Dava masuk ke dalam kelasnya untuk mengambil ponsel yang sejak tadi ada di dalam tas. Dia mengecek sebentar notifikasi yang masuk. Tidak ada nama orang yang ditunggunya. Dava memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia langsung melenggang pergi menuju pintu keluar.
"Mau ke mana, Dav?" teriak salah satu temannya.
"Alah, palingan juga mau nyusul si Tasya!" sahut Tajhu asal.
"Lah, bukannya Tasya udah sama Bian ya?" tanya temannya yang lain.
"Biasa, orang susah move on mah emang gitu!" sahut Tajhu lagi.
"Kamu mau rebut Tasya dari Bian, Dav?" tanya temannya yang di pojokan.
"Palingan bentar lagi juga ribut sama Bian. Tunggu aj-"
"Hu, kamu ada dendam sama aku apa gimana sih? Gosip aja terus!" ketus Dava sambil lalu. Tajhu dan Rico terkekeh melihat reaksi Dava yang seperti itu. Mereka kembali mengerjakan tugas yang diberikan Bu Ani, sedangkan Dava sudah keluar dadi kelas.
"Cari di mana ya?" gumam Dava.
Dia melihat-lihat kiri kanan, barangkali dirinya menemukan objek yang sedang dicari sedari tadi.
"Di perpus? Nggak mungkin. Ya kali orang kota songong kayak Bian pergi ke perpus. Lapangan basket? Tambah nggak mungkin! Masa bolos di depan ruang kepala sekolah. Di kantin kali ya?" tanya Dava pada dirinya sendiri.
Dava mempercepat langkahnya menuju kantin. Dia sudah menyiapkan mental jika nanti bertemu dengan Tasya yang sedang bermesraan dengan Bian.
Belum juga kaki Dava menginjak lantai kantin, suara tawa terdengar sampai ke luar. Dava bisa menebak bahwa ini suara Tasya dan Bian. Dava mengatur pernapasannya, lalu mulai berjalan sesantai mungkin.
Dava memesan jus mangga kesukaannya dengan raut wajah tenang. Dia membawa segelas jus mangga itu ke meja di pojokan. Saat melewati meja Tasya, orang yang duduk di meja itu melihatnya dengan pandangan heran.
Dava tidak mempedulikan hal tersebut. Dia tetap melangkah dengan santainya sampai mendaratkan pantatnya pada kursi dan menyandarkan tubuhnya.
"Enaknya kalau jam kosong!" seru Dava tiba-tiba. Dia menyeruput jusnya sambil memejamkan matanya, seolah sangat menikmati apa yang sedang dilakukannya.
"Iyalah enak! Lain kali ngajak-ngajak dong kalau mau menikmati waktu berharga ini di kantin!" sahut seseorang yang tiba-tiba sudah duduk di depan Dava.
Dava membuka sedikit matanya untuk memastikan orang tersebut adalah sahabatnya, Rico.
"Ah, enak ya, Ric, nggak ada pelajaran gini nyantai di kantin!" ujar Dava.
"Iya dong! Jam kosong gini nggak perlu was-was kalau guru nyari, udah jelas-jelas gurunya nggak ada. Ya nggak, Dav?"
"Iya dong! Nggak usah takut nilai jelek sama kepribadian D kalau gini. Orang gurunya nggak masuk!" kompor Dava.
Mereka menyindir dua orang yang sedari tadi sedang memperhatikan mereka dalam diam. Terutama sejak Dava berbicara dengan lantangnya tadi.
"Dav, kapan-kapan kita bolos yuk!" ujar Rico tiba-tiba.
"Nggak ah. Ngapain bolos? Rugi! Udah bayar mahal-mahal masa bolos! Nggak kasihan sama orang tua kamu yang udah bayarin biaya sekolah yang nggak sedikit ini? Rela kerja banting tulang cuma buat nyekolahin kamu supaya kamu pintar tapi malah kamu sia-siain gitu aja. Kalau aku sih, no!" sindir Dava semakin menjurus.
"Iya juga sih! Kasihan orang tuaku ya, Dav! Kalau gitu mah, aku harusnya nggak bolos ya! Untung kita jam kosong, bukan bolos! Nggak kasihan sama uang orang tua yang kebuang sia-sia kali ya orang yang bolos itu?!" Rico ikut-ikutan menjadi kompor.
Dia tahu maksud Dava datang ke kantin. Untuk membuat Tasya kembali ke kelas dan tidak bolos lagi!
Meskipun caranya salah, tapi Rico tetap mengacungi jempol dengan niat Dava yang memang benar-benar tulus dengan Tasya. Maka dari itu dia langsung menyelesaikan tugasnya secepat mungkin dan membantu Dava untuk mengompori Tasya.
"Udah jangan didengerin!"
Terdengar suara Bian seolah sedang menenangkan Tasya. Dava dan Rico terkikik diam-diam sambil menyatukan kedua telapak tangan mereka dsecara diam-diam pula.
"Aku mau balik ke kelas aja deh, Bi. Aku jadi nggak enak sama Bunda," ujar Tasya sambil berdiri, yang membuat Bian juga ikut berdiri.
"Loh, tapi makanan kamu belum habis loh?" tanya Bian terdengar sedikit panik.
"Kau udah nggak nafsu makan. Aku duluan ya, Bi? Bye!"
Tasya berlari keluar kantin untuk masuk ke kelasnya. Dia termakan ucapan Dava dan Rico. Tapi memang itu bagus. Bolos memang tidak ada manfaatnya. Dalam hati Tasya berterimakasih kepada Dava dan Rico. Dia tahu bahwa mereka sengaja menyindirnya. Tetapi dari situlah dia tersadar.
"Makasih, Dav," ujar Tasya dengan tulus, tentu saja tanpa diketahui oleh Dava.
***
"Maksud kalian apa?!"
Dava dan Rico terlonjak kaget saat tiba-tiba ada gebrakan meja di dekat mereka. Dan pelakunya tidak lain adalah Bian.
"Maksud kami?" tanya Dava, "emang kami ngapain? Orang dari tadi kamu diem aja ya 'kan, Ric?" sambung Dava meminta dukungan dari Rico.
"Yoi!"
Bian menggeram. "Nggak usah basa-basi! Lain kali kalian kayak gini lagi, jangan harap kalian bisa tenang! Gue bakal buat perhitungan sama kalian!"
"Perhitungan? Makasih deh, nggak usah kamu ajarin juga aku udah mahir kali perhitungan!" jawab Dava dengan santainya, tanpa takut dengan kemarahan Bian yang semakin memuncak.
"Kalau gue ngomong tuh nggak usah jawab!" teriak Bian.
Dava dan Rico hanya mengangguk-angguk saja.
"Lo berdua harus bayar semua ini!" ujar Bian lagi.
Dava dan Rico masih setia dengan anggukan mereka.
"Ngaku aja, kalian sengaja 'kan tadi nyidir gue sama Tasya?!" tuduh Bian.
Lagi-lagi Dava dan Rico hanya mengangguk.
"Kalau ditanya tuh jawab!" teriak Bian frustrasi. Kakinya menendang kaki meja Dava dengan sedikit kencang, hingga menimbulkan bunyi derit yang cukup keras.
Dava menatap Bian sejenak. "Kami udah boleh ngomong?" tanya Dava dengan polosnya.
Rico menahan tawanya yang sebentar lagi akan meledak. Apalagi melihat ekspresi wajah Bian yang terlihat semakin merah padam, menandakan bahwa dia semakin emosi.
Tanpa banyak berkata, Bian meninggalkan meja Dava dan Rico, menyisakan tawa kedua orang itu setelah Bian sudah tidak terlihat lagi.
"Seru juga ya ngerjain Bian?!" ujar Rico di sela-sela tawanya.
Dava mengangguk. Dia tersenyum kecil saat membayangkan Tasya yang langsung mengerti dengan maksudnya tadi.
Sebuah perhatian kecil.
****
TBC.
Sampai jumpa di bab selanjutnya.... 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA (COMPLETE)
Teen FictionLuka "Rela, demi dapetin hati kamu!" A story by Kusni Esti. Kata orang, saat kita jatuh cinta, kita akan merasakan dua hal; bahagia dan sakit hati. Artinya, di samping bahagia, kita harus siap untuk jatuh sejatuh-jatuhnya. Dan Dava Abiyoga mengamini...