6. Things You Didn't Notice

40 4 0
                                    

Gadis itu berlari pelan memasuki ruang Dokter, raut wajahnya yang panik meminta penjelasan lebih,

"Dok jangan bercanda dong ini temen saya gimana?!" Bentak Alya kesal karena ia belum menerima penjelasan yang masuk akal dari sang dokter

"Maaf ya dek lebih baik kamu hubungi keluarganya sekarang juga" ucap sang dokter

Alya tetap tidak bisa berpikir jernih ia memilih menghampiri Bagas yang tertidur pulas, ia terjatuh menekuk kedua kakinya, menyembunyikan semua rasa takut dan khawatir pada kaki yang gemetar itu.

Perlahan-lahan ia menarik napas dan menghembuskannya mencoba menetralisir rasa takut itu sendiri, tangannya bergerak mengambil benda persegi di atas nakas berusaha mencari kontak seseorang yang mungkin mengetahui sesuatu.

Tanpa diminta air mata Alya jatuh begitu saja saat mendengar orang dibalik telepon menyapanya "Ra-ka, Ra-ka lo lo dimanaaa?! Ke-kesini sekarang gue mohon"

"Lo ngomong bisa nyantai nggak?"

"Gak usah ngajak ribut deh pokoknya kerumah sakit sekarang!" Ucap Alya sembari menghapus air matanya, ia lalu memutuskan sambungan telepon sepihak, kebiasaan.

30 menit kemudian . . . .

Alya masih duduk termenung didepan UGD berharap agar Bagas segera sadar, ia belum bisa menghubungi kedua orang tua temannya itu.

"Kenapa?" Tanya Raka yang baru saja tiba

Alya mengangkat kepalanya, lidahnya terasa kelu, takut mengeluarkan sebuah kalimat yang mungkin membuat orang didepannya marah besar, bukan apa-apa tapi Alya takut disalahkan bahkan dengan peristiwa yang entah kenapa melibatkannya.

Alya memberanikan diri, toh hanya ia yang tahu kenapa Raka harus menyusulnya segera kerumah sakit "Bagas meninggal" jawab gadis itu singkat

Waktu seakan terhenti, Raka diam.

Alya mencengkram kedua ujung seragamnya yang entah sejak kapan jadi berantakan, ia menangis tersedu-sedu

Raka menatap Alya datar "Kenapa lo nangis?" Raka bertanya diluar konsep, tentu saja Alya menangis karena ia takut

"Gue . . . gue khawatir temen gue baru aja meninggal, gue takut." Suara Raka terdengar menakutkan hingga membuat Alya berpikir dua kali untuk menatapnya

"Temen?! Lo kenal Bagas sejak kapan?" Skakmat! Tatapan Raka benar-benar mengintimidasi

Bukannya mengecek keadaan Bagas mereka malah membahas hal-hal lain, dari kejauhan terdengar suara langkah kaki yang cepat, suara itu semakin mendekat hingga terlihat seorang wanita paruh baya dan seorang Dokter yang beberapa waktu lalu dikenal Alya.

Raka dan Alya tidak peduli dengan itu

"Secara teknis gue sama Bagas emang temen sekolah kan? Pertanyaan lo aneh." Alya mulai tidak nyaman dengan nada bicara pria dihadapannya, ia memalingkan wajahnya dan menghapus air matanya dengan kasar

Raka mengusap wajahnya, ia menghela napas berat karena frustasi, jujur saja ia bingung dengan kejadian ini.

Ia melirik Alya sebentar lalu menyentuh pundak gadis itu "maafin gue"

"Mmm" Alya mengangguk lemah, menepis segala pikiran buruk dikepalanya. Mencoba mengerti.

~~

Ada sekitar puluhan murid berlari kecil menuju majalah dinding, sebagian dari mereka mengambil jalan pintas melewati lapangan voli, hal itu menimbulkan ocehan dari berbagai pihak karena debu yang terbang menghalau pandangan, tidak sedikit murid yang batuk karenanya, sebagian murid lagi yang malas hanya memperhatikan dari lantai atas.

"Minggir ih gue juga mau liat" Keluh Nina yang sedari tadi tak kunjung sampai dibarisan depan

"Lo bacanya kelamaan, keburu yang punya lambe turah ngamuk nih" Alya memasang cengiran khas saat dipelototi sahabat disampingnya

Terlalu lama menunggu Nina terpaksa menggunakan 'cara kasar' Alya hanya mengikut dibelakang, setelah berhasil menggeser wajah-wajah prihatin yang pucat kini mereka tiba tepat didepan mading

Wajah Nina juga tiba-tiba sama pucatnya dengan murid lain, rasanya baru kemarin ia melihat Bagas dikantin jadi pusat perhatian dan bahan candaan anak-anak lain tapi sekarang ia mendapat berita duka, hal yang cukup sulit dibayangkan.

Alya juga diam tapi tidak se-kaget orang disampingnya, tanpa izin Alya menarik Nina keluar dari kerumunan murid-murid lain, mengajaknya ke tempat sepi lalu membaritahukan sesuatu "Na. Gue percaya sama lo. Gue mau minta bantuan sama lo dan ini ada kaitannya sama kematian Bagas" Nina mengernyit bingung tapi tidak memotong kalimat Alya "Lo mau?"

Nina mengangguk pelan belum yakin "Ter-serah" Alya memukul pelan lengan sahabatnya itu "kok terserah sih?!", "abisnya lo aneh, ntar gue pikirin lagi. Tapi gue bingung deh kenapa Bagas bisa dipukulin, sampe mati lagi kan gila" Alya hanya mengangguk mengiyakan celoteh Nina, sebentar lagi mungkin cewek itu akan mengerti jika ia menjelaskan detail yang ia ingat.

"Alya!" Panggil Raka yang hendak menghampiri

"Kenapa?" Tanya Alya sambil melirik Raka sebentar lalu kembali menatap Nina

"Ada yang mau gue omongin" Balas Raka tersenyum, berbeda dari Raka yang ditemuinya di Rumah Sakit kemarin

"Apaan?"

"Ada pokoknya, tapi jangan disini ada hantu" Alya dan Nina kompak melirik sekeliling mereka, tempat itu memang sedikit seram tidak ada orang kecuali mereka bertiga

"Hantu?" Tanya Nina sambil mengusap tengkuknya, merinding.

"Iya. Gue sama Alya manusia"

"Terus gue?" Nina menunjuk dirinya

"Terus lo hantunya lah" Refleks Nina mengepalkan tangannya bersiap memukul cowok itu, lalu terjadilah aksi kejar-kejaran sampai Raka lupa kalau ia ingin menyampaikan hal penting ke Alya.

Alya? Alya menuju kelas. Raut wajahnya tidak menyenangkan. Alisnya menyatu membuat orang-orang yang ia lewati berpikir bahwa ia sedang marah, padahal dalam otaknya ia sibuk memikirkan apa yang akan disampaikan Bagas saat diperjalanan kemarin.

***

Mungkin part kali ini agak gimanaaa gitu, kurangnya banyak hehe.

Vote & comment
Bye💋

School Life Pt.1 : Triple Ti9aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang