Fajar mulai menghampiri. Udara masih tenang. Enggan rasanya enyah dari persinggahanku.
Seperti biasa ibuku selalu mendobrakku.
"Bangunlah! Sekarang sudah jam 7." Sergahnya. Itulah jurus yang diluahkan oleh semua ibu di dunia ini. Mengapa semua ibu seperti itu?
Padahal saat ini waktu baru
menunjukkan pukul 6. Tapi apa boleh buat, teruntuk diriku yang masih bekerja, pukul 6 adalah waktu-waktu yang menyesakkan untuk segera bersiap. Terlebih aku membutuhkan waktu 45 menit mengayuh sepeda ke
restoran tempatku bekerja.Yaa..., aku bercita-cita ingin membangun restoran seperti yang selalu dikatakan ayahku. Bahwa suatu hari aku akan bisa meneruskan usaha dari ayahku.
Namun kurasa aku tak menyaring kata-kata itu dengan baik hingga suatu hari ayahku mengalami sakit gagal ginjal dan meninggal dunia hingga perusahaannya mengalami kebangkrutan.
Aku menyesal karena dulu aku tidak terlalu suka bekerja di tempat mendiang ayahku. Entah mengapa kini baru kusadari mengapa dulu ayahku selalu mendorongku untuk bisa menjadi anak yang terampil bekerja.
Tentu bila terjadi hal seperti ini aku tidak akan terkejut.
Di awal penyesalan memang tak dapat dipandang
Di akhir baru terlihat kekecewaan yang mencuat°°°°°
Pagi ini terasa berbeda dari hari biasanya.
Ya Tuhan..., kenapa begini?
Di parkiran seorang laki-laki berpapasan denganku.
Laki-laki berambut hitam, berkulit kecoklatan, dengan
gigi taring di sebelah kanan itu menyungggingkan secercah senyuman yang memukau dengan tajam.Ia tersenyum padaku hingga membuatku merasa tak nyaman.
Aku berusaha untuk keep calm, berpositif thinking siapa tahu ia tersenyum pada orang lain yang ada di belakangku.
Tiba-tiba perasaan ganjil menyelimuti pikiranku. Aku pun bergegas pergi dari tempat itu.
"Huuuuhh......, akhirnya."
Setelah alih dari tempat itu. Aku merasa lebih lega. Hal ini terjadi tidak hanya sekali. Kini aku malah sering melihatnya.
"Kenapa dengan laki-laki itu. Jangan-jangan dia..., penguntit?" Pikirku melayang.
"Tidak mungkin. Tampangnya tidak mendukung profesi menyeramkan itu."
Astaga pikiranku malah berbaur kesana kemari. Aku akan mendinginkan otakku yang mendidih di café.
°°°°°
Matahari masih bersinar dengan megah. Rasanya semua awan bersembunyi takut oleh ganasnya Sang Bagas Kara itu.
Saat sedang menikmati secangkir minuman. Tiba-tiba ada sesosok laki-laki yang duduk di hadapanku. Aku tak begitu menyadari orang itu ternyata dia pria yang sama yang sering membuntutiku.
"Uhuk....uhuk...."
Aku segera meneguk minumanku lagi.
Ia sepertinya masih sibuk mengatur napasnya. Setelah diamati dengan seksama sepertinya ia bukan seorang
penguntit seperti yang kuduga. Dilihat dari raut wajahnya nampak ia ingin berucap sesuatu.Setelah jantungnya normal kembali, ia mengulurkan tangan padaku dan lekas berbicara.
"Apakah nama Anda Rere Indah Permata?"
Aku hanya mengangguk, "Sejak kemarin saya mencoba untuk menemui anda, untuk memberikan ini." Jelasnya sambil menyodorkan sesuatu.
"Tapi setiap kali saya melihat anda, anda malah menghilang." Sambungnya.
Astaga ternyata ia ingin mengembalikan KTPku. Aku tersipu konyol.
"Perkenalkan namaku Reyhan. Aku bekerja di Perusahaan Mitro Abadi sebagai asisten pimpinan." Jelasnya.
"Seminggu yang lalu aku menemukan ini di depan
restoran tempatmu bekerja. Saat itu kau sedang terburu-buru. Sebelumnya aku tak yakin itu punyamu. Karena wajahmu tidak terlalu jelas. Maka dari itu aku sering memperhatikanmu dari kemarin." Sambungnya.Aku lekas memperkenalkan diri padanya.
"Namaku Rere Permata. Aku bekerja di Restoran. Sebelumnya terima kasih karena telah mengembalikan KTPku. Maaf jadi merepotkanmu." Jawabku singkat sembari mempersembahkan senyuman.
Aku segera memanggil pelayan untuk membawakan minuman
sepertinya ia sangat kelelahan.°°°°°
Hampir 2 jam kami bercengkrama. Ternyata ia orang yang sangat menyenangkan, ramah, dan suka bercerita. Ia juga tertawa geli mendengar ceritaku yang mengira dirinya seorang penguntit. Kami juga
sudah bertukar nomor telpon untuk memudahkan komunikasi.
"Baiklah, apakah kau tidak ingin mentraktirku atau mengajakku minum teh sebagai simbol pertemanan kita ini?" guraunya.
Aku hanya tersenyum membalas ledekannya."Baiklah kapan-kapan aku akan mengajakmu." ia juga membalas dengan senyuman yang sangat renyah.
"Benarkah? Padahal aku hanya meledekmu saja. Tapi karena kau telah menawariku, maka akan kuterima dengan sepenuh hati." guraunya.
Ia memang seorang yang suka membuat orang tetawa.
"Tak apa, aku masih berhutang padamu." sambungku.
Rasa memang tak pernah bisa ditebak
Hai! Maaf yaa...baru seorang pemula yang mau memupuk bakat😂 Support nya heheee... Kritik dan saran dibuka😊
KAMU SEDANG MEMBACA
R A I N
Teen FictionPerempuan yang selalu sibuk dengan hidupnya. Sampai-sampai cintanya terabaikan. Hingga akhirnya datang seseorang yang dapat memecah relung hatinya...siapa dia?