bagian 8

28 7 13
                                    

Azka POV

Sebuah lagu mengalun. Menutup pendengaranku, membuatku hanya memfokuskan diri terhadap lagu yang tengah mengalun di kedua gendang telingaku.

Virgoun-Bukti. Menjadi sountrack dalam telingaku sekarang. Aku memejamkan mata, menikmati lagu sambil sesekali menganggukkan kepala mengikuti irama.

Kalian tahu? Tentu saja tidak. Aku adalah orang yang sangat membenci rumah sakit, membenci bau obat-obatan yang membuatku mual.

Meskipun didalam tempat ini penuh dengan orang yang merelakan waktu mereka hanya untuk menjaga orang yang tidak mereka kenal, tapi tetap saja aku membenci tempat ini. Tempat dimana semua permasalahan datang.

Mengingatnya saja sudah membuatku sakit kepala. Rasa sesak itu datang lagi. Rasa sesak ketika melihat orang yang dicintai menangis karena orang lain.

Sial.

Aku menghela napasku. Tanganku sudah mengepal. Emosiku entah kenapa selalu terpancing jika mengingat kejadian itu. Tenang Azka, tenang. Aku menarik nafasku dan mengehembuskannya.

Lagu yang terputar berganti lagi. Sekarang lagu Slow dari Young Lex ft. Gamaliel. Ingatanku kembali lagi ke masa dulu. Mengingat bahwa ini merupakan lagu kesukaan aku, Shania dan ...

Bangke.

Ke lempar earphone ke ujung kaki yang tertutup selimut. Kenapa semua lagunya mengingatkan tentang masa lalu sih. Sial.

Terdengar bunyi suara pintu dibuka, dan terlihat mami datang dengan membawa sesuatu dilihat dalam genggaman tangannya yang menggenggam plastik hitam.

"Udah bangun?"

Aku hanya tersenyum. Mami dari tadi menyuruhku untuk tidur ketika sudah sampai di salah satu kamar VIP di RS, dan mami pergi keluar entah kemana. Mungkin berpikir bahwa aku akan tidur.

Padahal mah dari tadi cuman denger-denger lagu yang membuat kepala tambah pusing. Pandanganku beralih kearah plastik hitam yang sudah ada di atas nakas.

"Itu apaan mi?" Mami yang berjalan ke arah sofa di depan tempat tidurku berbalik kearahku. "Buah."

"Buat siapa? Bukannya mami tadi bilangnya mau makan bakso ya?"

"Mami tadi maunya beli bakso tapi nggak ada jadi mami beli buah aja. Kamu mau?" Aku menggeleng. "Nggak mi. Udah kenyang." Mami hanya mengangguk sebagai tanggapan.

"Mi."

Mami menatapku. "Kenapa ka? Kakak mulai lapar lagi?"

Aku terkekeh. "Nggak mi. Aku masih sangat kenyang. Belum lapar. Aku cuman bingung aja." Mami menatapku bingung. "Kan aku cuman panas sama demam aja. Kenapa harus sampai dibawa ke rumah sakit sih mi? Berasa kayak punya penyakit berat aja."

"Hush. Omongan itu doa. Jangan suka ngomong kayak gitu. Mami cuman khawatir sama keadaan kamu. Soalnya tadi udah mami kasih kamu obat penurun panas, tapi panas kamu nggak turun-turun. Jadinya mami khawatir. Karena itu mami sama papi sepakat untuk bawa kamu kesini." Jelas mami panjang lebar. Aku hanya mengangguk.

"Oh iya, papi mana mi?" Tanyaku. Melihat dari tadi aku tidak melihatnya. Terakhir aku melihat papi waktu mengantarku menemui dokter--salah satu teman mami dan papi--setelah itu aku tidak melihatnya lagi sampai aku masuk kamar.

"Papi kamu pulang. Ngambilin baju kamu."

"Lah, kita mau nginep mi?" Mami hanya mengangguk. "Kan aku udah nggak apa-apa. Lagi pula dokter tadi juga bilang aku nggak apa-apa kok mi. Jadi nggak usah nginep ya mih. Bosan disini." Kata-kataku yang terakhir membuatku tertegun. Bukannya dirumah sama aja ya? Sama-sama membosankan karena orabg yang sering diajak main malah keluar. Makan malam sama temennya. Temen aku.

NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang