19

6.6K 616 31
                                    

Hola... lama tidak ke sini wkwkwk, aku mah pura-pura gak peka ditungguin...


Happy Reading!

********

Ketika Louis datang ke rumah Ava, Irfa langsung menjewer telinga Louis hingga memerah. Ava tersenyum bahagia melihat wajah kesakitan Louis, sekalipun ia bisa melepaskan jeweren itu dengan mudah tapi ia tetap menerima hukuman mamanya tanpa protes. Louis hanya mengaduh sambil memegangi telinganya.

Louis tersenyum ketika melihat Ava, ia ingin mendekati kekasihnya tapi Irfa menarik kerah baju Louis hingga ia tak bisa melakukan apa yang diinginkannya.

"Mau kemana? Sudah aku bilang jangan dekat-dekat dengan Ava."

"Aku hanya ingin memeluknya, Tante," protes Louis. Louis memasang wajah memelas, berharap bahwa Tante Irfa akan iba padanya dan mengijinkannya untuk memeluk Ava. Ia merindukan wanitanya, memang tadi sore ia baru bertemu dengan Ava tapi beberapa jam tidak bertemu sudah membuat Louis ingin memeluk dan mencium Ava lagi.

Ava menggeleng-gelengkan kepalanya melihat mamanya dan Louis, dalam hati ia bersyukur bahwa mamanya sudah bisa menerima Louis. Tak ada yang menyinggung masa lalu, baik Ava, Louis dan Irfa sama-sama berusah untuk melupakan semua kejadian itu, mereka memilih untuk fokus pada masa sekarang dan masa depan. Toh, apa gunanya mengungkit masa lalu menyakitkan, hal itu hanya akan menggores luka di hati mereka masing-masing.

Irfa menempatkan Louis untuk duduk bersebrangan dengan Ava, ia yakin Louis bisa menjaga tangannya jika ia dibiarkan duduk di samping Ava.

"Tante, aku pindah ya?" Irfa memberikan tatapan tajamnya, menolak permintaan Louis. Ava tersenyum ketika tatapan matanya bertemu dengan tatapa Louis.

"Sayang, apa kamu tidak merindukanku? Kau duduk di sampingku bagaimana? Atau di pangkuan saja? Aku tidak keberatan."

"Louis!" Louis menutup mulutnya, seumur hidupnya tidak ada wanita yang memperlakukannya seperti ini, dirinya terbiasa dengan kekejaman dan ketegasan ayahnya. Louis tak pernah memiliki kesempatan untuk merasakan kasih sayang dan ketegasan dari seorang ibu.

Di saat anak-anak lain mengeluh bahwa ibu mereka memarahi mereka karena berbuat hal yang tidak baik, Louis hanya bisa mendengarkannya sambil membandingkan kehidupan anak-anak lain dengan kehidupannya. Ayahnya selalu memarahinya, tidak ada hari tanpa teriakan kemarahan sang ayah. Louis merasa ia hanya dijadikan pelampiasan kesedihan dan kemarahan atas meninggalnya sang mama.

Apapun yang Louis lakukan akan selalu salah di mata ayahnya, semua prestasinya di sekolah tak ada artinya, ayahnya tidak pernah melihat nilai raportnya, ayahnya tidak pernah datang saat ada undangan ke sekolah. Bahkan Louis pernah sengaja bertengkar dengan kakak kelasnya saat SMP, semua itu Louis lakukan agar ayahnya menunjukkan sedikit perhatiannya. Tapi nyatanya saat ia pulang ke rumah dengan kondisi babak belur, ayahnya justru menambah luka itu. Ayahnya menghukum Louis karena ia kalah, ayahnya tidak peduli Louis melakukan hal buruk, ia hanya peduli dengan menang atau kalah. Sejak saat itu Louis tahu, dirinya harus kuat, ia tidak bisa mengandalkan hatinya di rumah itu.

Louis melihat Ava yang tengah berbicara dengan mamanya. Wanita itu, tanpa ia sadari telah mengubah hidup Louis. Louis yakin ia tak akan pernah bosan memandangi wajah itu seumur hidupnya. Melihat Ava selalu membuatnya terbayang akan masa depan mereka. Dirinya akan hidup dengan Ava, dikelilingi anak-anak mereka, dan akhirnya mereka berdua akan menua bersama.

"Apa yang sedang ada di pikiranmu, Louis? Cepat makan," ujar Ava, menyadarkan Louis dari lamunannya.

"Aku hanya memikirkan betapa cantiknya dirimu, Sayang." Ava memutar matanya, Louis selalu menggodanya dan menggunakan kata-kata manis penuh rayuan.

HisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang