CHAPTER 13 ◆ The Ending Of A Fairy Tale-Like Story

109 6 1
                                    

          “BAGAIMANA dia tahu tentang Blathnaid maupun mahkota pengendali?” Noreen bergumam pelan—tidak bermaksud bertanya pada siapapun—seraya memperhatikan punggung Nuada yang menjauh.

          “Aku bisa melihatnya,” mata Nuala tampak tidak fokus. Ia seperti sedang melamun, “aku melihat kakak kembarku mendapatkan surat dari penyihir itu.”

          Noreen tak habis pikir dengan keinginan maupun tujuan Blathnaid yang dianggapnya sudah gila. “Apa kau tahu di mana saudaramu itu pergi mencari Blathnaid?”

          “Dia mengejarnya ke dalam hutan. Tempatnya cukup gelap,” Nuala terdiam sejenak dengan tatapan kosongnya.

          Noreen bergerak menuju ke arah jendela kaca, lalu menyibakkan tirainya. Memperhatikan suasana malam di luar sana yang gelap dan sunyi. Noreen baru menyadari bahwa ternyata mereka sedang berada di tengah hutan. Ada rasa takut yang tiba-tiba muncul dibenaknya, namun cepat-cepat ditepisnya.

          “Terasa semakin gelap di penglihatanku.” kata Nuala yang tampak menggeleng pelan namun matanya tetap tidak fokus.

          “Tuan Putri,” Noreen tergesa-gesa mendekati Nuala lagi, “apakah kau tahu cara menghentikan semua ini? Menghentikan agar Tentara Emas tidak bangkit lagi?”

          Nuala mengedipkan matanya perlahan. Pandangan kemudian tertuju pada Noreen yang tampak harap-harap cemas. “Hanya ada satu cara.”

          “Apa itu, Tuan Putri?” tanya Noreen dengan penuh harap.

          “Kita bisa menggunakan buku Legenda Tentara Emas, kemudian kita harus menyiapkan sesuatu yang tajam dari penyihir itu.” Nuala menjawab dengan pandangan yang kali ini tampak menerawang.

          “Sesuatu yang tajam? Apakah itu seperti pisau?” Noreen butuh yang lebih spesifikasi.

          “Ya, tentu dan yang pasti pernah di sentuh oleh sang penyihir.” Pandangan Nuala kembali jatuh pada Noreen.

          “Apa hubungannya buku Legenda Tentara Emas dengan sesuatu yang tajam itu, Tuan Putri?” Noreen dilanda kebingungan.

          Nuala memandangi Noreen dengan lebih lekat. “Tancapkan pisau atau jarum ataupun sesuatu yang tajam pada bagian tengah buku Legenda Tentara Emas.”

          Noreen masih mengernyit tak mengerti. “Lantas kemudian?”

          “Buku itu akan menyedot kami para tokoh di legenda itu untuk masuk kembali ke dalam cerita tersebut.” Ada kesedihan di nada bicara Nuala.

          “Apa? Itu berarti kau—” Noreen tak mampu melanjutkan kata-katanya.

          “Ya,” Nuala hanya tersenyum kecil, meskipun tak perlu mendengarkan kata-kata Noreen yang terpotong.

          Noreen menggeleng tak setuju. “Tidak bisa seperti ini. Kita harus pergi dan menyelamatkan diri. Minta tolong pada siapapun.”

          “Tidak apa-apa. Itulah yang harus kita lakukan. Ini demi keselamatan umat manusia.” Sebenarnya Nuala pun tak mengharapkan hal ini, tapi inilah jalan terbaik satu-satunya. “Mari kita ambil buku legenda itu beserta sesuatu yang tajam.”

          “Baiklah.” Noreen mengangguk lemah dengan terpaksa.

          “Ini demi keselamatanmu juga.” kata Nuala memandang Noreen dengan senyuman yang sangat tulus. “Terkadang kita memang harus rela berkorban demi suatu tujuan yang baik agar kita tahu orang lain bisa terbebas dari derita.”

Prince Nuada SilverlanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang