02. he who protects

6.9K 1.1K 267
                                    

Satu hempasan terakhir dari air yang mengenai lantai sebagai penutup, meninggalkan beberapa suara aliran air yang mengalir melalui pembuangan. Hanya satu hal itu yang dapat Namjoon tangkap oleh pendengarannya, sebelum suara gesekan handuk yang ia pakai untuk mengusap rambut basahnya mulai menggelitik gendang telinga.

Namjoon melilitkan sebuah handuk putih lain pada perpotongan pinggangnya, mengusak rambutnya yang masih basah dalam hentakan ringan keluar dari kamar mandi. Telapak kakinya yang basah meninggalkan beberapa jejak air yang diikuti oleh tetesan ringan air yang meluncur jatuh dari atas kepalanya. Beberapa melewati lehernya, sedang yang lainnya memilih untuk bersenang-senang di atas punggung atau diantara lekuk otot perutnya sebelum jatuh semakin dalam.

Tubuhnya berhenti tepat di depan kaca besar si dekat lemari pakaian. Beberapa sudut bagian atasnya tertempel beberapa sticky note warna-warni sebagai pengingat. Kebiasaan kecil milik Anne yang selalu Namjoon terapkan kembali saat gadis itu mulai melupakannya. Beberapa diantaranya berisi tulisan tangan tentang beberapa kesibukan Namjoon dalam sepekan, beberapa diantaranya bahkan hanya berisi tentang ungkapan penyemangat yang selalu berhasil membuat hari pemuda itu lebih baik dari sebelumnya.

Tangan kanannya masih terlihat sibuk mengusap sisa air yang masih memenuhi setiap sekat pada rambutnya. Merasa cukup, Namjoon melempar asal handuk pada genggamannya untuk jatuh di atas permukaan kasur sebelum berdiri menatap pantulan bayangan dirinya di depan cermin.

Pemuda itu meniti garis lurus pada wajahnya. Tidak ada yang salah, Namjoon terpahat dalam rupa yang sempurna. Oh, jangan lupa pada bonus kecil pada kedua pipinya. Hal itu terlihat begitu manis untuknya.

Irisnya menatap beberapa lekuk dalam yang tertanam pada perutnya. Namjoon ingat ia mulai membentuk tubuhnya hanya karena ingin terlihat tak kalah dari tubuh Seokjin. Hei, Anne menyukai lekuk otot perut milik Seokjin. Ia mengatakannya saat mereka menghabiskan beberapa pekan yang menyenangkan di dalam kemah musim panas yang universitas adakan.

Seokjin selalu memamerkan hal itu pada Namjoon, sehingga membuat pemuda itu geram dan memulai rutinitas barunya agar tak kalah saing dari Seokjin.

Namjoon masih ingat saat Anne memuji miliknya sebab terlihat lebih menakjubkan dari milik Seokjin yang mulai bosan untuk ia pandangi. Pemuda itu bahkan masih ingat saat Anne berkata dengan lantang pada kemah musim panas di semester berikutnya, di tengah kerumunan kelasnya yang sedang berjemur di dekat bibir pantai. "Hei, Namjoon. Aku menyukai otot perutmu."

Apa Namjoon patut untuk berbangga hati? Tentu saja. Sebab ia bisa mengungguli satu kesempurnaan Seokjin, meskipun itu hanya sebuah isapan jempol Anne yang akan tetap memandang sempurna Seokjin yang notabene adalah kekasihnya.

Namjoon masih ingat saat saling melempar beberapa kalimat candaan pada Seokjin tentang bagaimana kurus dirinya saat sekolah menengah pertama ketika ia memilih menginap di rumah milik Seokjin saat kedua orangtuanya pergi menuju Italy untuk beberapa kesibukan perusahaan.

Ia hanya tidak menyangka, waktu dan segala hal dapat berubah begitu cepat. Begitu pula sesuatu yang diam-diam berkembang diantara dirinya, Anne, dan Seokjin. Namun malang untuknya sebab Seokjin telah lebih dulu memenangkan hati gadis itu hanya untuknya.

Tangan dengan jemari panjang Namjoon meraih sebuah pengering rambut. Menyalakannya dalam mode sedang seraya mengibas rambutnya yang basah agar dapat ditempa oleh hawa hangat yang meluncur dari lubang hairdryer. Namjoon tidak akan memakai alat itu mengingat ini musim panas yang panjang, namun ia butuh untuk mengeringkan rambutnya segera.

Saat tengah menatap pantulan bayang dirinya, Namjoon teringat satu ingatan yang cukup membekas di dalam dadanya. Ia ingat, hari itu adalah kali pertama kecemburuan menguasainya.

Ingatannya kembali pada waktu itu, saat Anne tengah duduk di atas kursi tepat di depan meja riasnya dengan sebuah hairdryer menyala pada genggamannya. Namjoon berdiri di depan pintu, mengetuknya pelan sebelum masuk dan duduk di pinggiran ranjang.

"Masih lama?"

Gadis itu mengangguk ringan. Terlihat sedikit kesulitan.

Namjoon yang telah siap dengan kemeja putihnya hendak beranjak untuk menolong, namun pergerakannya belum mendapat sambutan yang baik dari kedua tungkai kakinya saat sosok Seokjin muncul dan dengan sigap merebut pengering rambut dalam genggaman Anne.

Pemuda itu dengan telaten mulai mengeringkan rambut gadisnya, tertawa beberapa saat dengan beberapa senyum malu-malu yang nampak di atas permukaan bibir mereka. Seokjin bahkan beberapa kali menunjukkan rasa cintanya pada gadis itu melupakan Namjoon yang menyaksikan segala sesuatunya di dekat mereka.

"Kalian terlihat serasi." persetan dengan mulut bodohnya. Kim Namjoon seharusnya mengumpat kesal dan melayangkan beberapa kalimat ejekan agar kedua sahabatnya itu berhenti untuk saling melempar kemesraan satu sama lain di depannya. Namun apa yang hendak ia ucapkan justru berbeda, sangat berbeda dengan apa maksud hatinya.

Keduanya tersenyum sebelum satu ucapan kelewat menyakitkan menohok dada Namjoon begitu kuat. "Seokjin hanya berusaha memperlihatkan bagaimana ia mencintaiku, Joon. Tidak lebih."

Namjoon ingat ia hanya mengulum senyum kalem meskipun beberapa bagian dari lesung pipinya ikut terlihat dalam senyumnya yang tak mengenai mata. Ia mengangguk mengerti sebelum melempar pandangannya yang langsung bertumbuk pada beberapa pigura yang terpajang di atas nakas di kamar Anne.

Gambar mereka bertiga sejak kecil tak pernah berubah. Anne akan selalu mendapat tempat di tengah, Ayah mereka berkata bahwa gadis manis itu harus selalu mendapat perlindungan dari kedua pemuda itu. Namjoon tahu pasti hal itu, ia dan Seokjin sejak kecil ditugaskan untuk menjaga Anne, dan tebak apa yang lebih hebat? Namjoon bahkan masih berusaha menjaganya lebih kuat lagi dari beberapa usahanya yang telah lalu. Ia menjaga persahabatan mereka. Menjaga hati milik gadis itu, bahkan begitu hebatnya menjaga milik Seokjin juga, melupakan hatinya yang telah hancur berkeping-keping.

Namjoon ingat saat ia hendak berujar, "Hei," namun ucapannya terpotong saat kepalanya menoleh dan irisnya menemukan rasa sakit yang menusuk hebat saat melihat Seokjin memeluk Anne dari belakang. Keduanya terlihat begitu penuh dengan luapan cinta. Kim Namjoon tahu, tempatnya tak selalu berada diantara keduanya. Dulu dan sekarang telah berubah. Tentu saja. Semuanya telah berbeda diantara mereka. Dua banding satu, begitulah kira-kira.

Namjoon mengalihkan tatapannya, dadanya terlampau sakit melihat sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya. Seharusnya ia yang berlakon di sana, namun ia sadar, tak ada tempat saat Seokjin telah mengungapkan perasaannya pada Anne dan berbalas suka.

"Um... aku akan menunggu di depan. Kupikir bibi Ryu akan membutuhkan sedikit teman ngobrol di sana."

Namjoon menepuk pahanya sebelum beranjak pergi. Melangkah dalam keinginan untuk berlari namun ia harus menahannya, sebab hal itu akan terlihat jelas. Namjoon hanya butuh mengatupkan kedua kelopak matanya agar liquid bening yang mulai menumpuk hasil dari rasa panas yang menusuk pelupuknya agar tak jatuh. Ia mungkin berhasil menahannya dengan kepalan tangan yang saling menggenggam erat hingga membuat buku-buku jarinya memutih jika ia tak mendengar ungkapan kelewat menyakitkan yang meluncur ringan dari bibir Anne. "Aku akan memelukmu Juga, Joon. Pelukan persahabatan." <>

Enjoy yah sama bang Namjun :'>

AliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang