Ramalan

2.4K 114 0
                                    

Dan benar saja. Sesaat setelah mereka beristirahat hujan deras mengucur dengan lebatnya. Putri Minawati duduk dalam diam. Sekeliling nya hening. Semua rakyat tampaknya tertidur. Rajni pun terlihat begitu pulas. Wajar saja mereka semua tertidur lelap. 5 hari terombang ambing di lautan luas menguras tenaga dan mental.

Putri Minawati keluar dari gua. Di bawah rintik hujan ia menangis kembali. Kerajaannya sudah pasti hancur. Ayah dan bundanya pastilah menjadi tawanan. Rakyat nya yang belun sempat melarikan diri pastilah di jadikan budak. Mereka semua adalah saudaranya. Keluarganya. Tangisan menyayat hati keluar tanpa di sadarinya. Air mata yang bercampur hujan tampak memperlihatkan kesedihannya. Ia adalah seorang putri raja yang seharusnya tegar dan tetap berdiri tegak di kala apapun. Namun ia juga seorang wanita yang mencintai ayah, bunda, keluarga kerajaan dan rakyatnya. Saat ini ia adalah wanita rapuh yang butuh penopang.

"Dewa Wisnu, apakah ini? Dosa besar apa yang telah kulakukan atau leluhurku lakukan?? Mengapa kehidupanku begitu kejam? Jawab aku Dewa Wisnu..." teriakan Minawati begitu keras.

Seorang lelaki yang tak lain adalah Jayasingawarman melihat  putri Minawati dari kejauhan. Timbul belas kasih yang begitu besar di hati Jayasingawarman. Ia mendekati putri Minawati dan memegang bahu putri Minawati yang sudah bersimpuh di bawah rintik hujan. Putri Minawati tersentak dan melihat Jayasingawarman mengulurkan tangannya. Di isak tangisnya ia menyambut uluran tangan Jayasingawarman.

Jayasingawarman menarik tubuh istrinya lalu di peluknya. Tangis istrinya pecah di dada nya. Ia hanya bisa menenangkan istrinya dengan menepuk-nepuk punggung istrinya.

"Menangislah putri Minawati. Keluarkan semua kesedihanmu. Biar hujan membasuh lukamu." ucap Jayasingawarman.

Setelah putri Minawati selesai menangis ia melepaskan pelukannya. Terdengar sesenggukan kecil walau hanya sebentar.

"Apa kau merasa lebih baik??"
"Ya... Hanya saja dingin...." putri Minawati bergegas menuju gua.

Langkahnya terhenti. Ia membalikkan badannya.
"Terima kasih banyak" ucapan itu terlihat tulus di mata Jayasingawarman. Jayasingawarman tersenyum.
"Istriku....."
Tatapan Minawati melekat pada Jayasingawarman.
"Maukah kau menemaniku malam ini?? Sebagai seorang istri."
"Mengapa...."
"Kalau kau menolak juga tidak apa-apa."
"Baiklah."

Malam itu adalah malam yang begitu indah bagi Jayasingawarman dan Minawati. Mereka terlelap di gua yang terpisah dari rakyat. Dan kini putri Minawati telah menjadi istri yang sempurna bagi Jayasingawarman.

Sinar mentari mulai menunjukkan tahtanya di pagi hari. Jayasingawarman dan putri Minawati bersiap-siap untuk pergi dengan rakyatnya menemukan tempat tinggal yang layak dan bertanah subur.

Langkah demi langkah telah mereka tempuh. Namun tak kunjung menemukan tempat yang cocok.

Hingga mereka menemukan suatu tempat yang cukup bagus. Rakyat mulai bergotong royong membangun daerah tersebut.

Namun ada kejanggalan saat putri Minawati berjalan mengelilingi wilayah tersebut. Ia menemukan gubuk kecil tak jauh dari lokasi pembangunan desa mereka.

Minawati perlahan memasuki gubuk tua itu. Bangunan nya tidak begitu kokoh namun layak menjadi tempat berlindung.

"Putri Minawati Iswari Tunggal Pretiwi .... Putri dari kerajaan Salakanagara, anak dari raja Dewawarman VIII. Kau di takdirkan hidup di wilayah ini membangun kerajaan baru. Keturunanmu akan menjadi tokoh besar. Kelak putramu akan kau nikahkan pada seorang putri panglima perangmu. Namanya Bhanuresmi Chandara Pramesti. Anaknya akan membawa kerajaanmu menuju kejayaan. Lupakanlah masalalumu. Ayah dan bundamu, kerabat, teman-teman, bahkan rakyatmu telah di nirwana. Kau harus menjadi penopang rakyat dan suamimu di kala susah atau senang. Jagalah kandunganmu. Saat anak itu lahir, namakanlah ia Dharmayarwan. Itulah takdirmu. " suara itu berasal dari seorang brahmana biasa yang duduk membelakangi nya. Ia penasaran akan sosok itu. Ia perlahan mendekatinya dan ingin memegang bahunya. Namun, saat ia hendak mendaratkan telapak tangannya di bahu brahmana tersebut, seketika sosok itu hilang begitu saja. Gubuk tua yang tadinya di masuki putri Minawati pun hilang. Kini hanya dia sendiri berdiri di tengah hutan.

Ratu TarumanegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang