Blank 4 "Patah"

267 34 9
                                    

Sesulit itukah mencintai.
Perasaan senang kala terbalas
Dan remuk saat tak berbalas.
Rasa ini hanya sekedar cinta.
Tapi bukan cinta yang biasa.
Jika boleh memilih, ku harap ada pilihan untuk mencintai seseorang.
.
.
.
.

Angin seolah menerbangkan perasaan gelisah yang melingkupi hati. Siulan burung mendramatisir keadaan seolah membuat kesan ceria yang nyatanya tak ada.

Lizzy menatap sendu seorang pemuda yang tengah asyik bercengkrama dengan seorang gadis cantik berambut hitam bak jelaga. Mereka berdua seolah terlarut dengan dunianya, tidak menghiraukan keberadaan gadis berambut pirang yang hanya tersenyum getir.

"Jadi anda tunangan tuan Ciel?" gadis berambut hitam itu lantas mengalihkan pandangannya pada Lizzy yang kini memadang dengan senyum ramah.

"Anda benar-benar cantik ternyata"

"Terima Kasih"

Lizzy tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Perempuan memang selalu begitu. Memuji gadis lain yang baru di jumpai. Walau tidak tahu tulus atau tidak.

"Lizz.. Bisakah kau meninggalkan kami.? Ada hal penting yang ingin kubicarakan hanya berdua dengan Kattie"

Lizzy mengatupkan bibirnya rapat. Meredam rasa sakit yang tidak tahu apa penyebabnya. Mengusir dan terusir itulah yang menyesakan hatinya kini.

Melihat tunangannya yang hanya diam di tempat, membuat Ciel seolah tidak sabar. Namun tentu segala emosi yang menguap haruslah di redam. Tidak mungkin bangsawan sepertinya berlaku kasar, terlebih ada Kattie disini.

"Bisakah Lizz?" ujar Ciel dengan suara yang sedikit ditekankan.

"O.ohh yaa.. Tentu aku akan segera pergi"

Lizzy sedikit terkejut. Entahlah semua fikirannya seolah berkecamuk.
Gadis itu lantas berdiri dan menundukan tubunya sedikit, kemudian pergi dengan rasa nyeri yang mendera dadanya.

"Tidak apa seperti itu?"
Kattie menatap pewaris funtom dengan raut wajah yang menyiratkan kekhawatiran.

"Tidak.. Lagipula bukankah kehadirannya mengganggu obrolan kita.. Lizzy tidak ada kepentingan"
.
.
.

Lagi dan lagi hatinya remuk. Namun entah mengapa lebih sakit dari sebelumnya. Lizzy tahu jika gadis itu adalah relawan panti yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan funtom. Tapi mengapa tatapan Ciel menyiratkan hal lain. Pemuda itu tak pernah tersenyum seperti tadi jika berada di dekatnya.

Gadis itu menghela nafasnya berat. Semua ini membuat dadanya sakit. Lupakan semua masalah ini, fikirnya.
Dirinya harus menjadi gadis kuat. Berusaha lebih keras tentu akan membuahkan hasil, walau tak selalu baik.

"Andai kakek dan nenek masih hidup.. Tentu mereka akan bilang "semangat cucu yang cantik"

Lizzy tertawa saat menirukan suara kakeknya. Sungguh tidak ada yang lebih menyayanginya seperti kakek dan nenek dari pihak ibunya.

"Semangat gadisku yang cantik" Tawa Lizzy terhenti kala suara pemuda menginterupsi kesenangannya. Tanpa Lizzy menoleh dia sudah hafal pemilik suara baritone itu.

"Kau memang penguntit sejati"

"Yaa itulah aku"

Pemuda itu lantas tersenyum, menghampiri Lizzy yang terus berjalan seolah tidak mempedulikan kehadirannya.

"Bukankah kita teman?"

Nathan menarik pelan lengan gadis pirang yang kini menatapnya seolah tak suka.

"Bisa lepaskan tanganku. Kau fikir perkenalan kita sebelumnya menjadikan hubungan kita sedekat itu?"

Lizzy tidak ingin berdebat terlalu lama. Dirinya ingin sendiri mencari kesenangan. Menghibur hati yang kini sakit bagai tertusuk duri.

"Jujur aku tidak ingin berbasa basi. Kau tahu sungguh aku hanya ingin menjadi temanmu. Tidak ada maksud lain selain kenyataan bahwa aku mencintaimu"

Lizzy mematung tudak percaya mendengar perkataan terakhir yang terucap dari pemuda tampan di depannya. Apakah telingannya mendadak tuli.

"Om..omong.."

"Yaa.  Bagimu ucapanku adalah bualan belaka. Tapi sungguh tidak ada dusta yang terselip dalam kata-kata ku tadi. Kenyataan aku mencintaimu adalah suatu hal yang pasti... Kau tahu aku tidak sekali pun memiliki perasaan seperti ini pada gadis lain"

Ucapan Lizzy terhenti, Nathan Swart memotong ucapan gadis itu. Menatap sang gadis yang kini terdiam. Menyiratkan ketulusan di kedua bola mata indah pemuda tampan yang tertangkap di penglihatan Lizzy.

Entahlah Lizzy tidak memberi penolakan kala pemuda itu dengan berani merengkuh tubuh mungilnya kedalam pelukan hangat pemuda tinggi yang baru saja menyatakan perasaannya. Merasa tenang, hingga kedua bola mata hijau Lizzy tidak kuasa membendung tangis yang sedari tadi tertahan.

"Menangislah Lizzy.. Aku tau perasaanmu kini"

Suara Nathan terdengar lembut. Bagaikan musik klasik yang menenangkan jiwa Lizzy yang dilanda gundah. Apakah tudak bisa jika dirinya mencintai orang lain saja. Mencintai Ciel membuat hati Lizzy terluka seiring berjalannya waktu. Memicu perasaan sakit yang menyesakan dada.


***

Welcome LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang