3. Hati Dino

51 6 1
                                    

Jam dinding dikamar Alya menunjukkan pukul 04.30, biasanya jam segitu Alya masih bermesraan dengan bantalnya tapi sekarang beda, Alya sudah bangun bahkan tiga puluh menit sebelumnya ia telah selesai memakai seragam.

Alya mengintip dibalik gorden yang belum ia buka sejak tadi, langit masih gelap, lampu jalanan juga masih menyala. Ia melihat empat orang bapak tua dengan lipatan sajadah dibahu masing-masing sepertinya mereka akan ke Masjid. Alya berpaling, ia segera ke kamar mandi berniat untuk berwudhu dan melaksanakan shalat subuh.

Alya menyalakan keran air, satu sudut bibirnya terangkat, miris sekali ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Alya melihat jam dinding lagi, sekarang jamnya menunjukkan pukul 05.27, doa alya sangat panjang entah isinya apa saja intinya alya memohon ampun selama hampir satu jam.

Alya turun dari lantai dua rumahnya, ia melihat ayahnya yang memang selalu bangun cepat. Kebetulan ayahnya ada jadwal rapat diluar kota jadi ia akan berangkat lebih pagi.

"Udah mau berangkat?" Sapa Adrian

"I..iya eh nggak tau juga sih" Alya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia kebingungan

"Papa berangkat sekarang, mau ikut?" Adrian mengecek arloji ditangan sebelah kirinya

"Kayaknya nggak usah deh, ini masih kepagian banget" Alya mengambil dua lembar roti lalu mengoles selai diatasnya

"Yakin?" Tawar Adrian sebelum ia benar-benar pergi

"Iya yakin"

"Ok"

"Pa! Tunggu bentar" Teriak Alya saat kaki kanan ayahnya sudah melewati pintu

Adrian menghela napas

Alya berlari menaiki tangga, jari kakinya terbentur tapi ia lupa menjerit. Alya yakin berat badannya pasti turun setengah kilo, bukan apa-apa tapi masalahnya Alya itu sudah kurus bisa-bisa yang terbakar bukan lemak tapi daging

"Alya ikut pa" Alya menutup pintu mobil dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

~~

Tidak biasanya Alya tiba disekolah pagi-pagi begini, ia was-was sendiri, takut menemui wanita muda yang katanya jam segini masih duduk didepan pintu kelasnya.

"Alya?" Alya mengenal siapa pemilik suara berat itu

"Iya?" Alya menjawab tanpa menoleh

"Ngadep sini, gue dibelakang" Alya tidak ingin berbalik ia merasa usahanya datang lebih pagi sia-sia

"Kenapa?" Alya masih belum menoleh

"Yaa nggak apa-apa sih"

"Dino?" Panggil Alya saat Dino mendahuluinya masuk kekelas

Dino mengabaikannya

"Dino kok nggak di jawab?"

"Gue males ngomong, berat"

"Ih kemakan omongan Dilan ya?"

"Nggak usah sok akrab ya sama gue" Nada bicara Dino membuat Alya menjadi tidak nyaman

"Lo marah ya?" Alya menyimpan tasnya lalu menghampiri Dino

"Woii! Ditanya juga" teriak Alya

Dino hanya diam, enggan merespon Alya.

"Maaf deh kalau gue ada salah" Alya memang salah tapi itu menurut pandangan Dino

"Lo emang salah" gumam Dino pelan namun Alya mendengarnya sangat jelas

Alya bingung, mungkin saat ini gilirannya yang mendapat masalah percintaan, ia seperti terkena karma

"Dino, gue jelasin deh kalau lo belum ngerti"

"Nggak usah" tolak Dino, nada suaranya menandakan ia sudah pasrah

"Kan lo lagi males ngomong, berat. Jadi biar gue aja hehe" Dino mengalihkan pandangannya ia tersenyum sekilas

"Kemakan omongan Dilan" Dino tertunduk ia menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan tangannya, ia bersiap-siap mendengar kalimat yang akan diucapkan Alya, lagi.

Alya menghembuskan napas kasar

"Lo sama gue nggak mungkin sama-sama kayak yang lo bayangin, dengan berat hati gue harus bilang ke lo kalau gue suka sama orang lain. Mmm..." Dino terkejut Alya bisa melihatnya

"Lo kaget ya? Gue emang nggak pernah cerita sama lo, maaf. Tapi gue rasa emang nggak seharusnya. Gue harap hati lo bisa terima ini, jangan marah ya sama gue" Alya mengelus punggung Dino membuat cowok itu mengubah posisinya, ia menatap Alya

"Siapa?" Wajah Dino datar, tidak ada rasa penasaran atau apa pun tergambar disana

"Suatu saat gue bakal ngasih tau siapa dia tapi nggak sekarang soalnya gue belum tau"

"Maksudnya?"

"Eh maksudnya gue belum tau cara ngasih taunya gimana, maksudnya aneh kalau gue ngasih tau lo, gak tau gimana ya? Tau ah gue ngomong apa si" Alya hampir saja kecoplosan, ngarang semuanya itu gampang tapi masalahnya Alya bingung cari gambaran cowok yang cocok buat ditaksir sama cewek cantik seperti dirinya itu kayak gimana, takutnya ia salah pilih malah jadi bahan tertawaan Dino.

"Gue marah. Sampai lo bilang siapa cowok yang lebih ganteng dari gue, gue bakal mutusin mau maafin lo atau nggak" kedua alis Alya berkerut, mungkin ini cara lain Dino mengendalikan kesedihannya

"Oh jangan-jangan lo suka sama...sama siapa ya? Setau gue cowok yang lebih dari gue cuma Raka sama Davi, sisanya? Banyak yang ganteng sih tapi nggak mungkin lo suka sama mereka, gue tau selera lo" Dino berasumsi panjang lebar, Alya memandang Dino lekat-lekat, mata cowok itu terlihat berkaca-kaca, tapi masa iya Dino nangis kan nggak lucu

"Jangan nangis, laki kan?" Alya tertawa hambar

"Lo suka cowok yang sering nangis kan, kayak didrama yang biasa lo nonton?"

"Serah lo, gue mau ke base"

Alya meninggalkan kelas, hening. Meski banyak murid yang sudah datang hati Dino tetap merasa sepi, seketika ia merasa menjadi cowok teralay sedunia.

***

Ok Ok
Btw, ini diceritanya ada makna yang tersirat ya karena nggak semuanya harus disampaikan dengan kata-kata *cieeeh*. Buat yang nggak ngerti, baca terus aja sampe ngerti, kalau masih nggak ngerti tanya aja dicomment kek dimana kek.
Jangan lupa divote
Bye💋

School Life Pt.1 : Triple Ti9aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang