"See.. everyone is happy for us," bisik Andro di telinga Emma.
Emma menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sisi kanannya itu. Dan benar saja, sebuah senyum telah mengembang di wajahnya bersama dengan sorot matanya yang entah kenapa berhasil membuat Emma tidak mengalihkan pandangannya dari dua manik mata coklat itu. Dia terdiam selama beberapa saat hingga Andro menarik tangannya dan mengajaknya duduk.
Deg! Deg! Deg! Emma terdaim, sepertinya saat makan malam tadi dia salam makan dan jadi deg-deg-an seperti ini. Jika bukan karena itu lalu apa? Mana mungkin hanya karena melihat sorot mata Andro dan senyumnya itu tiba-tiba saja detak jantungnya menjadi tidak karuan seperti ini. Tidak mungkin ini cinta. Bagi Emma, kata-kata 'cinta' dan segala hal tentangnya hanya untuk anak-anak kecil seperti Aimee, gadis kecil yang saat ini duduk di antara dirinya dan Andro.
"Paa.. ini Mamaaa?" tanya Amiee polos sambil menoleh ke arah Emma.
Andro tersenyum. Dia mengangkat Aimee dan memangkunya. Aimee mangamati Emma dengan kedua mata hitamnya. Emma tersenyum sekilas dan kemudian mengulurkan tangannya pada Aimee. Gadis kecil itu langsung mengambil tangan Emma dan berpindah pada Emma.
"Kamu tanya sendiri ya, sayang," jawab Andro.
Emma menatap Andro tajam, seolah berkata bahwa dia yang harus menjawab pertanyaan itu. Namun, Andro hanya tersenyum jahil dan mengelus rambut Aimee.
"Mamaa?" tanya Aimee lembut.
Emma kelabakan saat Aimee menanyakan hal itu. Baginya, ini adalah hal tergila yang pernah dia lakukan seumur hidupnya. Bertunangan dengan seorang laki-laki yang dijodohkan oleh Bundanya dan ternyata laki-laki itu telah memiliki seorang anak angkat, anak dari mendiang kakaknya yang meninggal dalam sebuah kecelakaan bersama dengan istrinya. Akhirnya tunangannya itulah yang membesarkan anak mendiang kakaknya itu dan menjadi seorang ayah.
"Liat... Aimee aja langsung nempel terus sama Emma. Kalian emang jodoh deh katanya," kata Ummi Andro yang langsung disambut dengan tawa dari orang-orang yang ada di dalam ruangan itu.
Emma menoleh pasrah pada Andro dan laki-laki itu kembali tersenyum padanya.
**
"Selamat yaa, Mbul. Akhirnya kamu tunangan. Malah ngeduluin Mas Ditto sama Mas Dimas,"
Emma mengendus kesal saat mendengar kata-kata itu. Mbul adalah singkatan dari Gembul, panggilan sayang dari kedua kakaknya karena dulu saat Emma masih kecil, dia sangat gendut dan sering menjadi bahan ledekan kedua kakaknya.
Setelah acara menyebalkan tadi, sekarang Emma langsung merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya dan menelpon kedua kakaknya saat dia sampai di dalam kamarnya saat dia sampai di rumahnya.
"Kok selamat sih? Harusnya bela sungkawa!" gumam Emma.
"Kok bela sungkawa?" tanya Ditto, kakak keduanya yang saat ini berada di Solo untuk mengambil profesi dokter pada salah satu universitas negeri di sana.
"Iya lahh.. Aku kan terpaksa ngelakuin ini. Acara ngambekku gagal total. Marah pun nggak didenger. Yang ada aku di sel dan dipancung sama Penyihir Tua itu..,"
"Huusshh! Pamali bilang kayak gitu," kata Ditto sambil setengah menahan tawa, "Itu Bunda lhoo yang lagi kamu omongin. Yang ngelahirin kamu, Mas Dimas, sama Mas Ditto,"
"Iya deh.. Mas Ditto yang sayang sama Bunda. Aku sama Mas Dimas aja kalo gitu yang sayang sama Oma seorang. Ya nggak, Mas Dim?"
"Hmmm," jawab kakak pertamanya itu. Dari balik suara Dimas, Emma bisa mendengar suara-suara gergaji, kayu, dan palung saling bersusulan. Sepertinya kakaknya ini sedang dalam rutinitasnya seperti biasa, membuat manekin-manekin untuk tugas, kalau tidak untuk usaha kecilnya di Semarang. Dimas memang selalu seperti itu saat mereka bertiga telpon, sibuk dengan dunianya sendiri. Dia hanya me-loudspeaker telponnya dan menjawab sekali dua kali saat ditanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Today, Yesterday, and Tomorrow
Fiksi RemajaDimas, kakakku yang tercinta, bilang kalau semua cerita cinta yang ada di semua novel cinta itu hanya fiksi. Tidak pernah ada sebuah cerita cinta mengharukan seperti Romeo and Juliet yang menurut kebanyakan orang sangat romantis, cerita cinta yang s...