telah menggunakan jeans, converse, dan kaos. Itu adalah pakaian ternyaman yang selalu Emma gunakan. Namun, kali ini karena 'pertunangan' itu, Emma harus mengenakan kebaya dan jarik pilihan Bunda-nya. Sungguh menyebalkan. 

Kebaya Emma berwarna putih gading. Garis lehernya sedikit rendah, tetapi tidak terlalu rendah hingga menimbulkan kesan tidak sopan. Pada bagian leher kebaya ini terdapat beberapa payet-payet kecil. Begitu pula dengan bagian ujung lengan dan bagian bawah kebaya. Sebenarnya bagi Emma kebaya ini sama saja dengan kebaya yang lain, tidak ada bedanya. Sebuah baju yang Bunda-nya pilihkan. 

** 

Andro berjalan keluar dari kamarnya saat Mbok Yem memberitahunya bahwa calon tunangannya telah datang bersama dengan keluarganya. Dia mengenakan setelah jas hitam dan rambutnya ditata sedikit lebih rapi daripada biasanya. Langkahnya mantap saat dia menuruni anak tangga yang berujung di ruang tenang rumahnya. 

Today, Yesterday, and TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang