Dua puluh satu

1.4K 157 12
                                    

Gosip yang beredar dikantor ini makin melebar kemana-mana. Aku kesal. Apalagi sekarang Rara and the gank, terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya padaku. Aku juga baru saja tau kalau mereka adalah gadis toilet yang menyebarkan gosip miring tentangku.

Seperti kemarin ketika aku, Mba Niken dan Mba Destia makan siang bersama, Rara and the gank melewati kursi kami dan dengan sengaja menyenggol gelas es jeruk yang sedang kuminum. Walhasil bajuku basah dan kotor ketumpahan es jeruk. Jeremy yang melihat kejadian itu segera melepaskan sweeter yang digunakannya dan menyuruhku mengenakannya.

Lalu pagi ini, ketika dengan sengaja ia menginterupsi presentasiku dan membuatku terlihat bodoh di depan Jeremy.

Dan puncaknya siang ini, ketika dengan cueknya ia menjegal kakiku yang akhirnya membuatku terjatuh. Jeremy membantuku berdiri. Aku semakin kesal pada Rara karena ia membuatku terjatuh ketika Pak Ridwan lewat. God, ingin kucekik wanita iblis itu! Lihat saja nanti.

Kakiku lecet dan membuatku harus berurusan dengan team safety. Jatuh doang, dan aku harus diintrogasi dan membubuhi tanda tangan yang banyak pada regulasi hse yang ada di kantor ini. Sumpah, aku kesal setengah mati.

Tomy yang melihatku nongkrong di ruangan HSE, mendatangiku.

"Miranda, ngapain disini?" Tanyanya.

"Lagi nyupi piring," kataku jutek meninggalkan Tomy yang tersenyum penuh arti.

Aku berjalan tergesa dan melihat segerombolan cewek-cewek yang sedang asik bermake up. Kulihat Rara di sana. Sedang memoleskan lipstik merah menyala ke bibirnya yang jontor. Sebuah ide terlintas dibenakku. Aku berjalan pelan melewati kursi yang di duduki Rara dan dengan sengaja menyenggol tangannya dengan bokongku yang besar. Rara berteriak kencang. Lipstik merah menyala membentuk garis panjang pada pipinya yang telah sempurna dengan sentuhan blush on. Ia semakin kesal pasalnya saat ini dia sedang live instagram yang mengabadikan caranya bermake up di kantor. Aku tersenyum menang. Apalagi ratusan ribu followernya mengomentari penampilannya yang terlihat mirip badut. Aku menatapnya dengan tatapan puas. Entah dari mana keberanianku timbul. Aku segera berjalan menuju ruanganku tanpa memperhatikan Rara and the gank.

Ponselku berdering ketika aku nyaris tiba di ruanganku. Kulihat Mamas menelponku. Ini panggilan video. Aku mengangkatnya.

Di seberang sana, Mamas tersenyum sembari melambaikan tangannya. Kelima bocahku terlihat berebut untuk melihat kamera. Aku tersenyum kearah mereka. Kuputuskan untuk duduk di kursi tunggu. Ku gunakan headset agar suara mereka jelas.

selama lima menit aku hanya tersenyum dan mendengarkan perdebatan yang terjadi diantara kelima bocahku. Mamas akhirnya memutuskan video call ini karena akan terjadi pertumpahan darah diantara Hana dan Rohman. Aku tertawa mendapati keduanya bertengkar karena ingin berbicara denganku terlebih dahulu. Kuhela nafas dalam dan tersenyum.

"Kok udahan video callnya?" Suara itu mengagetkanku. Pak Ridwan? Sejak kapan?

"Ah iya Pak, pada berantem," kataku gugup. Jantungku berdetak cepat.

"Kamu.. anak baru ya? Saya baru liat kamu,"

"Iya Pak, saya Miranda, karyawan baru dari HR,"aku memperkenalkan diri dengan sopan.

"Oh, jadi kamu yang namanya Miranda."

"Iya Pak," kataku dengan bingung. Bagaimana mungkin seorang Pak Ridwan mengetahui namaku?

"Kamu ke ruangan saya sekarang ya"

Deg!

Apa aku bakalan di hukum? Apa Pak Ridwan melihatku mengerjai Rara? Apa Pak Ridwan marah karena aku video call pada jam kerja?

Aku berjalan pelan mengekor Pak Ridwan yang sudah lebih dulu berjalan menuju ruangannya di lantai delapan.

Lift terbuka dan kami melihat Jeremy yang terkejut melihat Pak Ridwan dan aku berdiri di depan pintu lift.

Jeremy batal keruangannya. Ia memilih ikut Pak Ridwan dan aku menuju lantai delapan.

Ting!

Pintu luft terbuka dan kami berjalan menuju sebuah ruangan yang sangat mewah. Ini pertama kalinya bagiku naik kelantai delapan. Karena aku tidak punya kepentingan di sini.

Pak Ridwan mempersilahkanku masuk dan duduk di sofa. Aku menurut. Jeremy duduk dengan malas di sebelahku.

Kusapukan pandanganku ke seluruh ruangan ini. Interiornya benar-benar mewah dan minimalis. Aku suka tata letaknya. Pasti pake arsitek mahal nih. Pak Ridwan memberikan minuman kaleng kepadaku dan Jeremy. Aku menerimanya dengan gugup.

Tanpa sengaja aku melihat kearah meja kerja Pak Ridwan. Tepat diatas kursinya, sebuah foto keluarga terpampang jelas di dinding. Empat orang pria dengan seorang wanita yang berada di tengah. Wanita itu pasti Istri Pak Ridwan. Di dalam foto itu, terlihat Pak Ridwan menggenggam tangan Istrinya.  Ketiga anak Pak Ridwan berpose bebas. Jeremy nampak memeluk Ibunya dari belakang. Ada yang tiduran di paha Ibunya yang kuketahui itu adalah Maldev? Beneran itu Maldev? Mamas tamvanku? Dan pria yang tersenyum dengan tangan ibunya di wajahnya itu Tomy. Tunggu! TOMY?

Aku bengong. Ini bercanda kan? Mereka anak dari Pak Ridwan? Aku terdiam. Jelas sudah mengapa akhir-akhirnya kurasakan wajah Mamas dan Tomy sangat mirip Jeremy. Mereka bersaudara. Aku memegang dadaku yang bergemuruh. Jadi selama ini yang dibicarakan anak Finance tentangku yang berusaha di dekati anak-anak Pak Ridwan benar? Aku sudah tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan ayah dan anak di hadapanku ini.

Setelah ini, aku harus meminta penjelasan dari Mamas dan Tomy. Aku harus mendapatkannya langsung dari mulut mereka. HARUS!

.
.
.

Dear Sayang-sayangku,

Alhamdulillah, DIA telah ada dalam versi e-booknya di Playstore. Cerita lengkap silahkan kunjungi https://play.google.com/store/books/details?id=DNOGDwAAQBAJ 

Terima kasih.

Manda

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang