"Semua akan terjawab di waktu yang tepat, My love. Ayo, katanya mau pulang." Ava mau protes dan mendesak Louis untuk menceritakan semuanya, tapi ia takut Louis akan berubah pikiran dan tak jadi mengizinkannya pulang.
Ava masih berdiri di tempatnya, ia menatap Louis, memohon dengan matanya agar pria itu mau menjawab rasa penasarannya.
Louis sedikit memiringkan kepalanya, ia memandang wajah Ava, membalas tatapan yang wanita itu berikan padanya. Ia tak akan bosan melihat mata dan wajah itu, jika Ava mau saling pandang seperti ini terus, dirinya juga tidak keberatan, dengan senang hati ia akan memandang wajah cantik itu. Dia tak akan bosan Memperhatikan bagaimana bulu mata lentik Ava bergerak seiring dengan mata indahnya yang berkedip atau melihat bibir yang tadi diciumnya itu menunjukkan berbagai ekspresi.
"Kau keras kepala," ucap Ava setelah menyadari bahwa Louis tak akan mengatakan apapun. Louis bahkan hanya tertawa kecil menanggapi kekesalan wanitanya itu.
Louis merapikan rambut Ava yang sedikit berantakan karena aktivitas mereka tadi. Ava memegang tangan Louis, berusaha menghentikan apa yang dilakukan olehnya.
"Aku bisa sendiri Louis, aku hanya perlu sisir," ucap Ava. Louis memang mengambil sisir yang ada di atas nakas, tapi ia tidak memberikannya pada Ava. Ia menyisir rambut panjang wanita itu, Ava sendiri terkejut dengan perlakuan Louis dan hanya bisa berdiri kaku.
"Aku bisa sendiri, kau memperlakukanku seperti anak kecil." Louis tak menghiraukan Ava, ia hanya mengecup puncak kepala Ava sebelum meletakkan sisir yang tadi digunakannya.
"Ayo pulang." Louis menggenggam tangan Ava, menariknya keluar kamar. Kali ini Ava tak protes, karena memang keinginannya untuk pulang.
"Peter, aku harus mengantar Ava dulu, jika ada yang penting tunggu saja di sini."
"Menunggu lagi?" Tanya Peter, mengalihkan perhatiannya dari TV yang ia tonton.
Louis mengangguk, ia mengambil kunci mobilnya yang ada di atas meja dan tetap menggandeng tangan Ava keluar rumah.
Ava melihat tangannya yang digenggam Louis, ia sudah coba menariknya beberapa kali, tapi setiap kali Ava melakukannya maka Louis dengan otomatis akan mempererat genggamannya, bahkan tadi Ava sempat kesakitan karena Louis meremas tangannya dengan kuat.
"Louis, aku tak mau bertemu denganmu lagi setelah hari ini."
Louis yang sudah berada di kursi kemudi menoleh menatap Ava. Tatapannya mengeras, tak seperti tadi yang begitu lembut dan penuh pemujaan.
Louis mendekatkan wajahnya pada Ava, ia memegang wajah itu dengan satu tangannya.
"Berani kau menjauh dariku, maka aku tak segan untuk mengurungmu di rumahku, bukan hanya itu saja Ava, aku bahkan tak berpikir dua kali untuk mengotori tanganku dengan darah orang yang kau cintai jika kau melawanku."
Ava meneguk ludahnya kasar, Louis terlihat begitu berbahaya dengan mata tajam dan ucapan sadis itu. Louis mencium bibir Ava dengan kasar dan cepat. Ia melumatnya, menggigit, bahkan memaksa bibir Ava untuk terbuka dan memasukkan lidahnya.
Ava mencoba mendorong Louis, tapi tenaga tentu tak sebanding dengan pria berotot itu. Louis mengerang, menikmati ciuman sepihaknya.
Ava terengah ketika Louis melepaskannya, pipinya telah basah karena beberapa butir air mata yang telah mengalir. Louis menghapus air mata itu dengan jarinya, rasa bersalah tak nampak sama sekali di wajahnya.
"Ingat apa yang kukatakan tadi, Ava. Aku bisa jadi kekasih yang baik hati jika kau menuruti semua kata-kataku, jadilah gadis baik dan penurut supaya tak ada yang terluka."