CHAPTER 1 - TAWARAN

648 118 24
                                    

Minhyun menghela nafasnya lelah seusai menghabiskan 2 jam waktunya memeriksa tugas-tugas mahasiswa yang dikumpulkan tadi siang. Minhyun memang seorang asisten dosen, lebih tepatnya asisten mata kuliah Fisika Dasar yang diampu oleh Profesor Park. Meskipun baru semester 4, kemampuan dan kepintarannya menarik pehatian cukup banyak dosen untuk dijadikan asisten. Salah satunya adalah Professor Park Chanyeol. Dan kali ini tugasnya adalah membantu sang profesor memeriksa tugas-tugas murid semester 1.

Ngomong-ngomong soal professor Park, dari jauh Minhyun melihat pria 42 tahun itu melangkah santai kearahnya sambil tersenyum lebar. Minhyun menarik nafas panjang lagi.

'Pasti tugas baru lagi'pemuda itu meringis.

"Minhyun!" Proffesor Park tersenyum makin lebar. Minhyun hanya tesenyum canggung, masih tidak biasa dipanggil dengan nama kecilnya seperti itu. Professor Park memang terkenal mudah akrab dengan mahasiswanya. Sejak pertama bertemu pun, sang Professor yang masih tampan di usianya yang sudah kepala empat telah memanggilnya seakrab itu.

"Ya Prof?"

"Jihoonie minta tolong ditanyakan padamu," ucapnya setelah berhenti di depan Minhyun. Ah, selain sebagai dosen, Minhyun juga mengenal Professor Park sebagai ayah dari Park Jihoon, sahabat dekat adiknya di sekolah. "Katanya Jinyoung tidak ikut Studi tour untuk pelajaran Sejarah? Kenapa?"

Pertanyaan Professor Park membuat kening Minhyun mengkerut heran. "Studi Tour? Jinyoung tidak mengatakan apapun padaku tentang hal itu" suara pemuda itu perlahan memelan dilanjutkan dengan menarik nafasnya lemas. "Dia pasti tahu aku tidak punya cukup uang untuk membiayainya ikut studi tour".

Professor Park menatap Minhyun sebentar kemudian berdeham pelan. "Saya bisa membantumu Minhyun. Apalagi Jihoonie sangat ingin Jinyoung bisa ikut bersamanya."

"Tidak Prof, maaf. Saya tidak bisa terus-terusan menerima bantuan professor" tolak Minhyun halus. Dia memang sudah sering dibantu oleh dosennya itu terkait masalah sekolah Jinyoung. Bahkan beberapa kali Professor Park membantu Minhyun menalangi biaya SPP Jinyoung sebelum Minhyun mendapatkan gaji dari kerja part timenya di akhir bulan.

"Sebenarnya saya punya satu tawaran pekerjaan untukmu. Pekerjaanya mudah saja dan gajinya dibayarkan di muka..."Professor Park tiba-tiba menyeletuk. "Jadi tutor untuk keponakan saya, dia sudah kelas 3 SMU di Seoul International High. Ibunya ingin dia masuk SNU sementara nilai anak itu tidak mencukupi." Mata pria 42 tahun itu menatap Minhyun serius. "Kamu mahasiswa pendidikan guru, nilaimu juga sangat memuaskan selama ini. Saya rasa tidak akan sulit untukmu menjadi tutor bagi keponakan saya, bukan?"

Minhyun terdiam. Jujur, dengan posisinya sebagai seorang Asisten Dosen ditambah 2 pekerjaan paruh waktu yang dimiliki sebenarnya cukup membuatnya kewalahan. Namun mendengar Jinyoung harus tidak ikut kegiatan sekolahnya karena tidak ada biaya membuat Minhyun merasa kecewa pada dirinya sendiri. Sebagai seorang kakak dan satu-satunya keluarga yang Jinyoung punya, seharusnya Minhyun bisa memenuhi kebutuhan adiknya tersebut. Hanya saja, kini dia tak memiliki simpanan uang yang cukup, sementara gajinya bekerja paruh waktu masih harus menunggu 4 minggu lagi sebelum dicairkan.

Professor Park yang melihat mahasiswanya nampak kebingungan, tersenyum lembut. "Saya tidak bisa memikirkan orang lain untuk pekerjaan ini selain kamu. Cuma 3 kali seminggu. Kamu mau kan Minhyun?"

"Tapi Prof..." Minhyun masih ragu.

"Saya akan kasih gaji tiga kali lipat dari gaji tutor biasa."

"Prof.." Minhyun mulai goyah. Katakanlah Minhyun matrealistis. Namun demi kebahagiaan adiknya, Minhyun bersumpah bahwa apapun akan dia lakukan. Professor Park yang melihat Minhyun mulai tergoda kembali membujuknya.

"Kamu sedang butuh uang untuk sekolah adikmu kan? Ini demi Jinyoung. Kalau kamu menyetujuinya, besok kamu bisa mulai mengajari keponakanku. Dan gajimu akan aku berikan saat itu juga, untuk 2 bulan kedepan..."

Minhyun menatap mata dosennya itu lama sebelum kemudian mengangguk

***

22.31
OPEN UP Club

Pemuda tampan dengan tinggi 187 cm itu meneguk minumannya rakus. Dipangkuannya, seorang wanita berpakaian minim tengah bersandar dan sibuk menciumi lehernya.

"Hyunbinie, ayo.. aku sudah tidak tahan, nghh..." wanita itu terus menggerakan tubuhnya yang berada di atas pangkuan si pemuda, sementara yang dipanggil namanya telah meletakan gelas whiskynya dan menggesernya ke arah seorang pelanyan yang sedang menunggu racikan minuman dari bartender.

"Hei kau, tambahkan minumanku..." Hyunbin berbicara sambil menggerakan bibirnya ke area dada wanita di pangkuannya, sembari menunggu sang pelayan menuangkan whisky ke gelasnya. Namun, merasa tidak ada pergerakan dari pelayan di depannya membuat hyunbin mengernyit kesal. Didorongnya tubuh wanita di depannya hingga wanita tersebut hampir terjembab ke lantai, sebelum kemudian berdiri dan mendekati pelayan tadi. Pemuda pelayan itu masih menatapnya datar.

"Apa kau tuli?! Kubilang tambahkan minumanku!" Hyunbin menarik kerah kemeja pelayan tersebut. Efek alkohol yang dikonsumsinya sejak satu jam lalu membuat Hyunbin mulai kehilangan kesadarannya. Pelayan tadi kaget melihat Hyunbin yang tiba-tiba sudah menarik kerah bajunya dan berusaha melawan.

Kim Sanggyun, bartender di pub tersebut, yang juga kenalan Hyunbin segera mendekati kedua pemuda itu setelah melihat Hyunbin menunjukan gelagat akan bertindak kasar. Segera ia memisahkan keduanya dengan melepas paksa tangan Hyunbin dan menarik sang pemuda pelayan untuk bersembunyi di belakangnya.

"Wow, tenang dude. Ada apa?" tanyanya pelan, terbiasa menghadapi Hyunbin yang telah menunjukan tanda-tanda mulai mabuk. Hyunbin balik menatapnya kesal.

"Pelayanmu itu, apa dia tuli? Aku menyuruhnya menambahkan minumanku dan yang dilakukannya hanya menatapku seperti orang bodoh." Hyunbin kembali menatap si pelayan tadi dan mengernyit melihat pelayan itu terus memperhatikan mulutnya, seolah tengah membaca gerak bibirnya.

Sanggyun menepuk Hyunbin pelan. "Maafkan dia, dia pegawai baruku, baru 2 minggu disini. Namanya Jinyoung, dan ya, dia memang tidak bisa mendengar." Hyunbin terlihat sedikit kaget mendengar kalimat Sanggyun. "Kurasa Jinyoung kesulitan membaca gerak bibirmu karena cahaya lampu yang redup. Kuharap kau bisa memaafkannya..."

Hyunbin kembali menatap pelayan muda tadi lalu mendengus. "Seharusnya kau tidak mempekerjakan orang cacat." Pemuda itu lalu mengeluarkan 2 lembar uang seratus ribu won dan meletakannya di meja. "Aku pergi." Ujarnya sebelumnya meninggalkan Sanggyun dan Jinyoung.

"Hyunbin-ah, aku bagaimana?" Wanita yang tadi berada dalam pelukan Hyunbin ikut mengejar Hyunbin dan menangkap lengannya. Namun wanita itu kembali terkejut ketika Hyunbin menyentak tangannya kasar.

"Pergilah jalang. Aku sudah tidak mood untuk tidur denganmu."

Selepas Hyunbin pergi, Sanggyun membalikan tubuhnya dan menatap pemuda di depannya. "Kau tidak apa-apa Jinyoung?" Sanggyun menggerakan tangannya mengikuti kalimat yang diucapkan. Jinyong yang memahami gerakan tersebut lalu mengangguk.

"Tidak apa-apa Hyung. Terima kasih sudah menolongku" pemuda itu membalas dengan juga menggerakan tangannya. Sanggyun tersenyum.

"Nah sekarang kembalilah, lanjutkan pekerjaanmu. Masih ada satu jam lagi sebelum shift mu selesai kan?".

Dan Jinyoung kembali mengangguk, kemudian membereskan gelas bekas minum Hyunbin dan membawanya ke belakang sambil berpikir—berdoa lebih tepatnya, semoga tidak bertemu dengan pria tinggi emosional itu lagi.

TBC

Terima kasih buat semua yang udah nunggu chapter 1

Vomments jangan lupa ya :D

Love, Rossie

TUTOR (MINHYUNBIN)Where stories live. Discover now