puisi; bertanya.

221 10 1
                                    

aku bertanya kepada semesta, bagaimana bisa aku menyukaimu?

(semesata diam, tak mejawab pertanyaanku)

Lalu, aku mencoba bertanya pada angin. Bagaimana bisa aku masih menyukaimu?

(Angin menjawab; tanyakan pada daun)

Guguran daun menusuk mataku,

Oranye atau jingga sama saja,

Saat musim gugur.

Aku kembali bertanya pada semesta, untuk apa angin menyuruhku bertanya pada daun?

(Semesta kian membisu, juga menulikan pendengarannya)

Lalu, aku harus bertanya pada siapa lagi?

Padamu, yang tidak pernah memandangku?

Padamu, yang tak pernah menghiraukanku?

Atau, padamu yang tak pernah tahu aku ada?

Aku tidak marah.
Mungkin takkan pernah.
Meski pertanyaanku tak ada yang menjawab.

Tak apa, aku akan menjadi daun yang tak pernah marah saat ia jatuh tertiup angin.

Atau, lebih baik menjadi angin yang sampai kapanpun takkan pernah terlihat.

Ps: puisi ini akan ada di cerita baruku. Di dalam buku itu akan ada beberapa part yang isinya puisi seperti ini. Jadi, siapa yang siap menantikan buku baruku?

Aksara vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang