🍁8

191 17 3
                                    


"Ayah, aku pulang."

Pintu kayu yang kubuka menjerit tertahan karena engselnya sudah berkarat.
Aku membuka sepatuku tak sabaran lalu meminta Taehyung untuk menungguku di teras rumah. Yang dibalas anggukan oleh Taehyung.

Mataku menjelajah setiap inci rumah ini. Ah aku merindukan rumah tua yang penuh kenangan ini. Rumah warisan dari kakek yang masih awet sampai sekarang.

Kamarku, masih sama seperti saat aku meninggalkan rumah ini. Lemari yang isinya acak-acakan dan buku pelajaran ku yang berserakan. Ayah sepertinya tak pernah masuk ke kamarku.

Aku memanggil Ayah berkali-kali tapi tak ada jawaban. Kamarnya kosong, dapur kosong. Semua ruangan kosong.

Dimana Ayah?

Aku menghampiri Taehyung dengan rasa cemas yang menyesakkan dadaku.

"Tae, ayahku tak ada di rumah," Aku memegang ujung kemeja Taehyung cemas. Pandanganku mengabur karena air mata.

"Tenang, jangan panik okay? Coba hubungi Ayahmu dulu," Taehyung mengusap bahu ku pelan untuk menenangkanku.

Aku menghapus air mataku dengan jariku lalu mencoba menghubungi ayah.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif-"

Aku menghela napasku pelan, "Nomornya tidak aktif Tae,"

Taehyung mulai cemas sama sepertiku. Ia mondar mandir memikirkan apa yang harus kami lakukan.

Kenapa Ayah tidak ada dirumah? Ia mengirimiku pesan untuk pulang tetapi ia sendiri tak ada disini. Padahal aku berharap dia akan menanti kedatanganku.

"Yebin?" Suara seseorang membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh, menemukan Bibi Cha tetanggaku yang baik, yang sudah aku anggap Ibu kedua ku, menatapku bingung.

"Bibi Cha?"

"Kau kemana saja? Kenapa kau baru datang sekarang?"

"Maksud Bibi?" Aku menatap Bibi Cha bingung. Apa yang terjadi selama aku meninggalkan rumah?

"Kau tidak tahu? Ayahmu dilarikan ke rumah sakit tadi malam. Kondisinya kritis."

Kemudian Bibi Cha melanjutkan ucapannya yang membuatku hampir pingsan.
"Sepertinya Jaesung tidak memberitahu mu kalau dia punya penyakit gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu ya?"

-------

Ayah mengidap penyakit gagal ginjal sejak setahun yang lalu dan aku tak tahu sama sekali. Ia tak pernah menunjukkan kalau dia sakit dan aku bahkan tak tahu ia melakukan cuci darah secara rutin. Kondisinya semakin memburuk sejak ia mulai mengkonsumsi minuman keras setelah Ibu dan Kakak meninggal. Dan sekarang ia masih dalam kondisi kritis sejak kemarin malam.
Aku merasa sangat bersalah. Andai saja aku tak kabur pasti Ayah masih baik-baik saja.

"Kumohon dokter, selamatkan ayahku. Kalau perlu ambillah salah satu ginjalku," Aku memohon kepada dokter yang merawat ayahku.

"Nona, kita sudah melakukan tes barusan dan hasilnya ginjalmu tak cocok untuk dicangkokkan pada Ayahmu," Dokter itu menunjukkan kertas hasil tes yang ia maksud. Ia menatapku iba.

Aku menggenggam hasil tes itu frustasi. Aku harus bagaimana sekarang?

"Saya akan berusaha menyelamatkan Ayah anda, sekuat tenaga saya. Permisi Nona,"

Aku membungkukkan badanku pada dokter itu, mengucapkan terima kasih lalu duduk di atas kursi besi ruang tunggu.

Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berdoa supaya Ayah selamat. Aku takut kehilangannya sungguh. Sangat takut. Jika aku kehilangannya, aku tak punya keluarga lagi di dunia ini. Semuanya, pergi meninggalkanku.

Lost ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang