Pukul 6 pagi. Selama itu aku hanya duduk bersandar pada headboard springbed dan menyelimuti kakiku.
Semalaman aku tidak tidur karena mimpi itu. Mimpi tentang di rumah sakit jiwa itu, Jimin dan aku di bunuh.
Kupikir itu nyata karena aku merasakan sakit dan darah keluar dari bagian jantungku selagi menutup mata.
Tapi, ketika aku membukanya, aku hanya sedang terbaring di sofa dengan Seokjin Oppa seperti mencemaskanku.
Lalu, aku sadar itu hanya mimpi. Dia juga mengaku mendengarku mengigau nama Jimin.
Hah! Aku sangat bersyukur mengetahuinya. Tuhan masih menyayangiku untuk hidup di dunia-Nya.
Taehyung juga sudah memberi laporan saat aku dalam perjalanan pulang ke rumah di antar Seokjin Oppa.
Yoongi Sunbae baik-baik saja. Jimin juga. Itu sangat melegakan, sungguh.
Ceklek!
"Eoh?"
Hyukjae Oppa berdiri di ambang pintu kamarku. Dengan gaya baju kerjanya, dia ingin berangkat pagi-pagi?
"Kau memang baru bangun atau semalaman kau tidak tidur?"
"Aku tidak tidur semalaman."
Hyukjae Oppa berjalan mendekat dan duduk di pinggir kasur, menghadapku. Ia mengelus rambutku pelan, tersenyum.
"Aku sudah dengar semuanya. Aku hanya tidak menyangka kau punya teman pasien gangguan jiwa. Kau hutang cerita padaku."
"Baiklah. Tapi..., Oppa, bolehkah aku membolos sekolah hari ini? Aku tidak merasa baik."
"Jangan merajuk seperti ini. Aku tidak akan terpengaruh."
"Aaa! Oppa! Kumohon!"
"Cepat mandi sana. Kutunggu kau di meja makan."
"Baiklah."
Dia tahu nada bicaraku terdengar terpaksa. Aku bersungguh-sungguh. Aku tidak merasa baik hari ini.
Sudahlah. Lagi pula, aku bisa minta ijin pergi ke ruang kesehatan.
***
Ah, ini sungguh... masih sepi. Ya, walaupun ada beberapa orang yang bisa dihitung dengan satu tangan saja.
Tetap saja sepi. Bahkan, mungkin belum ada murid kelasku yang berangkat, kecuali aku.
Aku sedikit menyesal mengiyakan ajakan Hyukjae Oppa berangkat pagi. Sekolah masuk pukul 07.30, aku bisa saja naik bus, kan? Aish...
Lupakan saja. Tidur saja di kelas sampai bel masuk. Jika kau bisa, Yongkyung-ah.
"Eoh? Ya! Park Jimin!"
Aku berseru di ambang pintu kelas. Jimin sudah datang, hanya Jimin. Dia ternyata rajin juga. Eih, dia, kan ketua kelas.
Aku berjalan mendekatinya yang sedang sibuk menulis. Lagi-lagi menulis. Dia terlalu rajin.
"Kau tumben sekali berangkat pagi."
"Tidak, itu... hanya kebetulan saja aku bisa bangun pagi. Hehe..."
Aku tersenyum ramah padanya. Entahlah. Aku hanya senang temanku ini masih hidup.
Dia hanya tersenyum tipis dan melanjutkan menulisnya. Dengan dia yang menunduk seperti ini, lehernya terekspos jelas di mataku.
Membuatku teringat mimpi semalam. Mengerikan sekali.
"Jimin-ah." Aku mengambil duduk di depannya. Dia pun mendongak melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Spring: Who Killed Me?
Fanfic"Min Yoongi membunuh Kim Taehyung." Setidaknya beberapa siswa masih membicarakan hal itu. Aku hanya mencuri dengar dan memasang wajah tak peduli. Meskipun dalam hati, aku cukup terkejut. Senior yang kusukai pernah membunuh seseorang. Lalu, kenapa di...