TIADA hari tanpa mimpi buruk yang dialami oleh Noreen selama beberapa hari belakangan ini. Dia terbangun dengan tubuh yang basah karena keringat. Nafasnya tampak tersengal-sengal, kemudian pandangan mulai memperhatikan sekeliling kamarnya. Noreen mendesah pelan. Dia kesal karena mimpi buruk selalu menghantui mimpi-mimpi yang awalnya indah jadi mengerikan.
Noreen memilih untuk segera bangun lalu beranjak menuju ke kamar mandi. Dia perlu air hangat untuk merilekskan tubuh maupun pikiran yang mendadak terasa sangat kalut. Hatinya perlahan mulai gelisah. Dia selalu bertanya-tanya apa maksud dari mimpinya itu.
Setelah selesai dengan ritual mandi dan menenangkan hati serta pikirannya, akhirnya Noreen berjalan menuju ke dapur dengan langkah gontai. Di sana dia melihat sang ibu yang sedang sibuk membuat kue kesukaannya yaitu walnut brownies dengan parutan keju di atasnya.
Noreen terus melangkah menuju ke lemari pendingin, setibanya di sana dia tampak berjongkok di depan lemari pendingin yang terbuka seraya memperhatikan apa saja yang ada di dalamnya, kemudian dia meraih sebotol kecil air putih dingin. Setelah membuka tutup botol dirinya langsung menegaknya sampai tersisa setengah.
Aoife tampak melirik sekilas Noreen yang kini menggigit sebuah apel yang baru dibelinya di swalayan kemarin. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan pada putrinya itu namun sengaja diurungkan.
“Ada yang bisa aku bantu, Ibu?” Noreen mulai mendekati Aoife yang masih sibuk membuat brownies. Ia terus memakan apelnya itu dengan lahap.
“Tidak ada.” sahut Aoife sembari melirik Noreen lagi. “Adonan brownies ini tinggal dimasukkan ke dalam loyang cetakan saja.”
“Ya, sudah.” Noreen mengangguk pelan.
“Omong-omong, apa kau tahu dengan kabar Blathnaid saat ini?” tanya Aoife sehingga membuat Noreen langsung menatapnya lalu mengedikkan bahunya tidak tahu.
“Kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi sejak kita pindah ke New York.” kata Noreen seraya menarik sebuah kursi dari meja makan.
“Ayahnya menelponku kemarin. Dia bilang Blathnaid tidak ada kabar sama sekali. Dia pergi menghilang begitu saja setelah bertengkar hebat dengan ibunya.” Aoife berujar memberitahu.
Wajah Noreen tampak terkejut mendengarnya. “Mereka tak tahu keberadaannya sampai sekarang?”
“Mereka tidak tahu sama sekali. Saat di telepon pun Blathnaid juga tidak mengangkatnya sama sekali.” jawab Aoife apa adanya.
“Blathnaid juga tidak memberi kabar apapun padaku.” Noreen tampak cemas, lalu menghela nafasnya dengan pelan. “Aku akan mencoba meneleponnya lalu segera menemui Blathnaid di Belfast. Mungkin saja aku bisa menetap di sana.”
Aoife berdecak pelan. “Bagaimana dengan kuliahmu di sini? Nanti ayahmu malah marah karena kau jauh darinya.” Ia berujar dengan ekspresi serius.
Noreen langsung memasang wajah tak sukanya. “Mana dia peduli dengan hidupku.” Ia menyahut dengan jengkel.
Aoife mendadak menatap sedih pada putrinya itu yang terlihat benar-benar sebal pada ayahnya sendiri. “Jika dia tidak peduli, maka dia tak akan membiayai kuliahmu.” Kali ini ia berujar dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Nuada Silverlance
FanfictionSpin-Off from Prince Nuada Silverlance, son of King Balor from Bethmoora. (Adaptasi dari film Hellboy II: The Golden Army) Prince Nuada kembali bangkit dari 'tidur panjangnya' setelah tepatnya kurang lebih sekitar sepuluh tahun yang lalu dia h...