[tujuh]-si Bintang

101 7 0
                                    

"Pyaaaarrr.." suara pecahan gelas di siang terik itu memaksa kami semua berlari menuju ruang tamu.

"Nahh kan.." sorak para orang tua kemudian.

"Ummiiii.." sang pelaku mencari pembelaan dari  Ummanya. Ummanya tersenyum melihat tingkah anak semata wayangnya.

Aku terkikik bersama Shila.

"Mas Krisna lagi?" tante Tita muncul sambari membawa lap dan tempat sampah kecil.

"Iyalah Mi, siapa lagi?" Shila masih saja terkikik di sampingku. Terlebih lihatlah ekspresi Krisna sekarang. Ia mendelik dengan butiran bening yang siap jatuh jika ia berkedip.

"Tadi tante udah bilang kan, suruh diem. Duduk. Anteng. Itu temen-temen yang lain aja pada anteng kok," tante Tita dengan cekatan membersihkan pecahan-pecahan gelas yang berserakan di lantai. "Hayo yang lain nggak boleh kesini dulu!" tante Tita segera mengingatkan ketika Dzaki bersiap mengambil langkah.

"Itu mau ngambil minum disitu Mi," Dzaki menunjuk gelas yang berada tepat di samping kakaknya.

"Kak Shila, tolong ambilin minumnya adek!" Shila-pun manut. Ia tak berani membantah perintah ibunya. Karena memang, ibunya terkenal paling galak diantara saudara-saudara ayah. Ya sebenarnya bukan galak sih, bisa dibilang tegas. Padahal tante Tita adalah anak perempuan satu-satunya diantara sepuluh bersaudara.

"Sekalian biskuitnya mbak Shil," ucap Khaerul disertai cengirannya.

"Aidil mau krupuk pedesnya mbak," Aidil juga tak mau kalah. Tentu saja dengan suara serak-serak basahnya yang begitu menggemaskan.

"Ambil sendiri ah!" Shila mulai kesal.

"Arisan keluarga cuma sebulan sekali Shil, apa susahnya sih ngeladenin mereka?" aku mengingatkan Shila yang kembali fokus pada gadgetnya.

"Iya arisannya emang sebulan sekali, tapi tiap malem minggu mereka nginep di rumah kali mbak,"

"Makanya kamu nginep disini aja!"

"Mana boleh sama ummi? Siapa ntar yang ngeladenin mereka? Ngrebusin air lah, nyiapin makan lah, nyiapin baju lah, enak mbak Arifah mah anak terakhir," ia mencebik kesal.

"Enak sih, kalo kak Azzam lagi nggak jail hahaha,"

"Arifaaah, Shilaaa, minta tolong beliin kue ya?" budhe Lestari tiba-tiba muncul dari ruang tengah.

"Dimana budhe?" tanyaku.

"Di toko roti deket pasar itu hlo,"

"Mau buat apa sih budhe? Bukannya kue udah banyak, bunda Fina kan juga udah bikin banyak, ntar pokoknya aku bawa pulang sekerdus. Ya mbak?" Shila berucap sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, genit.

"Terserah ah Shil," aku bergegas menyambar kunci motor yang ada di meja, entah milik siapa itu.

"Ini semua budhe?" tanya Shila begitu menerima uang dari budhe Lestari.

"Iya 5 kardus, shiffon keju ya, buat arisan besok pagi di rumah. Minta yang masih baru," pesan budhe Lestari panjang lebar.

"Siaap budhe"

"Nanti kembaliannya beliin cup cake itu buat anak-anak!"

"Oke, berangkat dulu. Assalamualaikum," suara salam Shila memenuhi ruangan ini.

Namun, barusaja kakiku berhasil menginjak pelataran, lagi-lagi aku dan Shila harus berlari ke ruang tamu. Ya, dek Dhila-cicit paling kecil oma menangis karena mendapat sebuah gigitan dari Sheina. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Begitulah suasana rumah jika ada arisan keluarga. Tapi itu yang selalu aku nantikan setiap bulannya♥

ArifahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang