#18

4K 471 25
                                    

-oo0oo-

"Prilly...!?". Panggilnya lirih. Ali perlahan menghampiri gue. Kaki gue rasanya mati rasa. Gak bisa di gerakkin padahal gue ingin menarik lengan Aska dan membawanya pergi. Tapi semuanya terlambat saat Ali sudah berdiri di depan gue. "Prilly!!". Panggilnya lagi.

Gue menelan ludah gue dengan susah payah saat Aska menatap gue dan Ali bergantian. Aska gak ngomong apa-apa tapi gue bisa lihat ada guratan kekecewaan dalam garis wajahnya.

Aska tau dengan siapa gue berhadapan dan tanpa ngomong sepatah kata Aska langsung ngeloyor pergi ninggalin gue. "Aska...!". Panggil gue saat langkah kaki Aska pergi menjauh.

Aska gak menoleh ataupun menyahut. Ingin gue mengejarnya tapi kaki gue....kenapa dengan kaki gue? Kaki dan hati gue ingin tetap di sini. Bersama Ali.

Maaf.

Kata itu yang bisa gue ucapin dalam hati buat Aska. Saat sosok Aska sudah menghilang di balik body mobil saat itu juga gue memejamkan mata rapat-rapat. Mata gue sudah berair sejak tadi. Sejak gue menangkap sosok Ali.

"Prill...aku nyariin kamu. Kamu kemana aja? Rumah kamu kosong. Nomer kamu gak aktif. Kamu kemana?".

Saat tangan Ali berusaha memegang lengan gue, saat itu juga gue menepisnya dengan kasar. Sekuat tenaga gue membalas tatapan mata Ali.

"Harusnya gue yang tanya, kemana lo selama gue nunggu di sini? Harusnya gue yang tanya kenapa nomer lo gak aktif? Lo gak tau Li arti dari kehilangan. Dan untuk kedua kalinya gue kehilangan lo!".

Tumpah sudah airmata yang dari tadi gue tahan. Ali diam dan terus menatap mata gue. "Kenapa diem? Hm? Sudah berapa kali lo ngilang dari hidup gue? Sudah berapa kali lo bikin gue kecewa? Dan sekarang di saat gue udah bisa lupain lo, seenaknya aja lo muncul di depan gue lagi--!".

"Apa.? Tadi kamu bilang apa? Lupain aku? Jadi---!". Ali gak meneruskan kalimatnya dan gue langsung mengangguk. Gue menyeka pipi gue dengan kasar.

"Liat ini!". Gue mengangkat telapak tangan kiri gue dan menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis gue. "Ini adalah bukti bahwa gue bisa lupain lo. Dia. Aska. Calon suami gue!". Telunjuk gue menunjuk sebuah mobil yang terparkir di luar area pemakaman. Yang di dalamnya ada Aska.

Ali menunduk sebentar lalu mendongak menatap gue lagi. "Aku gak percaya kamu secepat itu lupain aku--!".

"Setahun bukan waktu yang cepat, Li. Gue udah pernah ngerasain kehilangan dan gue gak mau itu terjadi lagi dalam hidup gue untuk yang ketiga kalinya!".

Gue berbalik badan dan hendak melangkah meninggalkan Ali. Tapi tangannya langsung mencekal lengan kiri gue. "Tunggu Prill. Biar aku jelasin semuanya--!".

Gue berusaha berontak dari cengkraman tangan Ali. "Lepasin gue Li. Udah gak ada yang perlu di bahas. Semuanya udah berakhir. Jangan sakitin fisik gue karena hati gue udah sakit dari dulu!".

Dan cengkraman tangan Ali langsung terlepas. Ada sedikit memar di pergelangan tangan kiri gue dan Ali menyadarinya. "Maaf!!". Ucapnya lirih dengan pandangan mata menatap tangan kiri gue.

"Kata itu gak akan bisa nyembuhin luka di tubuh ataupun hati gue. Simpan kata itu dan mulai sekarang jangan pernah muncul di hidup gue lagi. Lo adalah masa lalu gue dan gue gak akan mungkin menoleh ke masa lalu gue!". Gue berhenti sejenak. Sekedar menelan saliva gue, mengurangi rasa sesak di dada gue. Tapi hasilnya malah makin sakit.

"Dan lo gak lupa kan dulu lo pernah bilang apa sama gue? Lo bilang sama gue kalo lo paling anti balikan sama mantan. Dan lo tau kan status gue saat ini? Gue mantan lo Li!".

Gue langsung berjalan cepat keluar dari area makam. Tak ada cegahan dari Ali. Suaranya juga gak gue denger. Airmata gue tumpah ruah. Gue berhenti sejenak menatap mobil Aska. Gue ragu apa gue bisa terlihat baik-baik aja di depan Aska. Sementara gue begitu hancur.

DEAR Ali [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang