11. Pernyataan

14.7K 1.2K 32
                                    

Setelah kejadian dua minggu yang lalu, mereka menjadi canggung. Memang kegiatan "belajar" mereka masih terus berjalan dengan semestinya. Hanya keadaan keduanya yang menjadi tidak seluwes biasanya.

Tidak ada lagi Tasya yang suka mengeluh. Tidak ada lagi Tasya yang keras kepala. Tidak ada lagi Tasya yang suka membantah perkataan Dava. Hanya ada Tasya yang pendiam; mengangguk saat Dava menjelaskan materi, dan menggeleng jika memang dia belum paham.

Berkali-kali Tasya mencoba menganggap ucapan Dava hanya angin lalu; hanya candaan biasa. Toh sikap Dava juga biasa saja, tidak gugup dan kaku padanya. Tetapi dasarnya saja Tasya yang suka memikirkan perkataan orang terlalu dalam, hingga pusing sendiri dibuatnya.

Hari ini Dava mengajaknya pergi ke suatu tempat. Entah ke mana, yang jelas Tasya hanya bisa mengangguk saat Dava memintanya untuk bersiap diri beberapa menit yang lalu.

Tasya sampai mengacak-acak isi lemarinya hanya untuk menemukan pakaian yang cocok. Ada apa dengan Tasya, dia pun tidak tahu. Tasya hanya merasa dirinya harus berpenampilan sebaik mungkin.

Tasya semakin panik saat mendengar ketukan di pintu kamarnya. Sebuah suara lembut terdengar dari balik pintu, meminta Tasya untuk segera turun ke bawah. Tasya segera menyambar gamis biru laut yang baru sekali digunakannya; yang menurutnya paling cocok untuk digunakannya saat ini.

Gadis itu berteriak saat mendengar suara bundanya kembali mengalun. "Sebentar, Bun. Tasya ganti baju dulu."

Suara bundanya lenyap seiring langkah gadis itu memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurnya. Cepat-cepat Tasya memakai gamisnya dan memakai kerudung yang diambilnya asal tadi.

Sekali lagi Tasya mengamati penampilannya melalui kaca panjang di dalam kamarnya. Dia tersenyum manis saat merasa sudah cukup dengan penampilannya. Diambilnya tas kecil yang biasa dia bawa pergi. Tasya lalu turun ke bawah menemui Dava yang sudah sejak tadi menantinya.

"Emh ... ayo, Dav," ujar Tasya saat sudah dekat dengan Dava.

Dava mendongak. Senyum manisuncul di wajah tampannya saat melihat penampilan Tasya yang menurutnya sangat cantik itu.

Dava berdiri dari duduknya. Kepalanya celingak-celinguk seperti mencari sesuatu. Dava bertanya pada Tasya yang sedang menatapnya dengan pandangan heran, "Bunda kamu di mana?"

Tasya mengangguk paham lalu meminta Dava untuk menunggu sebentar. Tak lama kemudian, gadis itu kembali datang bersama bundanya yang terlihat tersenyum lembut ke arah Dava. Membuat lelaki tampan itu ikut tersenyum seolah tertular dengan senyuman bunda Tasya.

"Tante, Dava pinjam anaknya sebentar ya? Enggak dibawa pergi jauh kok. Enggak berani sama yang galak-galak," izin Dava kepada bunda. Dia sedikit berbisik saat mengatakan kalimat terakhir.

Bunda terkekeh saat mendengar nada geli pada ucapan Dava. Dia mengangguk dan menggiring mereka untuk keluar rumah.

"Jaga putri Tante ya, Dav. Galak-galak gini juga ada yang suka loh," goda Bunda Tasya.

Tasya menoleh saat mendengar namanya disebut. "Loh, Bun? Kok bawa-bawa nama Tasya sih?" protes Tasya yang sudah cemberut.

"Sudah sana kalian berangkat! Sudah hampir siang, nanti kalian kesorean," kata Bunda.

"Iya, Bun. Tasya pamit dulu ya, Bun. Jaga diri Bunda juga." Tasya memeluk bundanya sekilas lalu tersenyum manis.

"Dava juga pamit ya, Tante. Tasyanya pasti dijagain kok," kata Dava sambil cengengesan.

"Udah ah. Assalamu'alaikum, Bun."

Tasya segera menarik tangan Dava yang masih saja mengobrol dengan bundanya. Bisa-bisa mereka tidak jadi pergi kalau Dava terus saja mengobrol.

LUKA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang