Lizzy menggerai rambutnya yang ikal dan hanya menjepit sedikit poninya. Gadis remaja itu ingin seeikit mengubah penampilannya. Ciel pernah mengatakan kalau dirinya tidak begitu menyukai perempuan yang terlihat kekanak-kanakan. Pada dasarnya Lizzy memang seperti itu. Ibunya sangat ingin Lizzy menjadi gadis manis nan feminim. Namun ayah Lizzy sekali waktu mengajarkannya mengayunkan pedang.
Ayah Lizzy tidak ingin putrinya tumbuh menjadi gadis cengeng yang mudah menangis. Tapi dalam hati Lizzy sangat menginginkan belajar pedang bahkan berkuda. Lizzy ingin menjadi gadis tangguh, dan bahkan dirinya ingin menjadi salah satu prajurit istana. Tapi tidak mungkin dirinya mengecewakan ibunya. Lizzy merupakan anak bungsu dari dua bersaudara.
Kakak lelakinya kini mengabdi sebagai salah satu jajaran prajurit hebat yang siap membela London di medan perang. Sebagai satu-satunya anak perempuan di keluarganya, Lizzy tidak ingin membuat ibunya kecewa. Dalam hati ingin sekali mengikuti jejak sang kakak.
Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Mata bulat dan besar dengan lensa berwarna hijau muda. Hidung kecil dan mancung menambah pesona Lizzy yang semakin memikat dengan kulit putih bersih. Lizzy menyentuh pelan ujung rambutnya sedikit. Gadis itu berulang kali memastikan jika penampilannya tidak ada yang aneh sedikit pun.
Hari ini Ciel akan mengajaknya ke sebuah pertemuan para bangsawan kota London. Jarang sekali pemuda itu mengajak Lizzy pergi bersama, dan kesempatan ini tidak akan di lewatkannya begitu saja. Lizzy sebisa mungkin tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membuat Ciel malu. Pemuda itu akan datang tepat pukul 5 petang ini.
.
.
.Ruangan Aula Kerajaan Inggris begitu memukau malam ini. Gaya khas Victoria mendominasi keseluruhan aula ini. Lizzy sedikit kikuk lantaran mendapat tatapan dari beberapa pasang mata. Ciel saat ini tengah sibuk bercengkrama dengan para bangsawan lainnya didampingi Sebastian yang merupakan sekretaris pribadinya.
Gadis itu hanya menatap bosan gelas kristal yang saat ini digenggamnya. Lizzy jarang sekali berada di pesta sendirian. Selalu ada ibunya atau pelayan pribadinya yang menemani.
Kesendirian membuat hatinya merasa tidak nyaman. Namun detik berikutnya gadis itu dikejutkan oleh sebuah tangan yang berada tepat di depan wajahnya.
"Maukah berdansan denganku?"
Lizzy mendongakan kepalanya, sedikit terkejut lantaran terlihat seorang pemuda yang sedikit membungkukkan badannya. Pemuda itu sangat rupawan. Rambutnya hitam dengan mata sebiru samudera, dengan tubuh tinggi dan kaki yang panjang.
"Kumohon jangan menolak" karena tidak mendapatkan respon apapun dari gadis dihadapannya, pemuda itu dengan berani menarik pelan tangan Lizzy.
Gadis itu sedikit kehilangan keseimbangan karena gerakan paksa seseorang. Sedikit kesal lantaran perlakuan tidak sopan dari seorang pemuda yang bahkan tidak dikenalnya. Melawan pun dirinya tidak bisa, tenaga pemuda ini begitu kuat.
Musik klasik mengalun indah dengan tempo pelan. Menciptakan harmonisasi yang indah dengan gerakan dansa romantis. Lizzy sedikit kikuk, berdansa dengan pemuda asing. Terlebih dirinya takut jika Ciel akan marah mengetahui ini. Lizzy sudah memberontak beberapa kali namun pemuda itu semakin mendekapnya erat.
"Kumohon jangan seperti ini"
Lizzy sebisa mungkin mengalihkan pandangannya ke arah kiri. Kesal karena pemuda itu tidak menggubris ucapannya sedari tadi.
"Namaku Nathan Swarts.. Kamu bisa memanggilku Nath jika mau"
Tingkah pemuda ini begitu seenaknya. Lizzy semakin kesal dan ingin menangis. Tidak mungkin dirinya berteriak di tengah-tengah para bangsawan Inggris. Lizzy berharap agar Ciel segera membantunya. Walau pemuda itu akan marah, namun Lizzy akan menjelaskannya nanti.