"Siapapun kau, menjauh dari Ava-ku." Ava memutar matanya, Louis datang-datang sudah membuat ribut, padahal yang sedang Ava ajak bicara saat ini adalah temannya. Chris menaikkan alisnya, ia menatap Louis dan Ava.
"Abaikan saja dia, kita tetap akan bertemu besok untuk menyelesaikan tugas tadi, nanti kalau ada apa-apa hubungi saja nomorku." ucap Ava tanpa mempedulikan Louis yang sedang memelototinya. Seperti biasa, tangan Louis berada di pinggang Ava, menunjukkan pada siapapun yang melihat bahwa Ava adalah miliknya.
Chris merasa tidak enak dengan pasangan di depannya, ia segera pergi karena Louis sedari tadi mengeluarkan tatapan membunuh padanya. Jelas sekali lelaki itu tak suka dengan keberadaannya. Chris segera pamit, yang kemudian disambut dengan anggukan oleh Ava.
Ava melepaskan tangan Louis dari pinggangnya, ia telah menjadi tontonan beberapa mahasiswa yang lewat. Louis memang tak tahu tempat, membuat Ava selalu kesal karena sikap touchy-nya.
"Ayo pulang, kenapa tidak bilang jika mau menjemputku," gerutu Ava.
"Siapa laki-laki tadi? Aku tidak suka kau berdekatan dengan laki-laki lain." Ava menarik tangan Louis, ia tidak suka menjadi pusat perhatian dan kehadiran Louis entah kenapa selalu menarik perhatian.
"Dia temanku, kau sudah dengar sendiri kami membicarakan mengenai tugas. Tidak perlu cemburu seperti itu."
Louis membuka pintu mobil untuk Ava, ekspresinya masih tampak kesal. Louis tidak mau Ava berdekatana dengan lelaki lain. Meskipun Ava bilang mereka hanya berteman tapi siapa yang tahu isi hati pria itu.
Louis memegang tangan Ava dengan erat sementara tangan yang satunya memegang kemudi. Ava beberapa kali menarik tangannya dari genggaman Louis tapi pria itu tak kunjung melepaskannya.
"Louis, jika kita celaka maka ini semua salahmu yang menyetir hanya menggunakan satu tangan. Aku tidak akan kemana-mana, tidak perlu memegangku seperti ini."
"Kau milikku, jangan berdekatan dengan pria lain. Besok ketika kau mengerjakan tugas, bawa Alena bersamamu, aku tidak bisa membayangkanmu berduaan dengan laki-laki lain." Ava menarik napas panjang mendengar ucapan Louis.
"Iya, aku milikmu, sekarang lepaskan sebelum kita berdua celaka." Ava merasa dirinya seperti berbicara pada balita. Mau bagaimana lagi, jika ia menghadapi Louis dengan kemarahan maka sudah pasti pria itu akan semakin marah. Louis adalah seseorang yang begitu mudah tersulut emosi, apalagi jika itu menyangkut dirinya. Ava sudah biasa menghadapi Louis yang tiba-tiba ngambek karena ia berbicara dengan laki-laki lain.
"Cium dulu, baru aku lepaskan." Ava mendelik, tapi ia tetap mendekatkan bibirnya ke pipi Louis. Seulas senyum muncul di bibir Louis, ia juga mengecup tangan Ava sebelum melepaskannya.
"Aku ada pemotretan hari ini, kau mau kan menemaniku?"
Ava diam, ia melihat penampilannya dan membayangkan seperti apa dirinya dibandingkan para model itu. Jika ia mengantar Louis mungkin ia akan diri sebagai asisten barunya. Ava hanya memakai kemeja panjang dan celana jeans, tak ada yang istimewa dari penampilannya. Ava yakin rambutnya pasti sudah acak-acakan sekarang, tadi ada kuis dan Ava harus menarik rambutnya berkali-kali karena pusing dengan pertanyaan yang diberikan oleh dosennya.
"Aku pulang saja, Louis. Aku sudah seperti gembel jika dibandingkan dengan para model itu."
Louis memegang kemudi dengan kuat, ia tidak suka dengan apa yang baru di dengarnya. Louis menepikan mobilnya, ia menoleh menatap Ava. Tatapan tajamnya tertuju pada wajah wanita yang telah mengambil hatinya.
"Jangan merendahkan dirimu seperti itu, kau cantik Ava. Aku tidak peduli bagaimana pakaianmu atau bagaimana make up-mu. Aku tidak akan membiarkan siapapun menghinamu." Tangan Lous terulur, mengelus wajah Ava dengan lembut. Ava menggelengkan kepalanya, ia tetap tidak mau menemani Louis.
KAMU SEDANG MEMBACA
His
Roman d'amourShe is not just his obsession, but his love and his happiness...