"Louis kau mau kemana? Kau masih ada pemotretan setelah ini."
Louis menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Peter. Dia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini. Sebentar lagi juga sudah waktunya pulang kantor, tapi ternyata masih ada yang ia lupakan.
"Kenapa harus hari ini? Aku sudah berjanji untuk menemui Ava."
"Karena sudah jadwalnya seperti itu Louis. Lagipula aku sudah mengingatkanmu sejak dua hari yang lalu. Otakmu memang sudah penuh dengan wanita itu hingga melupakan semuanya. Sekarang, cepat kita berangkat ke lokasi."
Louis berjalan mendekati Peter, tatapan matanya yang tajam tertuju pada wajah sahabat sekaligus asistennya itu.
"Ava lebih penting dari pemotretan sialan itu. Oh iya, Peter, apa yang kupikirkan bukan urusanmu. Jadi sebaiknya kau diam sebelum aku menendangmu keluar dari perusahaan."
Peter memilih untuk menyelamatkan diri dari tendangan Louis. Ia diam sambil mengikuti Louis berjalan menuju lift. Peter sudah mengenal Louis selama satu tahun, dan selama itu, ia sudah sangat mengenal sifat Louis. Louis tidak pernah main-main dengan ucapannya, jika dia ingin seseorang meninggalkan perusahaannya maka dalam waktu singkat, hal itu pasti terjadi.
Louis menekan angka 3 di lift. Di lantai itu ada studio foto yang telah disediakan oleh perusahaan untuk para model mereka.
"Setelah ini tidak ada jadwal lagi kan?" Tanya Louis pada Peter yang selama di dalam lift hanya diam.
"Tidak ada, kau bisa menemui wanitamu setelah pemotretan ini."
Setelah keluar dari lift, Louis mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia men-dial nomor Ava. Satu kali panggilan dan Ava tidak mengangkatnya, Louis mencoba hingga 3 kali dan ia masih tidak bisa mendengarkan suara wanita yang dirindukannya.
Rasanya kaki Louis sudah ingin berlari menemui wanita itu. Dia tidak tenang jika tidak mengetahui keadaan dan keberadaan Ava. Louis memegang ponselnya dengan kuat, menahan geram akan sikap keras kepala Ava yang tidak mau mengangkat telponnya.
Di panggilan keempat, Ava baru mengangkat telepon dari Louis. Louis bisa mendengar suara musik yang cukup keras. Dia tidak tahu Ava sekarang berada di mana.
"Kau di mana?"
"Sebentar, aku tidak mendengarmu."
Louis menebak bahwa Ava sedang mencari tempat sepi. Louis berjalan menuju studio foto sambil menunggu Ava untuk berbicara.
"Ada apa, Louis?"
"Kau ada dimana?" Tanya Louis.
Louis mengangguk membalas sapaan para model dan fotografer yang ada di studio foto itu.
"Aku di kampus."
"Kuliahmu sudah selesai, kenapa masih ada di sana? Pulang sekarang."
"Kau tidak berhak menyuruhku!" Louis geram mendengar nada bantahan itu. Dia tidak suka dibantah dan Ava selalu menguji kesabarannya.
"Ava, pulang sekarang. Sebentar lagi aku ke rumahmu."
Louis menggenggam ponselnya dengan sangat kuat seolah ia ingin meremukkan benda itu. Ava baru saja mematikan sambungan telponnya secara sepihak. Wanita itu bahkan belum menuruti perintah Louis untuk pulang.
Louis menutup matanya dan menarik napas panjang, meredakan kemarahan yang ia rasakan. Louis tahu Ava memiliki banyak teman dekat dan beberapa di antaranya adalah laki-laki, jelas hal ini sama sekali tak disukai oleh Louis, membayangkan Ava bercanda dengan mereka saja, sudah mampu menyulut emosinya.