CHAPTER 11 ◆ Assaults And Threats

44 6 0
                                    

          MESKIPUN menjadi tahanan di bangunan tua ini oleh temannya sendiri, Noreen masih bersyukur setidaknya Blathnaid memberinya makan, walaupun itu hanya roti isi dan minuman hangat. Noreen melahap makanannya dengan terburu-buru dan mengabaikan tatapan tajam Blathnaid yang tertuju padanya.

          Tiba-tiba Noreen memikirkan ibunya. Biasanya pagi-pagi seperti ini mereka akan sarapan bersama sembari berbincang seru lalu menertawakan sesuatu yang dianggap lucu. Sang ibu pasti sedang mengkhawatirkan di mana keberadaannya saat ini. Seandainya dia memiliki ponsel maka dia akan menghubungi ibunya lalu mengatakan setidaknya dia baik-baik saja, dan kemudian memintanya untuk menelepon polisi agar dia bisa terbebaskan dari penculikan oleh Blathnaid yang menurutnya sudah kehilangan akal sehatnya.

          Noreen masih tak habis pikir dengan keinginan konyol Blathnaid untuk membangkitkan kembali Tentara Emas. Apa dia sudah gila? Atau dia masih ada sedikit kewarasan? Itu hanyalah sebuah legenda masa lalu. Keinginannya untuk menguasai seluruh dunia benar-benar tidak masuk akal.

          “Bisa tidak kau membiarkan aku pergi dari sini?” Noreen tahu jawabannya tapi ia sedang berusaha. Ia hanya berharap sedikit peruntungan.

          Blathnaid melipat kedua tangannya. Ia memandang Noreen semakin tajam. “Bodoh, apa yang sedang kau harapkan? Aku tidak akan berubah pikiran. Kau tetap akan menjadi budakku.”

          Noreen mendengus kesal. Ia segera menghentikan makannya. “Blathnaid, apa yang kau lakukan ini gila dan salah. Aku bukan budakmu. Sudah aku katakan beberapa kali. Kita ini berteman baik sebelumnya.”

          “Dengar, Noreen,” Blathnaid menudingkan tangannya, “aku memberimu makan bukan berarti kita adalah teman. Kita tak pernah benar-benar berteman, Noreen. Kau lebih baik menjadi budakku. Budak!”

          “Apa kau sudah gila, Blathnaid?” Noreen membentak marah.

          “Kau yang gila! Kau pengkhianat!” Blathnaid balik membentak.

          Noreen tiba-tiba membalik meja makan yang dia gunakan karena rasa jengkelnya pada sikap menyebalkan Blathnaid yang semakin melototinya. Makanan dan minuman yang tersaji tadi kini teronggok mengenaskan di lantai. Ia tidak memperdulikan itu. “Aku benar-benar menyesal menjadikanmu sebagai temanku. Kau memang penjahat yang sesungguhnya. Kau memang pantas tak memiliki teman. Dan pengkhianat yang sesungguhnya adalah dirimu, Blathnaid. Dirimu!”

          Blathnaid semakin marah. “Kau yang memang pengkhianat. Di sini akulah yang paling benar.”

          “Dasar tidak waras!” Noreen mendesis kesal.

          “Aku tidak mau ada pembantahan di sini. Kau sekarang adalah budakku. Posisimu tak berarti apapun dariku, kecuali aku yang memerintahmu.” Blathnaid tersenyum jahat.

          Noreen berteriak marah dan hendak mencekik Blathnaid yang cepat menghindar lalu memelintir tangannya. Noreen menjerit kesakitan dan mulai meronta-ronta.

          “Rasakan itu, Noreen. Kau pantas mendapatkannya.” Blathnaid terus memelintir tangan mantan temannya itu.

          “Lepaskan, Brengsek!” Noreen tak hilang akal. Ia langsung menendang tubuh Blathnaid yang tersungkur jatuh ke lantai.

          “Bedebah kau, Noreen!” Blathnaid memekik penuh kemarahan karena rasa nyeri pada tubuhnya.

          “Rasakan itu, Blathnaid. Kau pantas mendapatkannya.” Noreen balas mengatai Blathnaid. Ia berlari tergesa-gesa untuk keluar dari ruangan namun pintu mendadak tertutup dengan sendirinya sehingga membuatnya tersentak kaget.

Prince Nuada SilverlanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang