03. something he can't

4.7K 974 113
                                    

Sebelah lengannya menyusup diantara lubang pada lengan kemeja putih fit body-nya. Satu yang lain menyusul hingga Namjoon berhasil mengenakan kemejanya. Ia hendak memasukkan kancing diantara lubang kancing kemejanya, namun beberapa ingatan kembali menggerayangi kepalanya. Namjoon itu tipikal pemuda yang mudah untuk mengingat masa lalu yang telah lampau. Mengingat beberapa kehangatan dan rasa manis sebelum semuanya pergi.

Ingatannya bergerak sesaat setelah irisnya menemui jemari tangannya yang telah berubah cukup panjang, dengan jari-jari yang kurus dan panjang. Ia ingat saat kecil, jarinya terlihat pendek dan gemuk. Ia bahkan selalu mendapat ejekan dari Seokjin tentang jarinya yang terlihat seperti jari milik si bulat Jimin di kelas sebelah.

Namjoon tidak kesal karena diejek oleh Seokjin seperti itu. Ia juga tidak kesal karena harus disama-samakan dengan si gendut Jimin. Namun yang membuat Namjoon kesal setengah mati adalah dirinya yang tidak berguna.

Hei, tentu saja. Bocah sepuluh tahun namun masih tak mampu hanya untuk memasukkan kancing dengan baik. Salahkan jarinya yang besar, Namjoon menjadi begitu kesulitan menggenggam kancing baju yang kelewat kecil.

Awalnya Namjoon membenci jari-jarinya, namun saat Anne menawarkan bantuan yang kelewat manis untuk membantu bocah itu mengenakan kemejanya, Namjoon jadi menyukai jari-jarinya. Sebab hal itu pula yang menghentikan candaan Seokjin padanya. Yah, meskipun ia harus kehilangan kesempatan itu saat beranjak dewasa, setidaknya beberapa perhatian baik dari Anne maupin Seokjin yang teralamat padanya, masih teringat jelas di dalam memorinya.

Namjoon selesai mengenakan kemejanya. Ia mencoba memperbaiki bagian bawah kemejanya yang ia sisipkan di dalam celana kain hitamnya, sebelum beralih memasang beberapa buah kancing lainnya pada lengan.

Anne yang lucu. Ia bahkan kerap menggoda Namjoon dulu dengan menyuruh Seokjin untuk memasangkan kancing-kancing miliknya dengan alibi bahwa ia sudah cukup dewasa dan tahu malu untuk masih membantu Namjoon memasang kancing.

Namjoon ingat saat acara hari ulang tahun kampus beberapa tahun silam. Malam penuh kemewahan dimana muda-mudi ditempa dalam pesta yang berkelas. Menggunakan gaun dan setelan jas yang mahal dimana setiap individu mencoba saling meninggikan dalam balutan busananya, memperlihatkan dirinya begitu hebat hanya karena merek dan asal pakaian mereka. Namjoon tengah bersiap kala itu, sedikit terlambat sebab ia menghabiskan beberapa jam terakhirnya dengan beberapa kemenangan dalam permainan gamenya melawan Seokjin.

Tepat saat ia tengah kewalahan mengenalan kemeja, suara derap langkah gusar milik Anne meneriaki telinganya. "Astaga, Kim Namjoon, Kim Seokjin. Apa yang kalian lakukan? Ini sudah pukul setengah tujuh dan kalian belum bersiap? Hei bung, acara dimulai pukul tujuh, ck."

Gadis itu mendengus sebal saat tahu penyebab pasti mereka terlambat untuk bersiap. Masa bodoh dengan apapun, Namjoon memilih mempersiapkan dirinya dengan begitu cepat, menyenggol beberapa benda hingga terjatuh dan membuat kegaduhan Anne semakin bertambah.

"Astaga Namjoon. Lihat, parfumnya pecah."

Salahkan si penghancur Namjoon jika sudah begini.

"M-maaf Anne. Kau menyuruhku untuk cepat, aku melakukannya."

Anne menggeleng tak habis pikir. "Ya sudah, cepat pakai kemejamu."

Namjoon mengangguk patuh. Kemarahan Anne adalah hal yang patut dihindari. Pemuda itu kembali terlihat sibuk dengan kemejanya, beberapa kali mencuri pandang pada Seokjin yang masih terlihat lebih payah darinya. Namun kesombongan Namjoon rupanya menjadi bumerang untuknya saat melihat Anne bergerak ke arah pemuda itu setelah menyelesaikan urusannya dengan botol parfum yang pecah.

Ia membantu Seokjin mengenakan kemeja, memasang dasi bahkan memakaikan jas hitamnya. Iri? Tentu saja. Ia yang seharusnya berada di sana. Tapi mengapa permainan bumi terlihat begitu lucu?

Namjoon kembali merasakan dadanya ditusuk jutaan paku tajam. Ia tahu memandangi keduanya dalam waktu yang panjang akan menyiksa dirinya sendiri, untuk itu ia memilih meyibukkan dirinya sendiri dengan iris yang kembali terasa panas. Sekelumit pikirannya bermain liar, ia sempat ingin berteriak lantang, mengatakan bahwa, "Hei, Anne. Berhenti menyiksaku!", namun hal itu tak benar-benar untuk ia lakukan. Ia hanya membungkam mulutnya dengan beberapa rasa diabaikan.

"Hei, bung. Belum selesai?"

Namjoon terjaga dari monolognya sendiri. Ia menatap Seokjin yang telah siap dan terlihat begitu tampan. Tentu saja, pemuda menawan itu selalu mendapat tempat di hati siapa saja.

"A-ah sedikit."

"Sini biar kubantu."

Seokjin terlihat sibuk mengenakan dasi di leher Namjoon, sebab Anne terlihat tengah sibuk dengan anting-antingnya. Tak masalah, sebab Namjoon tidak ingin gadis itu melihatnya mencoba bersandiwara. Hal itu akan terdengar lucu. Dalam hati ia berterima kasih pada Seokjin, sebab pemuda itu berhasil menyamarkan beberapa kesedihannya. Tentu saja, Kim Seokjin adalah sahabatnya, Namjoon sering menyebutnya dengan penyembuh luka. Terkadang.

Ketiganya telah siap.

Seokjin berdiri di ambang pintu depan dengan rambut gelapnya yang disisir rapi ke belakang, setelan Armani hebatnya terlihat menambah nilai kesempurnaannya menjadi penuh. Kim Seokjin benar-benar menawan, begitu pikir Namjoon. Ia bahkan tak pernah berhenti mengagumi bagaimana pemuda itu dilahirkan nyaris sempurna, berbeda dengan dirinya yang berada pada baris terbawah.

Namjoon jadi iri, mengapa dunia seperti tak adil untuknya.

"Sudah siap?"

Anne menyela beberapa pikiran-pikiran bodohnya. Pemuda itu mengangguk bersemangat, namun lupakan dengan semangat itu. Namjoon bahkan kehilangan semangatnya kurang dari 0.01 detik setelah mengucapkannya.

Ya. Di sana. Namjoon melihat Anne dan Seokjin saling melingkarkan tangan. Melihat Seokjin memberi jasnya sementara waktu untuk menutupi bahu terbuka dari gaun Anne, atau menatap gadis itu penuh kasih, seharusnya ia yang berada di sana. Seharusnya ia yang berlakon, namun lagi-lagi ia hanya mampu menelan keinginannya itu. Hei, Seokjin, kalian terlihat begitu serasi.<>

AliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang