Teman Lama

45 7 7
                                    

Ponselku berdering.
"Hallo."

"Cepatlah bangun aku sudah di depan rumahmu."

Astaga jam 5?

"Untuk apa sepagi ini datang kemari? Aku bahkan belum membuka mataku". Belum selesai aku bertanya sontak langsung dimatikan.

Aku pun segera mencuci mataku dan segera membukakan pintu.

Ternyata ibuku telah menyapanya lebih dulu. Rey segera berpamitan dan mengajakku ke sebuah tempat yang bahkan tak kusadari ada tempat seperti itu di sini.

Aku memang terlalu sibuk bekerja sampai tempat seperti ini saja aku tidak tau menau. Bahkan aku sering melupakan siapa yang memberi ku kenikmatan seperti sekarang ini.

"Untuk apa kemari ?" Tanyaku.

Rey mengajakku ke bukit dekat taman.

"Kau belum tahu?" Tanya Rey. Aku menggeleng yakin.

"Kau pernah melihat matahari terbit?"

"Itu yang ingin ku tunjukkan padamu." Jawabnya sambil tersenyum simpul.

Rasanya hangat sekali pagi ini. Entah karena mentari pagi atau karena Rey di sampingku.

Kami memang baru mengenal tapi kami sudah saling tukar informasi satu sama lain. Setelah pulang dari café waktu itu, kami melanjutkan perkenalan lewat telepon.

Sebenarnya aku bukan orang yang mudah diajak berkomunikasi kecuali dengan orang-orang tertentu.

Karena aku tak yakin semua
orang itu baik. Makanya setiap ada orang yang bersikap aneh, aku selalu merasa tak enak.

Itu salah satu prinsip yang selalu ditanamkan oleh Ayahku sejak aku masih kecil.

Entah apa yang berbeda dari pria ini?

Padahal dulu aku sampai mengira dirinya seorang penguntit :v

Entahlah......

°°°°°

Desir hari berlalu kian berganti. Dinginnya malam menyelimuti. Hujan tak henti-hentinya menangis. Mata batin masih turut mengantuk. Terlebih semalam aku baru saja lembur bekerja. Aku baru bisa tidur jam 3 pagi. Datangnya hujan pagi ini seperti memihak padaku. Rasanya lelah sekali.

Ditambah lagi vina, partner kerja ku dulu saat magang mengajakku minum kopi sampai larut malam. "Hitung-hitung buat mata melek" Jawabnya culas.

Memang kami jarang bertemu. Terakhir bertemu beberapa bulan yang lalu di persimpangan ujung resto. Sekali kami bertemu malas rasanya untuk mengakhiri cerita. Apalagi saat dia sedang membicarakan pasangannya, Huft...tiada titik untuk menyela dongengnya.

Tapi apa boleh buat. Dia temanku sejak SMA. Kami bahkan pernah menyukai orang yang sama. Sampai kami hampir memutuskan persahabatan.

Dengan kejadian itu justru kami sadar, bahwa sahabat lebih penting daripada pacar. Kami juga sempat berikrar, bahwa kami tidak akan menyukai orang yang sama lagi. Apabila terjadi, salah satu dari kami harus mengalah...atau tidak sama sekali.

°°°°°

Dunia kian cepat mengayuh waktu. Setelah lama tidak bertemu, saat Vina kembali malah sudah mempunyai gandengan.

Apa dayaku?

Setelah peristiwa yang terjadi di antara kami, justru aku tidak suka lagi jatuh cinta. Apa itu cinta? Anggap saja aku amnesia tentang rasa itu.

Aku hanya takut, takut sahabat ku juga mencintai orang yang aku cintai.

Aku berpikir lebih baik aku fokus pada karir ku. Melanjutkan cita-cita ayah, membahagiakan ibuku, baru ku cari tulang rusukku.

Tiba-tiba datang suara menggelegar mericuhkan dari dapur.

"Rere...tadi pagi Reyhan kemari." Panggil ibu. Sontak aku langsung berjingkat dari ranjangku.


"Apa Bu?" Tanyaku memperjelas.

"Iya. Dia bilang ponselmu sulit dihubungi. Makanya ia kemari dan kamu malah masih tidur."

Apa? Dia kemari?

"Huuuuuhh......payah. Bagaimana aku lupa menyarger HPku." Tanyaku dalam hati.

Aku baru ingat semalam aku baru saja menyetel music, karena tak bisa tidur lupa tak kumatikan.

Bagaimana ini?

Bergegas aku ambil air untuk mandi mempercepat gerak berangkat ke resto.

"Hey, Nak. Apakah sarapanmu akan kau anggurkan seperti ini?" Tanya ibu.

"Bungkuskan saja Bu. Nanti akan ku makan diresto." Segera ku ambil bekalku dan berangkat
ngebut.

Sebenarnya hari masih pagi namun aku merasa resah di rumah. Maka kuputuskan bergegas sekarang.

Persis seperti dugaanku. Karyawan restoran belum ramai seperti biasanya. Aku segera masuk ke tempat memasak dan menyiapkan bahan-bahan memasak sembari menunggu baterai HPku terisi penuh.

°°°°°

Pukul 15.00

Jam kerjaku selesai. Seharusnya pukul 16.00.

Namun aku meminta izin untuk pulang lebih awal.

Aku segera menghubungi Reyhan.

Tadi siang, restoran ramai sekali hingga aku tak ada waktu untuk menyentuh HPku.

Rey sulit dihubungi. Kurasa bukan karena sinyal yang eror,
mungkin HPnya tertinggal.

Beberapa hari ini memang
kita jarang berkomunikasi. Rasanya persahabatan kita meranggang saat ini, karena kami jarang bertemu.

Makanya aku menyesal tadi pagi tak bisa menyambutnya.

Mungkin aku rindu dengan ceritanya.

Akan kususul dia ke kantornya.

Bagaimana aku bisa mengingkari dengan hati? Saksi batin menyapa berupa kerinduan yang amat buncah.

°°°°°

Hari mulai sore. Aku hanya berjalan kaki ke kantornya karena jaraknya tak terlalu jauh lagi pula sepeda ku los. Karena tadi pagi terlalu cepat mengayuh.
Kakiku pun terasa sangat sakit sekarang. "Rasanya seperti tidak pernah berjalan saja." Gumamku lirih sambil tersenyum dengan diriku sendiri.

Aku langsung menuju ke resepsionis katanya Reyhan sedang keluar.

Di mana Rey? Aku tak melihatnya.

Apa mungkin ia langsung pulang? Aku bahkan tidak mengetahui kendaraan mana yang dipakai Rey.

Ya..., aneh memang. Selama ini setiap aku bertemu dengan Rey ia selalu jalan kaki.

Tak pernah sedikit pun aku melihatnya memakai kendaraan.
Aku semakin merasa tak nyaman dengan situasi ini. Membuatku terkekang untuk beraktivitas dengan tenang.

"Mungkin lebih baik aku pulang dulu. Nanti malam
akan ku hubungi lagi." Pikirku.

Bila sejuta rindu tak mampu diungkapkan dengan sebuah kata, ada tatapan sendu yang mewakilinya

Request? 😊😆

R A I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang