Mentari sibuk di perapian. Tak jua mampir untuk memancarkan sinarnya. Hujan pun kian mencekam, deras layaknya air yang berkeliaran seperti pertanyaan yang dilululantahkan oleh Rey. Aku tak dapat berkutik. Apa lagi mengelak. Namun aku akan terus membelokkan pertanyaannya. Semoga dia tidak curiga. Seperti hujan yang selalu menggebu disaat terjun ke bumi. Sekalipun matahari tidak pernah menghujatnya, matahari tau batasan agar hujan tetap ingat pada tujuannya. Bukan untuk menyengsarakan bumi. Tapi untuk membuat bumi bahagia. Intinya matahari dan hujan tidak akan menghalangi satu sama lain. Mereka tau batasannya. Itu semua agar bumi bahagia.
Ibu...dimana sekarang. Cepat pulang bu.
Vina...aku akan menghubunginya. Dimana ponselku? Tanyaku dalam hati sembari mencari handphone. Aku lupa dimana meletakkannya.
"Ada yang kau butuhkan? Apa yang kau cari?" Tanya Reyhan padaku.
"Ponselku."
"Ini dia...Aku akan segera menelepon Vina."
Direject? Astaga Vina? Kau juga ingin membunuhku. Awas saja kau....
"Kau kenapa? Aneh sekali." Ujar Reyhan. Bahkan dia sudah mencurigai gerak-gerikku.
Jangan sampai Reyhan bertanya lagi. Aku percaya dia orang yang baik, tapi aku tak mau dia tau perasaanku. Jangan-jangan dia hanya menganggapku sebatas seorang teman? Ah sudahlah....aku malu....malu...
“Apakah kau tidak bekerja?” alihku.
“Apa itu jawaban yang bagus dari pertanyaanku?” Tanyanya balik.
Bagaimana ini? Aku merasa semakin terdesak. Persoalan seperti inilah yang tak kuat kupikul.
“Eeeee….heheeee. Aku hanya kelelahan karena sedang sangat sibuk di Resto.” Kalimat ini sedikit memberiku rasa aman.
“Apakah Ibumu tak memberi tahu mu kalau aku kemarin kemari?” Reyhan terus bertanya padaku.
“Ya. Ibu mengatakannya.” Jawabku singkat.
Rasanya aku tak mau mengingat kejadian kemarin. Semoga saja Reyhan tidak mengetahui kalau kemarin aku mencarinya ke kantor.
Reyhan lantas bertanya hingga membuatku tak tahu harus jawab apa.
“Kenapa kau tak mencoba menemuiku? Tak ada yang mendengarkan ceritaku beberapa hari ini. Rasanya aku sangat kesepian.”
“Pernyataan apa itu, bahkan kemarin aku melihatnya asyik mengobrol dengan wanita itu.”
Timpalku dalam hati. Reyhan berkata lagi, “Sepertinya aku merindukan seseorang yang selalu mendengarkan ocehanku.”Aku tak kuasa menatap wajahnya. Jantungku berkecamuk tak karuan. Astaga...apa yang tadi dikatakannya. Mungkin aku salah dengar.
“Ya…aku merindukanmu.” sahutnya. Selain ahli menguntit sepertinya dia juga lihai membaca pikiranku. “Apakah kau tidak merindukanku?”
Ya Tuhan...Lagi-lagi pertanyaannya menyesakkanku, aku harus mengalihkannya.
“Uhukk…uhukk…” Tanpa kupinta, Rey langsung mengambilkan air
untukku. Laki-laki memang harus selalu peka. Karena itu diperlukan :v“Minumlah! Pertanyaanku membuat tenggorokanmu gatal? Astaga...” Tanya nya geli.
“Aku hanya masih perlu banyak beristirahat.” Jawabku. Seharusnya dia mengerti maksud dari perkataan ku tadi. Setidaknya dia membiarkan ku istirahat.
“Baiklah, setidaknya makanlah bubur ini. Ibumu menyuruhku merawatmu, karena ia sedang pergi sejak semalam.”
Ibu pergi? Berarti...
KAMU SEDANG MEMBACA
R A I N
Teen FictionPerempuan yang selalu sibuk dengan hidupnya. Sampai-sampai cintanya terabaikan. Hingga akhirnya datang seseorang yang dapat memecah relung hatinya...siapa dia?