Episode 4

44 3 0
                                    

"Tin!" terdengar suara klakson mobil di luar rumah Minna. Minnapun langsung bergegas menuju luar rumah dan menyalami mamanya. Diluar sudah ada Aldi yang menunggu sambil bersandar di pintu mobilnya.

"Udah siap?" tanya Aldi sambil membuka kaca mata hitam yang Ia pakai. Minna mengangguk. Minnapun masuk ke dalam mobil sedan yang di kendarai oleh Aldi. Tepatnya di samping bangku supir.

Di mobil hening. Aldi dan Minna saling diam. Minna fokus melihat gedung-gedung tinggi yang berada di kota Jakarta. Tapi yang anehnya, jantung Minna tidak berdetak kencang. Tidak seperti ketika Minna bertatapan dengan Randi. Tidak seperti ketika Minna bertemu dengan Randi. Mungkin, selama ini Ia gugup ketika melihat Aldi hanya karena Aldi sering memberi cokelat dan surat untuk Minna.

Merekapun sampai di taman Garuda, tempat orang-orang menongkrong atau malam mingguan.

"Mau jagung bakar?" tanya Aldi membuat lamunan Minna buyar. Minna mengangguk lagi. "Mas jagung bakarnya dua!" seru Aldi kepada pedagang kaki lima yang menjual jagung bakar di situ. "Ayo duduk di sini!" Aldi menunjuk 2 bangku merah yang berada di samping pedagang kaki lima tersebut. Minnapun duduk di situ di samping Aldi yang sudah duduk terlebih dahulu.

Tidak perlu waktu lama, sekitar 3 menit akhirnya Pedagang tersebut membawakan dua jagung bakar kepada Aldi dan Minna yang masih hangat.

"Enak?" tanya Aldi. Minna sedang asyik memakan jagung bakar tersebut.

Minna mengangguk. "Enak," Minna menggantungkan kalimatnya. "Enak banget malah," ucap Minna lagi. Minna memang menyukai makanan-makanan yang di bakar, seperti jagung bakar, ayam bakar, sate bakar, dan lain sebagainya.

"Baguslah, di kirain gue lo gak suka. Soalnya dari tadi lo diem aja," ucap Aldi setelah mengunyah jagung bakarnya.

- - - -

"Randi, lo jadi malem mingguan di taman situ?" tanya Ardan yang sekarang sedang bermain PS di kamar Randi. Randi mengangguk. "Tapi 'kan Minna gak jadi ikut. Lo tetep mau ke situ?" tanya Ardan lagi.

"Iya," Randi menggantungkan kalimatnya. "Lo mau ikut?"

"Enggak, ah. Gue mendingan tidur di rumah daripada keluar malem-malem gini. Nanti yang ada fans gue nyamper-nyamperin lagi."

"Ya udah, gue berangkat dulu yak. Males gue kalo di rumah mulu. Nanti lo mau nginep kan? jangan lupa di beresin PS nya. Tuh, kalo perlu kasur gue, ruang tamu, ama dapur beresin juga yak," ucap Randi terkekeh pelan sambil memakai jaket hitam dan kacamata hitam. Sama seperti ketika Ia berangkat sekolah. Karena pakai sepeda, Randi selalu memakai jaket hitam dan kacamata hitam agar tidak di kejar para fans-nya.

"Iya emak," canda Ardan sambil terkekeh pelan. "Males deh," kata Ardan lagi. Ia mulai membaringkan badannya di kasur Randi sambil menatap langit-langit kamar. "Ya udah, hati hati di jalan ya, Ran!" seru Ardan ketika melihat Randi tengah berjalan menuju ambang pintu. Randi memberikan tanda hormat sebagai jawaban.

Randipun berangkat menuju taman Garuda dengan mengendarai mobil miliknya yang jarang Ia gunakan. Karena jarak dari rumah menuju taman lumayan dekat, sekitar 15 menit akhirnya Ia sudah sampai di taman tersebut. Tujuan Randi menuju taman Garuda hanya satu; memakan jagung bakar langganannya yang sering Ia beli ketika malam mingguan bersama Aldi.

Ketika Ia hendak membeli, Randi melihat 2 orang yang benar-benar Ia kenali. Mereka berdua sedang memakan jagung bakar sambil bercanda bersama. Terlihat mesra. Membuat rasa sakit yang menusuk jantung Randi datang.

Aldi dan Minna.

Ternyata mereka saling suka. Itu yang berada di pikiran Randi. Mereka benar-benar terlihat mesra. Randi tidak bisa berkata apa-apa. Memang, Randi pernah bilang bahwa Ia akan melakukan apa saja agar bisa membuat Minna bahagia. Ia seharusnya sudah siap untuk menanggung resiko keputusannya. Yaitu siap untuk sakit hati.

Perasaan Randi campur aduk. Ada rasa senang karena Minna tengah tersenyum bahagia. Ada rasa patah hati karena melihat meraka berdua begitu mesra. Apa mereka sudah pacaran? itu yang ada di pikiran Randi sekarang.

Tak perlu waktu lama. Karena Randi takut mengganggu sahabatnya, Ia memutuskan untuk pulang kembali ke rumahnya. Sebenarnya juga, Ia kembali karena tidak ingin sakit hati.

Ia kembali menuju rumahnya dengan mengendarai mobil dengan cepat. Menahan rasa sakit yang Ia rasakan. Rasa sakit yang tak bisa di sembuhkan.

Suara klakson mobil membuat Ardan terkejut. Baru saja Randi berangkat tadi, masa sekarang dia udah pulang lagi? pertanyaan itu muncul di benak Ardan.

"Woy, Ran! kok lo udah pulang lagi?" tanya Ardan ketika melihat sahabatnya keluar dari mobil dengan raut wajah sedih. Randi tidak menghiraukan pertanyaan Ardan. Ia justru langsung menuju kamar dan berbaring di kasurnya. "Ran! lo kenapa?!" tanya Ardan bingung.

"Gue seharusnya gak ngeliat apa yang gak boleh gue liat." Ardan tambah bingung.

"Maksud lo? lo cerita dengan detail dong, biar jelas," ucap Ardan dan langsung duduk di samping Randi.

"Gue..." Randi menggantungkan kalimatnya.

"Kenapa!" tanya Ardan mulai sebal.

"Gue ngeliat Aldi lagi malming bereng Minna." Ucap Randi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Ardan terkejut. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya. "Bukannya kata lo Minna ada urusan? Kok sekarang dia malah sama Aldi?" Tanya Ardan.

Randi mengangkat bahunya. "Gak tau."

"Ck! nyebelin banget tuh cewek!" Ardan tambah sebal.

"Udah, palingan juga dia nolak pergi bareng gue gara-gara Aldi udah ngajak Minna duluan."

"Makanya, 'kan lo yang bilang, mau bikin Minna bahagia dengan cara apapun. Sekarang Minna udah sama Aldi. Lo seharusnya udah bisa tanggung resikonya. Cinta sih cinta, tapi kalo itu bikin lo sakit hati, lo seharusnya gak ngelakuin ini," Ardan menggantungkan kalimatnya. "Lo 'kan baru pertama kali ini jatuh cinta, jadi lo masih belum begitu mengerti. Dan sekarang, karena kecerobohan lo, Minna jatuh ke tangan Aldi."

"Iya, iya, gue ngerti. Mungkin gue bakal move on dari Minna," ucap Randi. "Ya udah, tidur aja yuk ah! ini kenapa PS nya belom di beresin?!" Randi mulai mengalihkan pembicaraan. Keluarga Randi itu sangat disiplin, rumah tidak boleh berantakan. Maka dari itu Randi tidak suka dengan apa-apa yang kotor dan berantakan.

"Males,"

"Jorok banget sih lo!".

"Bodo,"

Randi mulai melemparkan bantalnya ke muka Ardan. Sebal. Ardanpun terkekeh pelan.

Randipun mulai membereskan kamarnya dan di ikuti oleh Ardan. Karena merasa tak nyaman. Ia adalah seorang tamu. Tamu memang di sebut raja. Tetapi, jika merepotkan tuan rumah malah akan menjadi tidak sopan. Itu kata-kata bundanya Ardan.

- - - - -

"Min?" tanya Aldi yang sudah selesai memakan jagung bakar.

Minna berdehem pelan. "Iya?"

"Lo mau gak jadi cewek gue?"

Satu kalimat tersebut membuat Minna tersedak dari jagung bakar yang Ia makan.

"Pelan-pelan," ucap Aldi yang mulai serius.

"Gue bisa jawab nanti gak?" tanya Minna.

"Ya udah. Sekarang kita pulang yuk, udah malem." Ajak Aldi. Minna mengangguk dan mengikuti Aldi berjalan menuju mobil dari belakang.

- - - -


SegitigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang