06. the flower she likes

3.7K 852 80
                                    

Langkah kakinya menapak ringan. Hawa panas yang menyerang bahkan tak terlalu ia pikirkan. Namjoon tiba di persimpangan jalan, mengecek arloji yang melingkar apik pada pergelangan tangan kirinya sebelum menyunggingkan satu senyuman lembut dan melangkah menyeberangi zebra cross dengan sebelah tangannya yang ia sisipkan di balik kantung celana kainnya.

Namjoon melangkah dengan pandangan yang mengedar ke seluruh pusat Samchu-dong, melirik beberapa tempat dengan seksama sebelum tersadar akan satu hal. Ia belum membeli bunga.

Namjoon melangkah dengan sedikit terburu-buru, berbelok di pertigaan dan berhenti tepat di depan sebuah toko bunga. Pemuda itu mencoba mengatur napasnya, semangatnya yang menggebu-gebu bahkan mengalahkan teriknya matahari atau lelah yang sempat menyerangnya. Namjoon hanya terlalu bersemangat untuk hari ini.

Ia telah mendapatkan sekotak besar mochi dingin yang kenyal kesukaan Anne. Beberapa varian rasa dengan rasa raspberry yang menjadi favoritnya. Namjoon hanya membayangkan dengan gemas bagaimana Anne malahap seluruh mochi ini dengan begitu bersemangat hingga membuat kedua pipinya mengembung, sangat menggemaskan.

Pemuda itu membuka pintu etalase kaca, masuk dengan sedikit menghela napas sebab aroma bunga yang saling betubrukan di udara membuat pernapasannya sedikit terganggu. Ia berhenti di depan beberapa jenis bunga yang diletakkan di atas ember besar, irisnya menyusuri beberapa bagian, mencari beberapa bunga yang cocok untuk ia bawa dan pilihannya jatuh pada krisan putih yang cantik.

Tangannya bergerak pelan, namun sebelum sentuhannya berada tepat di atas permukaan bunga, suara lembut menyapa pendengarannya. "Bunga untuk kekasih anda?"

Namjoon terkekeh dengan beberapa ekspresi terkejut yang masih menguasai wajahnya. Ia mengusap tengkuk sebelum membalas pelan. "Bukan. Namun akan menjadi kekasihku."

Gadis itu mengangguk mengerti. Ia beralih menatap jemari Namjoon yang bermain-main di atas kelopak bunga krisan dan seketika dahinya mengerut samar.

"Anda ingin menyatakan cinta?"

Pemuda itu mengangguk. "Tepatnya begitu."

Gadis itu kembali memberi satu anggukan pada Namjoon. "Bisa saya bantu untuk memilih? Sebab bunga yang anda pegang itu──"

"Ya, aku tahu. Berikan satu ikat untukku. Ia menyukai bunga ini."

Namjoon tidak sedang mabuk atau pun terserang demam di musim panas. Ia hanya mencoba memberikan apa yang gadis itu sukai. Ya. Krisan putih yang cantik adalah kesukaan Anne. Namjoon bahkan mengetahuinya lebih baik dari Kim Seokjin yang notabene adalah pemuda yang mengutarakan perasaannya lebih dulu pada gadis itu.

Namjoon ingat, saat itu Seokjin memintanya dengan sepenuh hati untuk membantunya menyiapkan beberapa hal untuk ia pakai saat menyatakan perasaannya pada Anne. Seperti baju, celana, sepatu, potongan rambut, hadiah, atau bunga misalnya. Mereka duduk di karpet bulu di tengah kamar Seokjin saat itu dengan Namjoon yang memeluk bantal kecil sedang irisnya terus mengawasi presensi Seokjin yang terlihat begitu bersemangat dengan senyum palsu yang meninggalkan rasa sakit pada dadanya.

"Hei, Joon. Hadiah apa yang harus kuberikan padanya? Kau tahu bukan, Anne memiliki segalanya, ia bahkan sering mendapat hadiah kecil dariku. Setidaknya aku ingin memberi yang lebih padanya."

Namjoon meneguk salivanya dengan sedikit kesulitan. Mendengar Seokjin ingin menyatakan perasaannya pada Anne bahkan membuat dirinya diserang gelisah yang tak habis. Ia ingin mengumpat, meneriaki pada bumi mengapa hal ini tidak berjalan adil. Tentang mengapa rasa cintanya yang tumbuh secara berbeda.

Pemuda itu terkekeh, berusaha terlihat senormal mungkin meskipun ia mati-matian berusaha untuk tidak menunjukkan betapa ia dirundung duka dan rasa sakit yang tak akan kunjung habis.

"Aku mengetahui ia menyukai bunga. Mengapa tak memberikannya?"

Iris Seokjin melebar. Pemuda itu nampak begitu bersemangat dan memilih mengambil tempat di dekat Namjoon dengan begitu menggebu-gebu. "Benarkah? Bunga apa yang ia sukai?"

Namjoon tidak bodoh. Ia tidak bercanda hanya untuk meluapkan kekesalannya. Ia mengenal Ryu Anne lebih dari setengah umurnya, ia bahkan jauh lebih dekat dengan gadis itu ketimbang Kim Seokjin, jadi jangan kira ia tidak mengetahui segalanya. Justru Namjoon adalah orang yang paling mengetahui Anne, begitu pun sebaliknya.

"Krisan putih. Anne menyukai Krisan putih."

Malang. Kim Namjoon justru mendapat tendangan bebas dari Kim Seokjin yang tepat mengenai bahunya. Pemuda itu mendengus jengkel dengan beberapa kekesalan yang mencetak kerutan pada wajahnya. "Bodoh. Kau ingin gadis itu menolak dan menendangku karena mendoakannya cepat mati dengan krisan putih itu?"

Namjoon meringis pelan. Tendangan Seokjin sejujurnya tak menyakiti dirinya begitu hebat, hanya saja rasa sakit pada sesuatu yang ia sebut dengan nomena yang membuatnya meringis pelan.

"Aku tidak bercanda. Ia bahkan ingin membuat sebuah gaun dengan bunga tersebut." Seokjin masih berusaha menelaah kebohongan di wajah Namjoon, wajahnya mendekat dengan iris menyipit, membuat Namjoon cukup kesulitan. Pemuda itu menarik dirinya dari Seokjin dan berujar pelan. "Percaya padaku, Jin-ah. Aku bahkan mengetahui segala hal yang tak kau ketahui darinya."

Tentu saja. Namjoon bahkan mengetahui seberapa besar Anne mencintai Seokjin. Dan hal itu menyakitinya. Ia tidak akan memiliki harapan lagi di sini. Tidak di tempat yang bukan semestinya. Sejak awal perasaannya tumbuh di tempat yang salah, Namjoon seharusnya berhenti, namun ia justru tetap bertahan.

Namjoon ingat senyum indah Anne yang terlukis saat menerima buket bunga krisan itu dari Seokjin. Mengingat bagaimana bahagianya Seokjin saat itu. Dan Namjoon tidak akan mengganggunya. Ia hanya memantau dari jauh, memastikan Seokjin mendapat apa yang ia cari, hingga saat satu kecupan hangat mendarat di atas puncak kepala Anne, Namjoon berbalik dengan mata terkatup rapat. Tangannya terkepal hebat hingga buku-buku jarinya memutih. Pemuda itu memilih pergi. Ia telah memastikannya dan tidak ada alasan lagi untuk dirinya tinggal lebih lama.

"Terima kasih."

Namjoon menerima satu buket besar bunga krisan putih dari pegawai toko. Merogoh sakunya dan memberikan uang dengan sedikit tip manis untuk gadis itu. Ia terlihat membaui aroma bunga tersebut, tersenyum lembut sebelum kembali memulai langkahnya.

Beberapa rencananya telah berjalan dengan baik, ia hanya berharap bahwa segala sesuatunya akan selesai dengan lebih baik pula. Ia memiliki pembuka cerita yang menarik, dan seharusnya penutup cerita bahkan harus jauh lebih baik lagi. Beberapa pengakuan telah ia siapkan. Satu untuk Anne dan satu lagi untuk Seokjin. "Anne, maaf karena Seokjin harus ikut mendengarnya."<>

Udah dapat pencerahan? :>

AliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang