Yoongi berusaha agar Jimin tidak mengetahui siapa yang akan menghabisi nyawanya. Manusia kotor bernama Sophie Han yang telah melemahkan hati Jimin justru tidak sudi melakukannya dengan cepat.
—
Seharusnya aku lebih waspada.Seharusnya aku tidak lengah dengan kehidupan nyaman di sekolah itu.
Seorang pemburu tetap berada di dalamnya.
Terdengar derap beberapa pasang kaki menuju ruangan ini. Hanya aku dan Jimin yang tersisa, aku tidak tahu bagaimana nasib yang lain tapi Jimin sudah sekarat. Ia sudah terlalu banyak terkena peluru.
“Pergilah, Yoongi-ah!” Jimin memegangi dadanya yang berlumuran darah. Makhluk pemangsa seperti kami kini terkapar tak berdaya karena ulah manusia kotor itu. Sial!
Aku berdecih, sejak kapan ia boleh memerintahku?
Pintu terbuka dengan paksa. Mereka berjumlah tiga orang. Jika perkiraanku benar, maka gadis itu juga merupakan bagian dari mereka. Selama ini aku berusaha mengenyampingkan kemungkinan itu karena—Aku melirik Jimin yang tampak kehabisan napas. Jimin seharusnya tidak selemah itu. Manusia terkutuk itu melemahkan hatinya.
Ketika bangsa kami jatuh cinta, tidak peduli berapa pun lamanya, perasaan itu akan tetap sama, pada orang yang sama, meski jika pada orang yang salah sekalipun. Jimin dan aku mengetahuinya, namun gadis itu tidak. Kalau bukan karena Jimin pasti aku sudah memangsa gadis itu sebelum dirinya dan komplotan kotornya melakukannya.
Sesuai perjanjian yang dibuat terdahulu, vampire yang tidak memangsa manusia tidak akan diburu, tapi ada apa dengan para pemburu ini? Pasti ada seseorang jahat yang berdiri di balik mereka. Mereka bergerak karena perintah. Semua pemburu mengetahui isi perjanjian itu. Mereka memang kotor tapi tidak ada satu pun dari mereka yang tidak mampu membedakan vampire pemangsa manusia dan tidak.
“Mereka teman sekelasmu kan?”
Brengsek!
Aku tidak kenal suara laki-laki itu. Tapi aku yakin satu anggota mereka adalah gadis itu.
“Keduanya sudah sekarat, membosankan.” timpal anggota lainnya sambil melakukan peregangan.
Nyawa kami sudah sekarat dan dia melakukan peregangan dengan wajah penuh napsu membunuh! Dasar makhluk hina!
Aku masih ingin mempercayai bahwa itu bukanlah gadis itu. Gadis antisosial berkacamata berbingkai tebal yang telah melemahkan Jimin. Sejak awal aku merasa ada yang berbeda dengan aura gadis itu. Ia membiarkan dirinya diperlakukan semena-mena di sekolah bukan karena ia lemah. Ia hanya tidak ingin menjalin hubungan apapun dengan para penghuni sekolah. Aku pikir itu karena dia antisosial, tapi ada beberapa hal janggal yang selama ini berusaha aku kesampingkan dan lagi-lagi karena Jimin. Dasar tidak berguna.
Tapi Pemburu itu memang gadis itu. Alisnya yang hampir menyatu ketika mengerutkan dahi. Tatapannya yang dingin dan tanpa emosi. Itu jelas gadis tidak berperasaan itu!
Paling tidak aku harus mencari cara agar Jimin tidak mengetahui siapa yang mengakhiri hidupnya.
“Mereka bukan pemangsa manusia.” Gadis itu bersuara.
Kedua temannya langsung terbahak. “Siapa yang peduli?” Ujar salah satu diantara mereka yang mengenakan penutup wajah. “Perintah tetap saja perintah.”
“Kita tidak bisa melanggar isi perjanjian itu.”
“Kau tidak sanggup membunuh mereka karena makhluk kotor itu adalah teman-temanmu?”
Brengsek, kau yang makhluk kotor! Manusia bodoh!
“Mereka bukan temanku. “ Gadis itu berbalik. Bajunya sudah berlumuran darah. Apakah ini yang selama ini ia lakukan di luar sekolah ketika tengah malam? Jadi ini penyebab luka-luka yang sering ia dapat. Apa-apaan rumor yang mengatakan bahwa ia sering disiksa oleh orang tua angkatnya. Rumor yang membuat Jimin merasa perlu melindunginya. Sudah aku duga dia bukan gadis lemah.
DORR!!!
“Bergerak satu langkah lagi, kau yang akan mati Sophie!” Salah satu temannya membuka masker yang ia kenakan.
Sophie melirik lantai kayu yang bolong akibat tembakan oleh teman satu team-nya.
“Tidak peduli meskipun kau anak ketua!”
Sophie bahkan memiliki kekuasaan yang tidak pernah aku bayangkan.
Aku berusaha menarik tubuhku menuju ke tempat Jimin. Semoga ia tidak menyadari siapa gadis itu.
“Aku yang akan membunuh mereka.” Sophie kembali berbalik ke arah kami. Memandang aku dan Jimin secara bergantian tanpa emosi. Tatapan yang sama yang selalu aku lihat di sekolah.
Aku berusaha melindungi Jimin dengan tubuhku. Sophie berjalan angkuh melewati kedua temannya yang tampak puas dengan hasil provokasi mereka. Ia menarik pedang dibalik punggungnya dan melumurinya dengan racun.
Ketika tangan Sophie terangkat untuk membuka maskernya aku menahan kakinya. Ia boleh membunuh kami tapi tidak dengan memberitahukan identitasnya kepada Jimin. Jimin tidak boleh mengetahui siapa dirinya. Jimin tidak boleh mengetahui siapa yang membunuhnya.
Dengan kekuatan terakhir aku berusaha merangkak. Memeluk kaki Sophie. “Jangan, tolong jangan!” Aku berkata lirih. Sial, racun yang sebelumnya mengenai dadaku mulai bereaksi. Dan aku yakin sekali tusuk dari pedang Sophie kami akan segera tamat.
Sophie menatapku dingin. Ia paham maksudku. Tapi itu tidak menghentikannya. Dengan mudahnya ia melewatiku karena pertahananku yang hampir tidak bertenaga. Ia membuka maskernya tanpa sepatah kata pun. Tatapannya tetap sama. Dingin dan tanpa emosi. Apa ia akan tetap seperti itu ketika menghabisi kaum kami? Meskipun orang itu adalah Jimin sekalipun?
Aku bisa melihat keterkejutan di wajah Jimin. Namun sedetik kemudian Jimin tersenyum. Jangan bilang kalau Jimin?
Hah Sial! Kemampuan indera penciuman Jimin lebih tajam dariku. Seharusnya aku tidak lupa akan hal itu. Jimin pasti juga menyadari aura yang berbeda dari Sophie. Gadis itu memang manusia biasa, tapi manusia yang mampu membunuh vampire memiliki aura berbeda. Pada level tertentu seorang vampire langsung bisa menyadarinya.
Sejak awal Jimin sudah mengetahui siapa Sophie. Sial! Apa bagusnya dari gadis ini?
Kedua teman Sophie tampak menahan napas menanti aksi Sophie. Mereka pasti sudah terbiasa dengan pemandangan Sophie yang berlumuran darah menghunuskan pedangnya untuk membunuh vampire. Tapi sebelumnya Sophie sempat ragu. Melihat latar belakang Sophie sebagai anak ketua, tentu ia dilatih secara khusus, gadis itu pasti tidak pernah ragu sebelumnya.
“Hai.” Itu suara Jimin.
Sophie tetap melangkah. Tidak ada keraguan di dalam langkahnya. Seorang pemburu seperti mereka memang dilatih untuk tidak kenal ampun. Sophie salah satunya.
“Senang bisa melihatmu.” Itu masih suara Jimin.
Sophie masih melangkah, namun tempo pergerakannya melambat. Tatapannya tetap dingin, pedang itu masih dipegangnya dengan yakin. Beberapa langkah lagi ia akan sampai di tempat Jimin.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasa menjadi orang yang tidak berguna. Sophie brengsek. Seharusnya ia membunuh Jimin dengan cepat.
“Semoga kita bisa bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik. Aku senang mengenalmu, Soph—“
CRASHHH
Sophie menghunuskan pedangnya. Kepala Jimin terkulai di pundak Sophie. Sekuat tenaga Jimin berusaha menggerakkan tangannya untuk memeluk Sophie yang berlutut di hadapannya. “Sophie Han.” Itu kata-kata terakhir Jimin dan laki-laki bodoh itu tersenyum.
Aku hanya bisa pasrah ketika Sophie menarik pedangnya dan bergerak ke arahku. Cih, aku tidak pernah menyangka akan berakhir di tangan manusia kotor seperti Sophie Han.
Jika di kehidupan selanjutnya kita bertemu, akan kupastikan aku yang memburunya.
- The end -
Next aja ya guys 😘