bagian 16

28 3 0
                                    

Spesial Valentine...
Selamat hari Valentine:* :*
Sayang nggak ada yang ngasihin coklat:( :D
Silahkan membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak ;) :)
Selamat membaca :) :) 0:)

------

Azka berjalan keluar dari aula. Ia celingak-celinguk, seperti mencari seseorang. Ia tiba-tiba melihat seseorang yang ia kenal.

"Woy, Ravi." Panggilnya kepada seseorang yang sedang berbicara dengan teman-temannya. Seseorang yang dipanggil Ravi itu pun berbalik, menghentikan aktifitasnya. Beberapa orang yang sedang berbincang dengannya juga ikut berbalik.

Azka lalu berlari kecil ke arah mereka. Ia tersenyum kearah beberapa orang yang ada disana, yang di kenalnya sebagai anak-anak pemain sepakbola disekolahnya yang ketenaran mereka sudah terkenal sampai di luar sekolah itu.

Mereka memang pemain yang sangat terkenal. Selalu memenangkan pertandingan sepak bola yang diselenggarakan. Dan para cowok yang memiliki banyak fans. Bukan hanya skill saja yang bagus, namun face mereka juga tidak kalah. Dan Ravi adalah salah satu dari mereka.

"Bicapa Ka?" Tanya Ravi. (Artinya: Kenapa Ka?). Dia memang asal Manado. Selalu berbicara dalam bahasa Manado. Tak jarang teman-temannya susah untuk mengerti apa yang dia bicarakan. Karena sekolah itu bukan hanya menerima siswa-siswa asal Manado saja melainkan dari luar Manado pun diterima.

Tapi itu dulu, sekarang teman-temannya sudah terbiasa dan mengerti dengan budaya serta bahasanya, dan mereka jadi tidak bingung lagi. Tapi untuk orang baru mungkin akan susah, namun meskipun begitu Ravi juga masih fasih berbahasa Indonesia jadi jika ada yang tidak mengerti dia akan menjelaskan dalam bahasa Indonesia.

"Lo liat Shania nggak Vi?" Tanya Azka. Memang, dari tadi ia sedang mencari Shania. Karena dari tadi ia tidak melihat gadis itu. Saat terakhir ia melihatnya adalah ketika Shania memberikan ucapan selamat datang kepada para siswa dan membuka acara itu, setelah itu ia tidak melihatnya lagi. Karena itu ia sedang bingung kemana perginya gadis itu.

Ravi mengedikkan bahunya. "Kita nda tahu Ka. Tadi le ada yang cari pa dia." (Artinya: Saya tidak tahu Ka. Tadi juga ada yang cari dia.)

Azka mengernyit bingung. Ada yang nyari Shania? Siapa?. Pertanyaan-pertanyaan tentang siapa gerangan yang mencari Shania terus-menerus berputar-putar di kepalanya.

"Rangga. Mantan ketos lalu dang. Angko masih ingat?" Jawaban keluar dari mulut Ravi. (Artinya: Rangga. Mantan ketua osis dulu. Kamu masih ingat?)

"Rangga?" Azka memastikan bahwa yang ia dengar itu bukanlah kesalahan telinganya. Ravi mengangguk mengiyakan. "Elo serius Vi?" Dan Ravi kembali mengagguk.

"Memangnya bicapa Ka?" (Artinya: Memangnya kenapa Ka?) Ravi mulai penasaran dengan para manusia yang mencari-cari keberadaan Shania. Ia mengakui Shania, teman sekelasnya itu memang cantik, baik, ramah, pintar. Semua siswa laki-laki di sekolahnya juga tertarik dengan gadis itu.

Ravi juga dulu pernah tertarik dengannya, waktu kelas 10 dia pernah berniat ingin menembak Shania namun keinginannya ia urungkan ketika melihat kedekatan Shania dan Azka yang awalnya dia pikir bahwa keduanya berpacaran.

Sampai sekarang pun sebenarnya dia masih menyukai Shania namun ia terlalu tak berani untuk menunjukan semua perasaannya. Menurutnya lebih baik menyimpan perasaannya dan menjadi teman gadis itu daripada mengungkapkannya lalu tiba-tiba dia melangkah menjauh bersama orang lain.

Dia lebih baik merasa sakit sendiri daripada harus melihat gadis itu yang sakit. Menyimpan lebih baik dari pada mengungkap. Itu yang selalu ia tanam dalam hatinya.

Azka tersenyum kaku. "Nggak apa-apa. Gue pergi nyari Shania dulu. Kalo lo ngeliat dia, bilang ke gue ya." Ravi mengangguk. Azka pun pergi setelah sebelumnya berpamitan dengan mereka semua.

NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang