(4)-Pecahan

217 15 0
                                    

Setelah mempertimbangkan keputusannya dengan baik Shasa akhirnya memutuskan berjalan kearah orang itu.

"Ngapai kesini? Bukannya udah pulang jam 4 tadi ?" tanya Shasa hati-hati sambil berjalan kearah oang itu.

Orang itu mendongakkan kepalanya kerah Shasa yang tadi sempat menunduk dan tak menyangka kehadiran Shasa disini, iya! orang itu merasa kaget karena merasa ketahuan oleh Shasa, ia masih shock dan sibuk mempersiapkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Shasa yang akan keluar dari mulutnya itu.

"Jawab! Ngapain kesini? Udah jam pulang sejak jam 4 kan?" tanya Shasa dengan tidak sabar serta dengan nada yang tinggi dan tegas membuat oarng itu tak bisa menjawab dan berkata-kata lagi.

"Emhhh... Ngapain kesini?" tanya orang itu ragu-ragu sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Shasa itu tanya papa, kenapa malah papa yang tanya Shasa!" ujar Shasa dengan nada jengkel sambil menghentak-hentakan kakinya dilantai.

Orang yang sedari tadi membuat Shasa penasaaran yaitu papanya, mulai melihat mobil papanya diparkiran mall tadi sampai berhubungan dengan kedua bodyguard yang menurutnya tidak asing, karena itu bodyguard pribadi papanya itu.

"Papa masih ada urusan dengan client papa." jelas Anggara dengan nada ragu sambil memasukan tangannya kesaku celana.

Shasa kemabali kesal karena papanya membohonginya, padahal Shasa benar-benar sudah tau jika papanya sedang sibuk mencari seseorang. "Boongnya ketauan pa! Shasa bukan anak SD yang pinter dikibulin lagi".

"Shasa capek pa, papa selalu dingin sama Shasa sejak kecil. Shasa juga ga ngerti kenapa papa selalu sibuk nyari seseorang itu, sakit pa liat papa hanya peduli sama orang yang ga penting itu!, berharga banget sih dia buat papa, Shasa sama mama kayak ga dianggep. Dari kecil papa ga pernah nyentuh aku bahkan ngomong setahun bisa dihitung sama Shasa. Buat apa ngelahirin Shasa ke dunia cuma buat nyenengin grandma, kalau Shasa bisa milih, Shasa ga akan pernah milih papa buat jadi papa Shasa, Shasa juga pengen kayak temen - temen Shasa yang selalu dapet perhatian seorang ayahnya. Oh... apa jangan-jangan papa ngehamilin perempuan itu terus papa merasa bersalah dan ingin tanggung jawab, terus papa mau mi....."

Ucapan Shasa terpotong karena Anggara mneyelanya dengan menahan amarah yang sudah memuncak. "SHA! jaga ucapan kamu. Kamu seperti anak tidak tau diri, seharusnya kamu sudah senang dan bersyukur karena saya masih nafkahin kamu sama mama kamu. Jaga ucapanmu jangan sampai pernah kamu menjelek-jelekkan dia dihadapan saya" sentak Anggara.

"Kenapa? Dengan papa berkata seperti itu udah buktiin kalau papa ga pengen ada aku sama mama didunia ini, mulai sekarang jangan pernah anggap saya anak anda. Sory salah... memang anda tidak pernah menganggap saya sebagai anak, saya juga minta maaf karena didalam tubuh saya mengalir darah anda. Dan mulai sekarang saya taidak akan mengambil sedikitpun uang anda. Terimakasih sudah buat saya bertahan hidup!" ucap Shasa dengan suara lantang seolah tak takut dengan tatapan tajam Anggara dan menahan air mata yang seolah ingin jatuh kepipi imut Shasa.

"Maksut saya bukan itu, dengerin penjelasan saya dulu!" mohon Anggara karena merasa tidak bisa mengontrol emosinya yang sudah diubun-ubun, sambil tangannya terulur untuk menyntuh Shasa dan segera ditepis Shasa dan segera pergi tidak menghiraukan omongan papanya.

"Makasih, makasih, makasih. Tidak perlu merasa bersalah, karena yang bersalah bukan anda, tapi saya" ucap Shasa dengan nada serak dan mulai meneteskan air matanya dan segera di hapusnya secara kasar dengan tangan kanannya. Sebelum pergi ia memberikan kartu ATMnya ketangan Anggra.

"Ini kartunya" ucap Shasa singkat dan membalikan badan dan menunuduk sebentar mengeringkan matanya yang sembab, ia berjalan menjauh dari tempat itu dan mendengar Anggara memanggilnya tapi tak dihiraukannya

ALYSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang